Idul Adha: Ritual, Asal-usul & Tradisi - Halo sobat! Hari ini adalah hari peringatan yang sangat istimewa bagi saudara kita dari agama Islam, ya hari ini bertepatan dengan Hari Perayaan Idul Adha!
Sebenarnya bukan hanya mereka yang berbagama Islam saja, dalam tradisi Yudeo-Kristiani juga mengenal cerita yang sama dibalik perayaan ini, hanya saja peringatan tanggalnya yang berbeda, dalam tradisi Kristen peringatan ini jatuh pada perayaan Hari Jumat Agung, sebagai penggenapan dari pengubanan anak Abraham.
Yang kita bahas, tradisi ritual pengorbanan anak kepada yang dipuja. Ini sangat menyeramkan!
Mungkin jika kamu pecinta horor, pernah melihat ritual pengorbanan semacam ini, anak mereka dig*r*k sampai bercucuran d*rahnya, bedanya pada zaman dahulu yang sarat akan Paganisme, ritual ini dipersembahkan kepada dewa atau ilah yang mereka sembah, tetapi kalau di dunia okultisme sekarang, lebih banyak kepada penyembahan setan.
Lalu darimana sih tradisi ini berasal dan untuk apa dilakukan?
Dalam bahasa Latin, "sacrifice" berasal dari kata "sacra" artinya: suci, kudus, atau keramat, sedangkan "facere" artinya: melakukan. Jadi secara literal, sacrifice adalah melakukan sesatu yang suci, dalam konteks peng*rbanan manusia, artinya melakukan ritual suci melibatkan korban manusia.
Kata sacrifice ini juga akan mengalami perluasan makna, karena diserap oleh Kekristenan terlebih mengenai kurban ekaristi.
Sacrafice ini memiliki padanan kata dalam berbagai bahasa religius dunia seperti "Yajna" (India), "Thusia" (Yunani), "Qereb" (Ibrani) dan "Qurban" (Arab).
ASAL USUL RITUAL
Pada awalnya, pengorbanan ini dilakukan pada hewan, dengan cara m*nyembelihnya dan membaringkannya ke mezbah persembahan. Ritual hewan semacam ini hampir dilakukan semua kebudayaan di dunia, artinya ritual ini menyentuh semua lapisan peradaban dunia termasuk Israel, Arab, Eropa, Afrika, Asia, dan Meso-Amerika.
Salah satu pengusung teori asal usul pengorban ini adalah Walter Burkert, awalnya peng*rbanan ini bermula saat manusia masih zaman perabadan berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering).
Manusia yang berburu hewan-hewan mulai merasakan bahwa mereka telah bersalah memburu para hewan tersebut sehingga untuk menebusnya, mereka akhirnya melakukan ritual. Bukti dari teori ini adalah ritual Dipoliea pada saat festival Athena, dalam satu putaran terbatas, seekor lembu jantan (perhatikan lembu jantan, bukan betina yang gaada akhlak) dis*mbelih dalam ritual.
Memasuki zaman perbadanan sejarah, saat manusia sudah mengenal tulisan, ritual ini dilakukan terus menerus di Yunani sampai ke perabadan Yunani Kuno, dan ketika bangsa Yunani mulai melakukan eksodus, dan perluasan budaya, ritual ini diperkenalkan ke peradaban budaya lainnya termasuk Israel.
PENG*RBANAN MANUSIA
Setelah perbadaban manusia semakin tinggi, kepercayaan manusia mulai meningkat, bukan hanya sebatas percaya pada sosok ghaib, namun sudah mulai mendefinisikan mereka, lahirlah perbadaban politeisme yang sebenarnya berbarengan dengan monoteisme.
Makhluk supranatural mulai diciptakan atau mulai mereka identifikasi, baik dari pengalaman transendental maupun karya imajiner manusia itu. Melahirkan banyak sekali dewa-dewa, seorang dewa seakan bersaing dengan dewa lain, dan dewa tersebut melahirkan dinasti para dewa, ada Bapa Dewa (misalnya Zeus), Ibu Dewa (misalnya Rea) dan anak Dewa (misalnya Apollo).
Para dewa itu disembah, punya ritual masing-masing sekaligus kurban. Akan tetapi, tampaknya para dewa menginginkan sesuatu yang terbaik dari darah kurban, yaitu d*rah manusia, dengan berbagai alasan.
Disinilah ide kurban manusia bermula. Beberapa alasan peng*rbanan manusia.
1. Dedikasi kepada para dewa, yaitu memberikan kurban sebagai tanda ketaatan. Semakin berharga manusia itu pada seorang pengurban maka semakin taat, pemikiran inilah yang melahirkan pengurbanan anak yang dianggap paling berharga.
2. Dedikasi pada tempat keramat, yaitu ketika membangun kuil atau jembatan. Ini agar tempat tersebut tidak memakan korban.
3. Dedikasi saat raja meninggal, ini dilakukan pada saat manusia sudah mengenal sistem kenegaraan.
4. Pengorbanan manusia setelah mendapat bencana alam, ini karena mereka berpikir dengan memberikan d*rah manusia, roh-roh tidak akan marah lagi.
Tradisi ini akhirnya masuk dalam pemikiran agama monoteisme, salah satu yang paling terkenal adalah kisah pengorbanan anak dari seorang Nabi Abraham yang berasal dari Ur, Kasdim sekitar tahun 1800 BC. Perlu diketahui dalam pemikiran tradisi Yahudi, peng*rbanan sama sekali tidak bermaksud untuk menyenangkan Tuhan seperti politeisme.
Sekalipun dipahami Abraham diminta mengurbankan anaknya, tidak semata-mata untuk mengetahui kesetiaan atau loyalitas Abraham kepada Tuhan. Yahudi percaya Tuhan Mahatahu, dan tanpa ujian semacam itu, tentulah Dia tahu Abraham akan setia.
Tapi masalahnya bukan pada kemahaatahuan Tuhan itu tetapi ketidaktahuan manusia itulah yang membuat Tuhan meminta Abraham mengurbankan anaknya. Inilah yang dipahami Yahudi sebagai mesias, karya penebusan dosa, manusia dalam ketidaktahuannya sedang diberitahu Tuhan bahwa seperti anak Abraham, akan ada anak domba (mesias) yang datang dari Tuhan untuk menghapus dosa manusia.
Nah sebelum mesias datang, tradisi menghapus dosa dilakukan orang Yahudi dengan menyembelih lembu jantan melalui para imam.
Cerita ini kemdian diteruskan oleh agama Kristen melalui Yesus Kristus, dan diperingati pada Hari Raya Jumat Agung dan setiap minggu pada Misa Sakramen Ekaristi.
600 tahun berlalu, tradisi cerita serupa diwarisi oleh Islam, hanya saja dalam pandangan Islam, kurban tidak dipahami sebagai penghapusan dosa dan yang dikurbankan Ibrahim masih dalam perbedatan, sebagian percaya ia adalah Ishak, yang lain percaya adalah Ismail. Siapapun dia, pada akhirnya baik Ishak maupun Ismail tidak ada yang jadi dikurbankan, melainkan digantikan oleh domba saat ini sapi (biasanya) yang kita makan setiap tahun.
Selamat Idul Adha teman-teman!
Note: Hal ini saya ambil dalam beberapa versi ya, jika salah bisa ikutisumber yang lain yang menurut kalian benar.