Kembalinya Sesuatu yang Sama Secara Abadi



Kembalinya Sesuatu yang Sama Secara Abadi - Kembalinya sesuatu yang sama secara abadi adalah sebuah cara yang paling maksimal untuk afirmasi dunia. Dengan mengakui hipotesis ini orang sanggup menyatakan bahwa dunia ini berjalan dari, untuk, dan berdasarkan dirinya tanpa mempunyai tujuan akhir. Untuk menerima gagasan yang sangat radikal ini, seseorang membutuhkan sikap amor fati, sebuah sikap penerimaan terhadap segala hal dengan prasangka baik. Just imagine sikap Nozaki Umetarou terhadap Ken-san :3

Kembalinya sesuatu yang sama secara abadi, dibuktikan kebenarannya dengan percobaan terhadap alam, meskipun bukan fisikawan, Nietzsche tidak akan segan untuk menjadikan ilmu alam sebagai pelengkap filsafatnya. Ia berpendapat bahwa dunia ini merupakan suatu energi raksasa. Energi ini tidak bertambah atau berkurang, tidak mengembang maupun menyusut. Energi ini sudah sedemikian bulat, dan konstan. Tak mungkin ada perubahan yang dapat memengaruhi kuantitasnya. Dunia sebagai kesatuan energi yang bulat dan utuh, menurut Nietzsche, diliputi atau dibungkus oleh ketiadaan yang berperan sebagai batas. Sedangkan ruang di mana dunia ini berada merupakan ruang yang penuh energi, tanpa ada ruang kosong di sana-sini.

Dunia ini mempunyai pusat-pusat energi. Dunia berlangsung dengan terjadinya proses kombinasi-kombinasi energi yang ada di dalamnya. Kombinasi-kombinasi ini jumlahnya bukan tak terbatas. Dalam jangka waktu tertentu, semua kemungkinan kombinasi yang ada dapat terpenuhi semuanya. Dan jika semua kombinasi sudah terpenuhi, maka kombinasi terdahulu dan bersifat sama akan terulang kembali. Demikianlah, dunia ini akan mengulangi dirinya sendiri secara terus menerus dalam kurun waktu yang tak terbatas. Semua yang pernah terjadi dan ada akan terulang lagi secara abadi.

Persetan dengan post-modern, persetan dengan era baru, pada nyatanya, bukan hanya pada fisika, secara sosial pun dunia hanya berputar dalam siklus keabadian, terus berulang dan tak terbantahkan. Tidak ada hal baru yang terjadi, semuanya yang kelihatan baru hanyalah pengulangan apa yang sudah pernah terjadi. Pembebasan mengulang-kembalikan perbudakan. Pencerahan mengulang-kembalikan pembodohan (Lihat seberapa banyak para ‘pencerah’ yang justru semakin menarik pada kebodohan, saya tidak ingin mengatakannya, tetapi anda tahu, dia tahu, dan ‘mereka’ akan tetap tidak tahu). Serta rasionalitas yang mengulang-kembalikan irasionalitas.

Dalam pengulang-kembalian ini Nietzsche ingin menegaskan bahwa ia menantang optimisme murahan perihal harapan-harapan manusia pada zaman modern. Sebuah dunia tanpa perang, sebuah pencerahan, sebuah kebebasan, sebuah rasionalitas. Yang pada nyatanya, semakin lama manusia hidup, semakin pula mereka terjungkir balik dalam kubangan kemiskinan, kemiskinan moral, kemiskinan kemanusiaan, kemiskinan akal. Sehingga mereka kembali pada apa yang mereka hindari, kebodohan, perbudakan, irasionalitas.

Agama sekali pun, yang Nietzsche gambarkan sebagai sesuatu praktik hidup yang sudah ada sebelumnya, dipilih, dan diberi tafsir baru. Tidak ada aspek kreatif apapun di situ. Agama hanya mengkonversi cara hidup tertentu dan menyelubunginya dengan nilai-nilai palsu yang diberikan kepadanya. Bukan berarti agama tidak berguna, jelas agama sangat berguna. Terutama dalam mengendalikan kembalinya segala sesuatu yang sama secara abadi ini. Tanpa agama, siklus manusia yang terus bersitegang (yang dahulu hanya ada karena perbedaan suku dan golongan) tetap memutar dengan stagnan, tanpa cela, bahkan sampai ribuan tahun ke depan.

Terimakasih kepada Nietzsche atas gagasan menakjubkannya dan terimakasih kepada agama atas kontribusi besarnya terhadap pembuktian gagasan tersebut.

Jika anda tidak setuju terhadap Nietzsche, hentikan pengulangan itu, jadilah manusia, jangan menjadi pecandu ‘kebodohan’!
Jika anda setuju dengan Nietzsche, tetaplah jadi manusia, tonton pengulangan ini seperti menonton komedi murahan seperti yang biasa anda lakukan.