Profil Lengkap Presiden Indonesia Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono




Profil Lengkap Presiden Indonesia Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono - Jenderal TNI (HOR.) (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC. lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia , 9 September 1949 yang saat ini berumur 70 tahun adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2014. 

Ia adalah Presiden pertama di Indonesia yang dipilih melalui jalur pemilu. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono.


𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚

Ia lahir di Kabupaten Pacitan , Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II . Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat ), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan ) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.



𝐏𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧


Pendidikan Sekolah Rakyat adalah pijakan masa depan yang paling menentukan bagi SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, untuk pertama kalinya SBY kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. SBY kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Pacitan. Sejak kecil, SBY bercita-cita untuk menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak jadi masuk Akabri dan akhirnya dia menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).

Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itulah, Susilo Bambang Yudhoyono mempersiapkan diri untuk masuk kembali ke Akabri. Tahun 1970, akhirnya SBY masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, ketika dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya. Seusai menamatkan pendidikan militer pertamanya, SBY kemudian masih melanjutkan study militernya dengan pergi belajar ke beberapa universitas militer ternama.



𝐊𝐚𝐫𝐢𝐞𝐫 𝐌𝐢𝐥𝐢𝐭𝐞𝐫

Perjalanan karier militer SBY dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit. Kefasihan dalam berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Sekembalinya ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. 

Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Selanjutnya, SBY dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. 

Ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, SBY ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993). Ada banyak sekali jabatan militer yang kemudian dijabat oleh SBY, puncaknya adalah ketika dia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). SBY menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).




𝐊𝐚𝐫𝐢𝐞𝐫 𝐏𝐨𝐥𝐢𝐭𝐢𝐤

Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998 . Pada 29 Oktober 1999 , ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Pada tanggal 26 Oktober 1999 , ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.

Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959. Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004 , ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia , dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla. Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum.



𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚

Kisah awal pertemuan antara SBY dan Ani Yudhoyono pun pernah diceritakan SBY dalam buku berjudul SBY Sang Demokrat terbitan Dharmapena Publishing tahun 2004. Saat itu, SBY yang duduk di tingkat empat Akabri didapuk sebagai Komandan Divisi Korps Taruna. Ia harus melapor kepada sang Gubernur, Sarwo Edhie Wibowo, yang akan memberikan kata sambutan di Balai Taruna. Tak dinyana, di situ pula SBY pertama kali bertemu Ani, yang ketika itu sedang berlibur di Lembah Tidar.
Mata keduanya bertemu pandang. Salah satu putri kesayangan Gubernur Akabri itu memang tinggal di Jakarta dan baru kali itu ia ke Magelang, menemui orangtuanya. Jantung SBY tiba-tiba berdegup kencang. Sementara pipi Ani merah merona tersipu malu. Setelah pertemuan tersebut, Ani sungguh tertarik kepada pria ganteng yang memiliki postur tinggi gagah tersebut. Apalagi ketika SBY sudah mengenakan pakaian dinas taruna. “Kedua, saya melihat dia dewasa sekali,” kenang Ani. SBY rupanya juga jatuh hati. Ia ingin mengenal Ani jauh lebih dekat. Sejak saat itu, setiap ada pesiar, SBY selalu menyampatkan diri ke rumah dinas gubernur. SBY mencoba keberuntungan, siapa tahu ada Ani lagi di Magelang. “Itu saya kira jalan Tuhan,” kata SBY yang mengenang pertemuan pertamanya dengan Ani. Sekian lama, hubungan mereka meningkat menjadi berpacaran. Seiring berjalannya waktu, keduanya makin mengenal satu sama lain. Ayah SBY terkejut SBY sempat menceritakan hubungan kasihnya itu ke sang ayah. Soekotjo yang merupakan pensiunan Komandan Rayon Militer (Danramil) itu terkejut bukan main. Soekotjo menganggap, putra tunggalnya salah memilih teman. Kok berani-beraninya menggoda putri jenderal? Kegelisahan hati itulah yang dirasakan Soekotjo. “Apakah tidak jomplang statusmu dengan anak gubernur yang pangkatnya mayor jenderal?” kenang SBY menceritakan kegelisahan sang ayah.

SBY pun berkali-kali meyakinkan orangtuanya bahwa ia tidak pernah minder atau kecil hati berpacaran dengan anak jenderal. SBY menekankan, ia tidak pernah canggung bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan anak jenderal, teman-temannya di Akabri. Sang ayah luluh, kegelisahan hatinya perlahan sirna. Soekatjo akhirnya menganggap kekhawatirannya itu terlalu berlebihan. Sebab, rupanya Sarwo Edhie sendiri tidak berperasaan sama seperti dirinya. Pikir Soekotjo, mungkin karena SBY pandai bergaul dan memiliki kepribadian baik sehingga Sarwo Edhie tidak pernah mempersoalkan latar belakang calon menantu yang memiliki ayah dengan pangkat jauh di bawahnya. Ani bercerita, sebetulnya yang terlebih dahulu senang dengan SBY adalah sang ibu. “Ibu saya lebih dulu kenal dia, tanpa sepengetahuan saya. Ibu jatuh sayang kepada dia mungkin karena perilakunya yang santun,” ujar Ani. 

Tepat tanggal 30 Juli 1976, SBY dan Ani melangsungkan pernikahan. Uniknya, SBY dan Ani dinikahkan bersama-sama dengan dua saudara Ani lainnya. Pasangan pertama, Erwin Sudjono dengan Wrahasti Cendrawasih (kakak Ani). Pasangan kedua, Hadi Utomo dengan Mastuti Rahayu (adik Ani). Pasangan ketiga, SBY dan Ani sendiri. Ketiga menantu Sarwo Edhie itu adalah mantan-mantan Taruna Akabri. Erwin angkatan 1975. Saat menikah, pangkatnya Letnan Dua. SBY angkatan 1973. Saat itu berpangkat Letnan Satu. Sementara, Hadi angkatan 1970. Pangkatnya Kapten. Pesta pernikahan berlangsung meriah di ballroom Hotel Indonesia. Mereka menjadi tontonan bule yang menginap di hotel bersejarah itu. Bagaimana tidak, suasana pesta yang meriah itu bak sebuah parade militer.



Sumber:
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono
- https://m.merdeka.com/susilo-bambang-yudhoyono/profil/