Cultural Appropriation: Maksud Hati Apresiasi, Apa Daya Dikira Caci!

 


Cultural Appropriation: Maksud Hati Apresiasi, Apa Daya Dikira Caci! - Belum lama ini, Lisa BLACKPINK meminta maaf karena dirinya dianggap melakukan cultural appropriation atau perampasan budaya dalam video klip lagu terbarunya yang berjudul, “Money”. Video klip tersebut menunjukkan rambut Lisa dikepang dengan gaya khas Afrika.

Ketika Lisa menggelar jumpa penggemar atau fansign online, seorang fans membacakan surat tentang isu mengenai perampasan budaya atau cultural appropriation yang dilakukan oleh Lisa. Mendengar hal itu, Lisa langsung meminta maaf dan menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak bermaksud melakukan cultural appropriation sebagaimana dituduhkan. Menurutnya, ia memakai gaya rambut kepang tersebut karena sangat menyukainya dan sesuai dengan genre musiknya.


Lantas, sebenarnya apa itu cultural appropriation?

Menurut jurnal ilmiah karya Jaja Grays, cultural appropriation atau apropriasi budaya merupakan suatu perbuatan yang mengacu pada meminjam atau mencuri budaya yang berasal dari kelompok minoritas untuk digunakan sebagai keuntungan pribadi.

Pengertian lain, cultural appropriation adalah istilah yang digunakan ketika seseorang mengadopsi atau menggunakan kebudayaan orang lain yang bukan dari etnis atau rasnya—tanpa permisi demi kepentingan pribadi dan tidak menghormati esensi makna dari budaya itu sendiri.

Sedangkan, Profesor Hukum Universitas Fordham, Susan Scafidi, mendefinisikan cultural appropriation sebagai, mengambil kekayaan intelektual, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya, atau artefak dari budaya orang lain tanpa izin.

Ini bisa termasuk penggunaan yang tidak sah dari tarian budaya lain, pakaian, musik, bahasa, cerita rakyat, masakan, obat tradisional, simbol agama, dan lain-lain.

Menurut Susan, kemungkinan besar berbahaya ketika komunitas sumber budaya adalah kelompok minoritas yang telah ditindas atau dieksploitasi dengan cara tertentu, atau ketika objek yang dipakai tanpa izin sangat sensitif, misalnya benda suci.


Kasus-kasus Cultural Appropriation yang menimpa para Selebriti

Ternyata, bukan hanya Lisa BLACKPINK yang dianggap melakukan cultural appropriation, tetapi terdapat sejumlah selebriti tanah air hingga manca negara yang pernah dikritik melakukan hal serupa. Ada siapa saja? Berikut rinciannya:

Agnez Mo pernah menggelapkan kulit dan mengubah gaya rambutnya menjadi rambut kepang. Lantas, dirinya dikritik karena dianggap ingin terlihat seperti perempuan Afrika. Agnez Mo tidak tinggal diam dan menjelaskan jika kepangan rambut miliknya diadopsi dari gaya rambut wanita Papua dan lebih dikenal dengan sebutan anyam rambut.


Kritikan juga datang dari orang Papua yang menganggap Agnez Mo telah merampas budaya mereka. Namun, Agnez Mo kembali menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukannya untuk mempromosikan budaya Indonesia dalam musiknya.

Justin Bieber pernah mengunggah foto dirinya dengan rambut gimbal. Dirinya pun dikritik tidak layak menggunakan model rambut gimbal, lantaran bukan merupakan orang kulit hitam.


Tak hanya itu, Justin pernah dilempar botol saat mengaku tidak bisa membedakan despacito (judul lagu Amerika Latin) dan burrito (makanan khas Meksiko).

Selena Gomez, mantan Justin Bieber ini juga pernah dianggap melakukan cultural appropriation ketika dirinya bernyanyi di atas panggung pada tahun 2013. Dia mendapatkan kritik karena mengenakan gaun berwarna merah serta hiasan kalung khas negara India beserta bindi di dahi.

Nagita Slavina, pernah dianggap melakukan cultural appropriation, ketika dirinya ditunjuk sebagai Duta PON XX Papua. Arie Kriting menyebut Nagita kurang layak menjadi Duta Papua, menurutnya perempuan Papua yang seharusnya merepresentasikan sosok perempuan Papua sebenarnya.


Setelah ramai mendapat hujatan, Raffi Ahmad pun memberikan klarifikasi jika istrinya, Nagita bukan ditunjuk jadi Duta, melainkan Ikon PON XX Papua.

Katy Perry, paling sering dianggap melakukan cultural appropriation dalam sejumlah penampilan di beberapa video musik dan aksi panggung. Misalnya, dalam video This Is How We Do It, Katy mengepang rambutnya dengan kepang khas orang Afrika. Kemudian memakai kostum ala Cleopatra dalam video musik Dark Horse. Kasus lain yang juga heboh adalah ketika ia menirukan pakaian Geisha dari budaya Jepang saat menyanyikan Unconditionally pada tahun 2013 lalu di panggung American Music Awards.


Katy Perry mengaku mengutip budaya-budaya itu, kemudian menginterpretasikannya ke dalam karya adalah bagian dari merayakan keberagaman. Ia ingin mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan tersebut melalui kreativitasnya.


Lalu, mengapa mengapresiasi kebudayaan orang lain malah dianggap merampas?

Nadra Kareem Nittle, penulis yang fokus pada isu ini menyebutkan, terdapat banyak faktor yang tak dilihat kelompok mayoritas dari ulahnya “mengapresiasi” kebudayaan kelompok lain. Salah satunya adalah sifat eksploitasi yang tersirat dalam hal tersebut.

