Dogmatisme, Penyakit Paling Berbahaya - Apakah anda pernah melihat orang yang saling berdebat satu sama lain? Ataukah anda sendiri pernah terlibat perdebatan dengan orang lain, atau kelompok lain? Perdebatan muncul, karena perbedaan pendapat, yakni ketika dua orang melihat sesuatu dari sudut pandang
yang berbeda.
Masalah muncul, ketika keduanya merasa, bahwa mereka masing-masing memegang kebenaran mutlak. Biasanya, perdebatan semacam ini diakhiri dengan pertengkaran.
Sangat sedikit perdebatan dengan pola semacam ini yang berakhir dengan kesepahaman.
Ini terjadi, karena kedua belah pihak memegang erat pendapat mereka, dan menutup telinga dari pendapat pihak lainnya.
Inilah salah satu bentuk dogmatisme yang bisa dengan mudah kita temukan dalam hidup sehari-hari.
Pada tingkat yang lebih luas, dogmatisme dapat dengan mudah dilihat di dalam agama dan politik. Keyakinan agama dan politik
tertentu dianggap sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh ditanya. Siapa yang berani bertanya, apalagi mengritik, dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan.
<b>Selama orang masih mengira, bahwa
pikiran dan pendapatnya mencerminkan kebenaran mutlak, selama itu pula, ia akan menjadi manusia arogan yang gemar memicu konflik. </b>
Tak berlebihan jika dikatakan, bahwa
dogmatisme adalah penyakit paling berbahaya di dalam kehidupan bersama umat manusia.
Dogmatisme adalah keyakinan mutlak tanpa tanya pada suatu bentuk rumusan konseptual. Rumusan tersebut bisa dalam bentuk perintah moral, atau penjelasan atas sesuatu yang tak boleh lagi dipertanyakan. Segala hal di alam semesta ini selalu bisa untuk dipertanyakan. Namun, dogmatisme melarang segala bentuk pertanyaan tersebut.
*
Yang sering ditemukan adalah dogmatisme di dalam bidang moral yang berpijak pada keyakinan agama tertentu. Orang hidup dengan keyakinan mutlak atas kebenaran pikiran diri dan kelompoknya. Ia pun bergerak untuk memaksakan keyakinan tersebut pada orang lain.
Tidak ada toleransi dan kelembutan di dalam penerapannya.
Orang dogmatis dapat dianggap seperti orang yang buta pikirannya. Ia menutup mata dari kenyataan dunia ini yang beragam dan terus berubah. Orang ini seringkali tidak sadar, bahwa ia bersikap dogmatis.
Ia memaksakan tata nilainya ke dirinya sendiri dan ke orang lain, tanpa ada kesadaran sedikit pun, bahwa dunia ini dipenuhi dengan ketidakpastian dan perubahan.
Selain buta, orang dogmatis juga biasanya dipenuhi ketakutan. Ia merasa, jika dunia berjalan tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hidupnya, maka semua akan hancur. Ia mengira, bahwa seluruh alam semesta ada dan bergerak dengan berpijak pada nilai-nilai hidup yang ia yakini tanpa tanya.
Tak salah juga jika dikatakan, sikap dogmatis tidak hanya terkait dengan kebutaan dan ketakutan, tetapi juga dengan kebodohan.
Dogmatisme juga membuat suatu nilai yang sejatinya baik menjadi rusak. Setiap orang perlu hidup dengan nilai di dalam hidupnya.
Namun, ketika nilai tersebut diyakini secara dogmatis, maka nilai itu akan menjadi sumber masalah bagi hidup pribadi orang tersebut, maupun hubungannya dengan orang lain.
Dogmatisme meruntuhkan keluruhan suatu nilai, dan menjadikannya sumber pembenaran bagi segala bentuk kekerasan dan kejahatan.
Orang yang dogmatis juga akan cenderung mengalami penderitaan di dalam dirinya, karena keyakinannya akan terus berbenturan dengan kenyataan yang ada. Benturan ini menghasilkan penderitaan tidak hanya di dalam batinnya, tetapi juga penderitaan bagi orang-orang yang di sekitarnya.
Kesadaran akan sikap dogmatis di dalam diri ini lalu kerap kali mendorong orang untuk mencari jalan keluar.
Lalu, Bagaimana keluar dari penyakit dogmatisme semacam ini?
Sumber : Buku Tentang Manusia, karya Reza A.A Wattimena