Pancasila Sebagai Perekat Integrasi dan Pencegah Disintegrasi Bangsa

Pancasila Sebagai Perekat Integrasi dan Pencegah Disintegrasi Bangsa - Di tahun 2019 ini di Indonesia banyak mengalami berbagai konflik akibat pemilu 2019 khususnya, setelah KPU menetapkan kemenangan bagi pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi-Amin, maka timbul rasa tidak puas di golongan oposisi, kubu 02, Prabowo-Sandi. Mereka menolak keputusan KPU dan tidak mempercayai MK lagi, klimaksnya yaitu aksi people power tanggal 22 Mei lalu yang berujung pada kerusuhan dan maraknya penyebaran hoax sampai-sampai sosmed dibatasi penggunaannya selama 3 hari.

Dalam kontestasi politik, menang dan kalah merupakan hal yang lumrah dalam demokrasi, sah-sah saja apabila kita kecewa dengan hasil pemilu karena pilihan kita kalah, hal ini janganlah sampai terjadi kericuhan apalagi sampai berlarut-larut yang malah mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Baru-baru ini muncul berita yang menghebohkan di media massa di mana Aceh meminta referendum atau jajak pendapat untuk melepaskan diri dari Indonesia, wacana ini disampaikan oleh Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Ketua DPA Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf atau Mualem, alasan dari referendum ini sendiri yaitu dikarenakan ketidakjelasan perihal demokrasi dan keadilan di Indonesia [1]. Isu referendum ini awalnya mencuat dalam acara Haul Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro yang dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2019 [2]. Mualem sendiri merupakan mantan panglima GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan mantan wakil gubernur Aceh periode 2012-2017 [3].

Tentu, ini merupakan hal yang harus kita cermati dalam-dalam agar Indonesia tidak terpecah belah, wacana referendum pemisahan Aceh dari Indonesia ini bukan saat ini saja, tercatat Aceh pernah 2× meminta berpisah dari Indonesia, pertama ketika peristiwa DI/TII tahun 1953 di Aceh yang diproklamirkan oleh Daud Beureuh [4], kemudian ada Gerakan Aceh Merdeka atau GAM tahun 1976 yang dipimpin oleh Hasan Tiro [5]. Memang, dalam hakikatnya mereka memiliki alasan tertentu untuk memisahkan diri akan tetapi patut kita cermati bahwasanya perjuangan para pahlawan dahulu untuk mempersatukan Indonesia sangatlah berat, mereka rela mengorbankan harta, nyawa, waktu, pemikiran, keringat, dan darahnya supaya Indonesia bisa merdeka dan bersatu.

Indonesia adalah rumah bagi ±267 juta jiwa, ±1.340 suku, 6 agama resmi yang diakui dan beragam kepercayaan lokal lainnya menjadikan Indonesia sebagai negara yang plural dan heterogen, keberagaman inilah yang harus kita jaga, maka dari itu lahirlah Pancasila untuk menaungi semua perbedaan tersebut dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika nya yang sudah ada sejak abad ke-14 pada masa Kerajaan Majapahit yang tertuang dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular [6]. Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu Jua artinya bahwa sekalipun ada banyak perbedaan kita harus mampu bersatu sebagi bangsa yang kuat dan besar, tidak peduli dari suku, agama, dan rasa mana karena kita adalah satu, satu persatuan, satu kesatuan, Indonesia satu!

Dalam sejarahnya, Pancasil dirumuskan pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) pertama pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Ada 3 tokoh yang merumuskan Pancasila ini, mereka adalah:
1.) Mr. Muhammad Yamin, tanggal 29 Mei 1945 menyatakan rumusannya:

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.

2.) Prof. Dr. Supomo, tanggal 31 Mei 1945 menyatakan rumusannya:

1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimhangan Lahir Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat.

3.) Ir. Sukarno, tanggal 1 Juni 1945 menyatakan rumusannya:

1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Lima asas ini oleh Sukarno diberi nama Pancasila [7] dari bahasa Sansekerta yang berarti 5 prinsip sebagai pemersatu bangsa [8].

Menurut Bung Karno, Pancasila ini bisa diperas menjadi Trisila (3 Sila) yang terdiri dari: 1. Sosio-Nasionalisme, 2. Sosio-Demokrasi, 3. Ketuhanan, kemudian dapat diperas lagi menjadi 1 yang disebut Ekasila yaitu Gotong royong [9], gotong royong di sini memiliki arti bahwa kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus mampu saling membantu, saling melengkapi, saling mengasihi, dan saling menyayangi satu sama lain, dengan semangat gotong royong yang dilandasi oleh rasa persatuan dan kesatuan terhadap bangsa Indonesia maka kita ibarat seperti sapu lidi yang bersatu diikat oleh Pancasila, jika ikat tersebut lepas maka tercerai-berailah kita.

Pembentukan dan perumusan Pancasila dilandasi dengan semangat nasionalisme yang berkobar-kobar dalam jiwa dan raga para pahlawan kita. Setelah ditetapkan sebagai dasar negara dalam sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 [10].

Setelah Indonesia merdeka dan Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara maka dimulailah "petualangan" Pancasila sebagai media perekat persatuan bangsa, ketika banyak terjadi konflik yang menganggu stabilitas negara sejak Revolusi Nasional (1945-1949) hingga masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dan setelahnya, Pancasila masih tegak berdiri hingga hari ini, hingga detik ini ketika saya menulis artikel ini di Hari Kelahiran Pancasila yang ke-74 ini.