Menurut Nittle, ketika seseorang dari kelompok mayoritas menggunakan kebudayaan kelompok minoritas, mereka akan dianggap kreatif. Padahal, yang harus mendapatkan kredit dari hal itu adalah kelompok minoritas itu sendiri.

Belum lagi, kelompok mayoritas biasanya tidak mengetahui secara detail arti budaya yang ia pinjam. Sehingga tak jarang terjadi, perayaan atau pengapresiasian yang dilakukan kelompok mayoritas justru berujung pada perpanjangan stereotip-stereotip negatif pada kelompok minoritas.


Dampak dari Cultural Appropriation

Isu mengenai cultural appropriation dianggap cukup penting untuk diperhatikan sebab terlalu sensitif bagi beberapa orang, termasuk anggota budaya. Kesensitifan terhadap cultural appropriation juga dipengaruhi oleh sejumlah konteks, di antaranya:

Adanya cultural appropriation membuat orang mudah untuk menunjukkan cinta terhadap budaya tertentu, akan tetapi tetap berprasangka terhadap pihak lain. Tindakan cultural appropriation juga menyebabkan segala sesuatu terlihat luar biasa "keren" untuk orang kulit putih (mayoritas), namun menjadi terlihat "etnik" bagi orang dengan kulit selain putih (minoritas).

Cultural appropriation memungkinkan pelaku memperoleh keuntungan dari pemilik budaya itu sendiri. Tidak jarang cultural appropriation melestarikan streotip rasis serta menyebarkan kebohongan massal mengenai suatu budaya yang terpinggirkan.

Meskipun begitu cultural appropriation juga memiliki dampak positif yakni menghindari adanya sikap menghina atau merendahkan budaya lain, serta belajar untuk menghargai hingga melestarikannya.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari cultural appropriation

  • Jangan jadikan budaya yang sensitif sebagai kostum.
  • Jangan adopsi artefak budaya sakral sebagai aksesoris.
  • Hormati seni dan idenya, serta akui asal-usul budayanya.
  • Cultural appropriation bukan pengganti keberagaman.
  • Terlibat dengan budaya lain bukan untuk sekedar estetika.

Hadirkan pertukaran budaya seperti kolaborasi kreatif, beri penghargaan, dan pertimbangkan royalti.

Nah, supaya tidak sebentar-sebentar butt-hurt cultural appropriation, perlu mengetahui yang namanya cultural apreciation. Apakah itu?

Jika cultural appropriation adalah bentuk eksploitasi dan ketidaksensitifan pada isu rasisme, maka cultural appreciation adalah kebalikannya.

Cultural appreciation atau apresiasi budaya ialah penggunaan unsur budaya kelompok lain yang dilakukan dengan izin dan bertujuan untuk mempromosikan budaya itu sendiri. Hal terpenting dalam apresiasi budaya adalah keinginan untuk memperluas wawasan, perspektif, pengetahuan, dan lebih menghargai orang lain secara lintas budaya.


Kesimpulan:

Cultural appropriation terjadi atau dianggap ketika sebuah kelompok mayoritas mengadopsi budaya minoritas.

Kadang-kadang, ada yang mengatakan bahwa yang disebut cultural appropriation itu ketika budaya atau atribut minoritas digunakan untuk kepentingannya sendiri (mayoritas) dan tidak menghormati atau memahami esensi makna dari budaya minoritas.

Cultural appropriation juga sering disebut sebagai "pengadopsian budaya" yang dilakukan 'tanpa permisi'". Seolah-olah memang harus ada upaya izin kepada "si pemilik" budaya.

Kenyataannya, konsepsi cultural appropriation masih menjadi perdebatan. Menilik berbagai perspektif atas pemberian definisi itu, tampaklah bahwa kata-kata dilontarkan orang secara "mana-suka" sesuai dengan apa telah yang diyakininya (subjektivitas) dan berpotensi menimbulkan penafsiran yang bias.

Apakah rambut kepang atau gimbal hanya boleh dipakai oleh orang kulit hitam saja, seperti Afrika dan Papua? Lantas, haruskah kita memita izin terlebih dahulu, supaya tidak dituduh melakukan perampasan budaya?

Menurut saya, hal semacam itu sangat tidak masuk akal dan terkesan terlalu berlebihan.

Sebuah budaya tidak akan hilang atau berkurang esensinya hanya karena ada satu atau beberapa orang yang memakai budaya tersebut di luar kelompok asli sang pemilik budaya. Bukankah dengan begitu, budaya itu bisa semakin dikenal luas dan dipromosikan ke berbagai belahan dunia.


Referensi:

Kustiani, Rini. 2021. "Apa Itu Perampasan Budaya, Urusan yang Menimpa Lisa Blackpink". Diakses dari: https;//gaya,tempo,co/read/1512143/apa-itu-perampasan-budaya-urusan-yang-menimpa-lisa-blackpink, pada tanggal 10 Oktober 2021.

Melati, Nadya. 2018. "Hal yang Tak Masuk Akal dari Cultural Appropriation". Diakses dari: https;//magdalene,co/story/hal-yang-tak-masuk-akal-dari-cultural-appropriation, pada tanggal 12 Oktober 2021.

Prabasari, Aminah. 2021. "Membela Kepang Rambut Lisa Blackpink yang Dituduh Cultural Appropriation". Diakses dari: https;//mojok,co/terminal/membela-kepang-rambut-lisa-blackpink-yang-dituduh-cultural-appropriation/, pada tanggal 13 Oktober 2021.

Adam, Aulia. 2017. "Menjadi Rasis karena Menghargai Budaya Lain". Diakses dari: https;//tirto,id/menjadi-rasis-karena-menghargai-budaya-lain-cqTC, pada tanggal 13 Oktober 2021.