Berbeda Pilihan Jurusan Kuliah Dengan Orangtua: Bagaimana Cara Mengatasinya?



Berbeda Pilihan Jurusan Kuliah Dengan Orangtua: Bagaimana Cara Mengatasinya? - Lagi musim pendaftaran UTBK-SBMPTN ya, ada yang kasusnya kek gini; jurusan yang orangtua mau beda dengan yang kita mau. Bah, sakitnya sakit banget. 

Saya juga ngerasain, tapi udah bisa ngatasin, meskipun bedanya, saya dan orangtua beda pilihan tempat kuliah. 

Untuk pembuka, saya ingin mengatakan bahwa saya tak akan mengklaim ini bisa berhasil di semua orang. 

Tergantung tipe orangtua. 

Orangtua saya sendiri adalah orang yang konservatif, tidak pernah keluar dari zona sawah-pasar-rumah. 

Maka, ketika saya mengatakan saya akan kuliah, orangtua saya langsung memutuskan bahwa saya harus kuliah di daerah saya, yang dekat, tempat dimana saya masih bisa dipantau. Saya menolak, jelas. 

Di kabupaten saya tak ada perguruan tinggi negeri, adanya hanya swasta, tetapi orangtua saya bilang tak apa. Saya tetap kekeuh menolak, tidak mau; mahal. 

Saya takut tak bisa jajan jika kuliah di sana. 

Jadi, inilah dia; 


1. Pertama. Daftar aja di jurusan yang kamu mau, jangan beritahu orangtua dulu. Licik, iya. 

Tapi bukan berbohong, cuma belum memberitahu. Saran ini saya dapat dari guru saya. 

Dalam kasus saya, saya ini gengsinya selangit padahal tahu nilai pas-pasan dan berasal dari sekolah swasta pinggiran yang alumninya bahkan tidak ada yang kuliah di universitas besar, tapi saya tetap nekat mendaftar SNMPTN ke salah satu universitas yang katanya salah satu universitas terbaik di Indonesia (sombong dikit, uhuk). 

Lulus atau tidak urusan belakang, terobos aja dulu. Tapi, karena saya lagi-lagi hanya manusia belaka yang rakusnya nggak ketulungan, saya mendaftar di jalur lain; SPAN-PTKIN, universitas Islam negeri. 

Dan, dua-duanya lulus. Ngeri kali pokoknya masa-masa itu, runyam.

 Orang-orang bilang saya nekat, keluarga tidak ada yang setuju saya ambil PTN yang saya maksud, padahal sudah lulus. 

Sedangkan yang lewat jalur SPAN-PTKIN belum saya beritahu, takut makin bikin orangtua jantungan ngeliat anaknya yang pemalas ini ternyata pinter banget sampai bisa lulus dimana-mana.

Canda. Emang kebetulan lagi hoki aja. 

Cara pertama, gagal. Alasannya karena orangtua saya tidak tahu universitas yang saya maksud, tidak tahu apa itu jurusan yang saya ambil, dan takut anak gadis satu-satunya tidak ingat jalan pulang sebab tempatnya terlalu jauh untuk dikunjungi dengan si motor vario usang. Bah. 

Cara ini akan berhasil jika orangtua anda adalah tipe yang overproud, suka membanding-bandingkan anak, dan suka dengan pujian. Sudah ada yang melakukan, hikd. 



2. Cara kekanakan; menangis, merengek, mengancam bunuh diri, mogok makan, mengurung diri. 

Apakah saya melakukan ini? Ya, saya lakukan. Saya meminta izin seperti anak-anak merengek minta mainan, ngambek, tidak mau makan sebelum diantarkan, tidak mau melakukan apapun selain mengunci kamar tidur dan tidak bertemu siapapun, tidak berbicara, tidak berekspresi, bahkan tidak mau mandi (serius). 

Dan reaksi orangtua saya? Bodo amat. Hanya meninggalkan makanan di depan pintu setiap jam makan, dan mengabaikan saya seperti biasanya. Busetdah. 

Menyesal saya sering mengurung diri di hari-hari sebelumnya. Dikira dalam suasana yang biasa saja. 

Cara ini akan berhasil jika anda adalah anak yang aktif dan sering berbicara. 

Diam adalah lambang pemberontakan, wqwq. 

Juga jika orangtua anda adalah tipe yang gampang khawatir dan senang memanjakan anak-anaknya. 


3. Mulai bertindak. 

Baik, mari kita serius. Saya mulai berpikir, kenapa saya tidak juga diizinkan selain dengan alasan-alasan nggak banget semacam saya ini adalah anak perempuan mereka yang paling unyu-unyu yang akan dirindukan jika saya pergi dalam waktu yang lama, uhuk.

 Kenapa, gitu? 

Orangtua lain biasanya tidak mengizinkan untuk jurusan atau tempat tertentu karena ingin anaknya mengambil jurusan yang prospek kerjanya tinggi atau mengikuti jejak mereka. 

Sedangkan orangtua saya bukan tipe yang seperti itu, anda tanya apa itu farmasi pun mereka tak akan tahu, apalagi tahu bakalan kerjanya gimana. 

Dalam pandangan orangtua saya, kuliah saja sudah cukup, sebab itu mereka tidak peduli tempatnya mau bagus atau tidak, asal dekat. 

Dari sini, saya menarik kesimpulan bahwa saya tidak diizinkan pergi jauh sebab orangtua saya tidak tahu tujuan saya apa. 

Sembari menyiapkan berkas untuk daftar ulang, saya jelaskan untung-rugi kuliah di tempat pilihan saya, juga menjabarkan untung-rugi di tempat pilihan orangtua saya itu. 

Ternyata banyakan untung di tempat pilihan saya, wqwq. Kami juga mulai berbicara pelan, tanpa emosi, saling berbagi keinginan. 

Pelan-pelan, dengan penjelasan yang saya berikan sedikit demi sedikit, orangtua saya paham akan kemana saya melangkah. 

Saya jelaskan bagaimana saya akan hidup di tanah orang, mulai menunjukkan tindakan kemandirian (salah satu alasannya saya tidak dikasih ya ini) dengan mulai menyapu kamar setiap pagi, belajar memasak, mencuci selimut, bahkan mencuci piring sendiri. 

Hal-hal yang dulu tidak pernah saya lakukan, wqwqwq. 

Melihat ini, orangtua saya melihat bahwa saya punya keinginan kuat, jadi mulai dibantu mengurus hal-hal yang berkaitan, ehehe. 

Untuk orangtua yang keras dan toxic (tidak mau mendengar anak), saya sarankan untuk berbicara kepadanya melalui orang yang seumuran atau lebih tua.

 Saya melakukannya dengan bantuan kakak keempat saya (makasih kakak Joan yang paling pengertian) dan kakak dari ayah saya, dengan pola pikir yang dianggap sejalur atau sepantaran, orangtua akan lebih menerima daripada saat berbicara dengan anak yang dianggap tak bisa memikirkan apa-apa. 

Ini berhasil dalam beberapa situasi. 

Jadi, gitu. Intinya; ajak ngobrol. 

Terimakasih untuk orang-orang yang menyarankan ini, saya tidak bisa berterimakasih lebih banyak lagi. 

Ehehe. 


P.s : Ajak ngobrolnya sambil dibikinin mie pedas atau kopi juga membantu. Atau martabak sekalian, tingkat keberhasilannya 50% lebih tinggi. Ini enaq, btw.