Sang Putra Mahkota Membunuh Hakim Agung


Sang Putra Mahkota Membunuh Hakim Agung - Syafiuddin Kartasasmita lahir di Jakarta 5 Desember 1940, lulusan fakultas hukum Universitas Indonesia, menjalani karier di bidang penegakan hukum dengan posisi terakhir Ketua Muda Bidang Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Dalam sidang 22 September 2000, ia menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp30,6 miliar kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dalam kasasi kasus tukar guling tanah milik Bulog dengan PT Goro Batara Sakti.

10 bulan berselang, Syafiuddin tewas ditembak orang tak dikenal dalam perjalanan menuju kantornya. Tommy, sang putra mahkota Cendana atau putra bungsu mantan Presiden Soeharto, diduga sebagai otak pembunuhan ini, dan kelak dugaan itu dibuktikan oleh pengadilan.

Tanggal 26 Juli 2001, seperti biasa Syafiuddin Kartasasmita menjalani aktivitasnya. Pagi sekitar pukul 08.00 WIB, ia berangkat ke kantor dengan mobil. Syafiuddin tidak menyadari, maut sedang mengintai, ia diikuti oleh dua orang tak dikenal yang berboncengan mengendarai motor RX-King. Saat melintasi Jalan Sunter Raya, dekat Kemayoran, terdengar ledakan. Mobil Honda CRV berwarna silver dengan nomor polisi B 999 KZ itu menabrak warung rokok dan tempat tukang cukur. Rupanya, ban kanan belakang mobil itu kena tembak sehingga oleng.
Sempat terdengar teriakan minta tolong dari dalam mobil, namun tak lama karena motor RX-King sudah ada di depan mobil naas itu. Si pembonceng motor bergegas turun dan menodongkan senjata ke arah Syafiuddin yang masih berada di dalam mobil.

Seorang saksi mata menceritakan, “Ciri-ciri orang yang menodongkan senjata itu, dia tidak pakai helm, badannya besar, tingginya sekitar 170 cm, pakai jaket hitam, celana jeans biru, dan sepatu kets putih. Kulitnya coklat kehitaman. Dia berkumis tipis dan rambut cepak.” “Sedangkan pengendara yang memboncengkan mengenakan helm, jaket kulit hitam, dan celana jeans. Saya tidak memperhatikan sepatunya. Karena temannya turun,orang pakai helm itu juga turun. Dia menyandarkan motornya dalam keadaanhidup,” imbuhnya. Situasi di tempat kejadian perkara saat itu sebenarnya cukup ramai. Tapi tidak ada satu pun yang berani bertindak lantaran si pengendara RX-King mengacungkan pistol ke arah orang-orang di sekitar tempat itu. Tiba-tiba, serangkaian letusan tembakan mengagetkan semua orang. Syafiuddin ditembak, empat kali. Sejurus berselang, dua pelaku penembakan bergegas memacu motornya, melarikan diri.

Orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut langsung memberikan pertolongan. Syafiuddin masih bernafas saat itu, namun nyawanya tidak sempat terselamatkan. Sesampainya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, Syafiuddin telah wafat.

Misteri motif pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin terungkap setelah dua orang tersangka pelaku pembunuhan tertangkap sebulan kemudian. Keduanya mengaku disuruh Tommy Soeharto untuk menghabisi Syafiuddin dengan imbalan 100juta.

Tommy sempat mengajukan grasi kepada Presiden Gus Dur. Namun Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000 yang dirilis pada 3 November 2000. Selanjutnya, Tommy melarikan diri alias kabur.

Saat Polri melalui Tim Kobra dipimpin Tito Karnavian, Tim Khusus Pemburu Tommy sedang berusaha memburu Tommy, terjadilah peristiwa penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.

Setelah menjadi buronan selama 1 tahun lebih 22 hari, pencarian Tommy berakhir ketika polisi menyergapnya di sebuah rumah Jalan Maleo II No.9, Bintaro Jaya, Tangerang. Pada 28 November 2001, Tommy ditangkap saat tengah tertidur lelap.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum 15 tahun penjara. Tommy terbukti memiliki senjata api, memiliki amunisi, membunuh Hakim Agung Syafiuddin, serta melarikan diri dari jerat hukum.

Kendati di tingkat MA hukumannya kemudian dipangkas menjadi 10 tahun penjara saja. Ia pun harus menjalani masa bui di Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun, Tommy ternyata bebas lebih cepat setelah beberapakali mendapatkan potongan masa tahanan, tanggal 1 November 2006.

Artikel ini dirangkum dari
Sumber: Tirto.id , Kompasiana ,wikipedia