Setelah kita mengetahui sejarah singkat lahirnya Pancasila di atas dan isi dari Pancasila maka akan timbul pertanyaan di benak kalian, kok bisa sih urutannya seperti itu? Alasannya gimana? Di sini saya akan menjawab pertanyaan kawan-kawan semua. Kita bahas, sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", maksud dan tujuan sila pertama ini adalah agar seluruh masyarakat Indonesia memegang teguh kepercayaannya masing-masing serta wajib dan tunduk menjalankan perintah agamanya tanpa ada paksaan masing-masing seperti yang jelas tercantum dalam UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 22 ayat (1) dan (2), jika kita sudah mampu melaksanakan perintah dari agama kita masing-masing maka kita akan bisa bersikap menjadi orang yang beradab, sesuai dengan sila ke-2 yang berbunyi "Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab" jika sila pertama telah dijalankan maka akan timbul rasa sopan-santun, beradab, adil dan sifat positif lainnya dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang suku, ras, agama, status sosial, dan lain-lain. Jika kita tidak memandang suku, ras, agama orang lain maka akan timbul rasa persatuan dan kesatuan dalam diri, hal ini sesuai dengan isi dari sila ke-3 yaitu "Persatuan Indonesia" kita terdiri dari ±17 ribu lebih pulau, ratusan suku bangsa dan bahasa, dan jutaan penduduk kita harus tetap bersatu sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, jika kita bersatu maka kita akan menjadi bangsa yang besar. Selain itu dengan persatuan maka akan timbul juga rasa kebijaksanaan serta musyawarah dalam memutuskan suatu perkara, hal ini sesuai dengan isi dari sila ke-4 yaitu "Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan/Perwakilan" hal ini memaknai bahwa kita harus bijaksana dalam mengambil tiap keputusan serta selalu melakukan musyawarah terlebih dahulu dalam menentukan sebuah persoalan, dari persatuan itulah kita juga tak ingin ada 1 wilayah yang lepas dari Indonesia maka caranya adalah melakukan musyawarah dengan penduduk di sana dan kemudian memberikan kebutuhan yang mereka butuhkan secara bijaksana agar pemerintah tidak hanya terfokus pada 1 atau 2 wilayah saja. Dan yang terakhir adalah sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dari sila ke-4 kita tahu bahwa dalam mengambil keputusan harus dilakukan dengan cara musyawarah agar tercipta keadilan, dan di sila ke-5 ini jika keadilan ditegakan maka akan tercipta rasa damai dalam setiap lapisan rakyat Indonesia, dan juga masyarakat merasa bahwa mereka itu mendapat jaminan keadilan dari negara dan pemerintah.

Tetapi semua yang diharapkan belumlah berjalan baik karena hanya sebagian besar masyarakat yang menganggap penting Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara. Contohnya masih ada masyarakat yang hanya memeluk agama karena faktor mayoritas, sehingga ia tidak bisa menjalani ajaran agamanya dengan baik. Masih banyak juga manusia yang bersikap tidak adil terhadap sesama hanya karena perbedaan suatu hal. Masih banyak masyarakat yang terlibat aksi bentrok antar suku karena belum adanya kesadaran dan rasa persatuan. Masih sering juga kita liat aksi demo masyarakat karena tidak setuju dengan keputusan dari wakil-wakil mereka yang hanya mementingkan kepentingan individu atau kelompok tidak dengan jalan bermusyawarah. Sering juga kita dengar banyak masyarakat yang diperlakukan tidak adil di tempat bersosialnya karena faktor perbedaan ras.

Maka dari itu, kita sebagai warga Negara Indonesia yang baik, harus memahami dan serta menganggap penting Pancasila serta mengimplementasikannya kedalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu tujuan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia bisa terwujud. Kita sebagai warga negara memiliki tugas untuk menjaga integritas bangsa, menjaga persatuan kesatuan, menjaga Pancasila dan juga turut ikut serta dalam upaya bela negara seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (3) dan UUD 1945 Pasal 30 Ayat (1) [11].

Maka dari itu, di Hari Kelahiran Pancasila ini mari kita rapatkan barisan dan bergandengan tangan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kita mungkin terpisah oleh lautan dan selat-selat akan tetapi rasa persatuan dan kesatuan serta kecintaan kita terhadap bangsa Indonesia dan Pancasila amatlah besar dan tak akan terpisahkan oleh apapun. Dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote kita semua adalah saudara setanah air, bangsa Indonesia yang satu!

đź“ŚSumber:
[1] https://news.okezone.com/…/senator-aceh-rakyat-aceh-tuntut-…
[2] http://jambi.tribunnews.com/…/heboh-referendum-aceh-deretan…
[3] https://m.suara.com/…/heboh-mantan-panglima-gam-serukan-ace…
[4] Djoened, Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
[5] Gayo, Iwan. 2010. Buku Pintar Seri Junior. Jakarta: Pustaka Warga Negara.
[6] Gunawan, Restu, Amurwani Dwi Lestariningsih, dan Sardiman. 2016. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[7] http://abulyatama.ac.id/?p=5220
[8] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pancasila
[9] Adams, Cindy. 2018. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Yayasan Bung Karno.
[10] Gayo, Iwan. 1987. Buku Pintar Seri Senior. Jakarta: Iwan Gayo Associates.
[11] Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia. 2017. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2017. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.