Sejarah Diplomasi Modern Mengalami 3 Revolusi2020 - Mπππ’πππππ ππ€ππ π πππππβ ππππ’ πππππ πΎππππππππ π πππππππ‘ ππππππ (πΎππ) π»π’ππ’ππππ πΌππ‘πππππ πππππ.
COVID-19 merubah segalanya dan membuat dunia berevolusi dalam berbagai aspek, tak terkecuali dalam hal Politik Internasional. Dalam politik internasional sejauh ini sudah mengalami 3 fase Revolusi dalam hal pertemuan tingkat tinggi antar negara di dunia.
Pertama semasa Congress of Vienna tahun 1814-1815 yang membicarakan tujuan dan langkah Eropa setelah Perang Napoleon. Untuk kali pertama wujud yang namanya persidangan "multilateral" di mana duta/perwakilan daripada lebih 3 negara berkumpul dan berunding pada waktu dan tempat yang sama.
Diplomasi sebelum itu bersifat dua arah saja. Kalau pun mau buat perjanjian 3 negara, duta negara A harus mengunjungi ke negara B dan kemudian C untuk dapatkan tandatangan.
Tapi disebabkan Perang Napoleon melibatkan banyak negara, maka muncul cara multilateral.
Kali kedua sewaktu Paris Peace Conference pada tahun 1920 yang membicarakan tujuan dan masa depan dunia pasca Perang Dunia Pertama. Untuk kali pertama persidangan dan perundingan Internasional diadakan secara terbuka dan transparant.
Sebelum itu diplomasi adalah bersifat rahasia, tapi Paris Conference melibatkan wartawan untuk liputan harian supaya bisa menunjukkan konon negara pemenang tak menindas negara yang kalah semasa perundingan.
Dan tahun 2020 kita menyaksikan video conference menggantikan persidangan/pertemuan tatap muka secara langsung. Bermula dengan G20, EU, Dewan Keamanan PBB, OPEC dan yang terbaru ASEAN (mungkin setelah ini APEC dan WTO juga), negara-negara nampaknya sudah mulai beradaptasi dengan persidangan jarak jauh akibat COVID-19 ini.
Trend ini bagus juga, tak perlu memikirkan venue, kejar flight, book hotel, mengurus F&B, LO, usher, security guard, outrider, bendera di sepanjang jalan untuk menyambut tamu luar negeri dll. Hemat bajet pemerintah dan pengawai protokol pemerintah serta dananya bisa dialihkan ke sektor lain yang terdampak parah akibat pandemi Covid-19 ini, yang pasti protokoler kenegaraan hanya fokus agenda diskusi dan IT setting saja.
Tapi kekurangan dari video conference ini tak ada personal touch. Banyak deal antara negara sebenarnya dicapai ketika pertemuan face to face. Diplomasi yang unggul mesti ada elemen 'secrecy' yang tertentu.
Video conference juga memberi negara kecil 'spotlight' yang lebih adil. Seperti dalam persidangan OPEC baru-baru ni, negara pengeksport minyak utama seperti Saudi terpaksa bersetuju dengan permintaan Mexico yang merupakan small player. Kalau dalam persidangan langsung, Mexico sudah pasti kena sideline.
Tapi video conference ini lebih transparant dan equal serta memberikan negara-negara kecil lebih banyak ruang bersuara.
Ini mungkin akan jadi antara 'new normal' dalam hubungan Politik Internasional bagi tahun-tahun yang akan datang.
Kita kali ini menyaksikan tonggak sejarah baru dalam dunia diplomasi politik Internasional. Kita yang hidup di tahun 2020 ini juga merupakan saksi sejarah atas banyaknya perubahan dunia yang muncul karena efek Pandemi COVID-19.
Mungkin setelah selesai pademi COVID-19 ini akan mulai banyak kebiasaan baru yang merubah gaya hidup kita dimasa yang akan datang. Mau tak mau dunia akan selalu berkembang dan berevolusi sesuai dengan perkembangan Jaman.