Jasa Besar Dono Warkop Dalam Reformasi Indonesia, Warkop DKI Bukan Hanya Pertunjukan Komedi - "Diantara kami dia (Dono) yang paling pandai. Dia itu dosen. Dosen hebat, sosiologi. Dia salah satu asisten Selo Sumardjan. Beliau (Selo Sumardjan) waktu Mas Dono meninggal sampai lek-lekan di rumah Mas Dono. Dia cerita, bahkan kita jadi tahu, Dono ternyata dapat beasiswa S2 dan S3 di AS, tapi dia nggak ambil. Kenapa? Karena kalau ikut beasiswa itu berarti Dono ninggalin Warkop.
Dono bilang, "Buat saya nggak fair, saya bisa ngetik pakai mesin ketik karena Warkop, beli apa-apa juga karena Warkop." Jadi dia korbankan, padahal dari desa dia ingin jadi orang besar dengan cara pendidikan. Keluar dari mulut beliau (Selo Sumardjan), semakin tahu saya Dono bukan orang sembarangan.
Kalau boleh jujur, salah satu penggerak reformasi itu Mas Dono, banyak yang dilupakan. Saya lihat rapat-rapat rahasianya, Mas Dono ada di situ. Makanya ketika kita menduduki DPR (demonstrasi mahasiswa 1998), itu ijin dari Mas Dono baru boleh orasi, itu kesepakatannya dulu waktu demo mahasiswa. Nggak lama setelah reformasi, Golkar tumbang. Tapi dia bilang kalau jadinya begini reformasi, penggerak-penggerak sibuk cari jabatan, kayak gini Golkar akan menang lagi, nanti diisi orang-orang yang membual semua, Mas Dono ngomong gitu. Dia meninggal, benar semua omongan Mas Dono."
Berarti Dono berperan di balik layar reformasi? Sampai berorasi pun menunggu ijin almarhum?
"Iya itu sudah kesepakatan, saya malah disuruh ngumpet sama Mas Dono waktu demo. Ndro, gue sudah keburu kelihatan orang, biarkan ini Dono, bukan Dono Warkop. Jadi kalau emang lu mau ikut-ikut apalagi terbuka lu pake masker, katanya. Saya pegang logistik saja. Waktu itu benar-benar dukungan masyarakat kepada mahasiswa berlimpah, ngalir, saya nggak bohong. Waduuuh itu telepon saya 082 kan mahal dengan sukarela telepon saya semua nyumbang, 3.000 dus. Gila bener sampe tele-tele cuma ngurusin logistik saja. Dulu saya punya Land Rover Defender itu isinya semua makanan. Itu di sana kita bikin ada 50 titik. Saya cuma nganter-nganterin saja."
Wah jadi penggerak reformasi juga dong?
"Yaa itu cuma ngantar-ngantar saja, ini masalah konsisensi. Kenapa sampai sekarang saya nggak terjun ke politik karena konsistensi kami. Kami merasa punya guna, bukan hanya cari uang, kegunaan sebagai corong aspirasi rakyat yang tersumbat. Kita bisa koar-koar dengan satire dan sebagainya Nah itu yang kita jaga sampai sekarang. Jaman Pak Harto kita nyubit, dia akan bunuh. Kalau jaman sekarang kita sudah mengancam pakai pisau pun, yang diancam ketawa-ketawa, gitu ibaratnya."
*Dari wawancara dengan Indro Warkop, "Gile Lu Ndro!" Tong Tji Lifestyle, edisi V/2017, foto sumber terlampir, all rights reserved.