Razia Handphone di Sekolah, Melanggar Privasi Murid? - Di zaman yang sudah serba canggih dan modern ini, penggunaan gadget atau handphone sudah menjadi hal lumrah yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia pun, tak jarang sudah memiliki handphone.
Dengan handphone kita dapat mengakses berbagai macam informasi dengan mudah dan cepat. Sehingga, tidak bisa dihindari jika penggunaan handphone terkadang sangat dibutuhkan, khususnya bagi para pelajar. Tugas-tugas yang rumit atau informasi yang tidak ada di dalam buku pelajaran dapat dengan mudah diakses melalui handphone dengan bantuan internet.
Terlepas dari berbagai manfaat positif, handphone juga seringkali disalahgunakan untuk hal-hal yang negatif. Sebagai contohnya, anak remaja yang di bawah umur atau yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau SMA yang menyimpan konten berbau pornografi atau menyimpan gambar kekerasan. Tak hanya itu, banyak murid yang hanya fokus pada layar handphone saat pelajaran sedang berlangsung, sehingga mengganggu proses belajar-mengajar.
Hal inilah, yang membuat sekolah seringkali mengadakan razia handphone, untuk mencegah atau mencari tahu murid didiknya yang didapati menyimpan konten yang berbau pornografi dan/atau untuk menertibkan murid yang seringkali memakai handphone saat pelajaran berlangsung.
Nah, yang menjadi permasalahan di sini adalah apakah razia itu diperlukan atau justru razia handphone sendiri dapat melanggar privasi sang murid?
Sekolah memang memiliki kewenangan dalam menerapkan suatu aturan atau kebijakan yang dinilai perlu demi kebaikan murid-muridnya. Namun yang harus diperhatikan, sekolah seringkali tidak memiliki hukum yang jelas dalam mengatur muridnya untuk ‘boleh’ atau ‘tidak’ membawa handphone.
Walaupun, tindakan sekolah dalam melakukan razia sebenarnya untuk pencegahan atau preventif. Namun, tak jarang juga pihak sekolah mulai mengusik privasi dengan melihat atau mengotak-atik isi dalam handphone sang murid. Hal tersebut, bisa sangat mengganggu dan terlebih merupakan sebuah pelanggaran privasi bagi sang murid.
Penting untuk diketahui bahwa perlindungan privasi seseorang dilindungi oleh hukum yang berlaku di Indonesia, di antaranya seperti di bawah ini:
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan “Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya, atau hubungan surat-menyuratnya, dengan sewenang-wenang, juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran seperti ini.”
UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE yang menyebutkan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.”
Yang dimaksud ‘dengan sengaja’ ialah tahu dan menghendaki suatu perbuatan yang dilarang, atau mengetahui dan menghendaki timbulnya akibat yang dilarang. Dalam konteks pasal ini, sengaja memiliki makna mengetahui dan menghendaki mengakses Komputer atau Sistem Elektronik milik orang lain.
Sementara itu, ‘tanpa hak’ maksudnya tidak memiliki hak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun alas hukum lain yang sah, seperti perjanjian perusahaan, atau perjanjian jual beli.
Ya, memang razia bisa menjadi tindakan preventif demi mencegah atau mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, bagaimanapun mengusik privasi seseorang itu sangat tidak dibenarkan. Sehingga, siapa pun yang merasa privasinya telah diganggu, maka ia berhak untuk meminta bantuan hukum, sesuai dengan hukum yang berlaku.