Reformasi Dikorupsi : Amanat Rakyat Yang Tak Dirawat

 


Reformasi Dikorupsi : Amanat Rakyat Yang Tak Dirawat - Dua dekade reformasi telah berlalu, semenjak Presiden Soeharto mengundurkan diri atas mandatnya banyak terjadi ketidak stabilan secara politik, sosial dan ekonomi. Setidaknya 4 mahasiswa Trisasakti menjadi korban keganasan sistem kediktatoran penguasa.

Setelah B.J Habibie menjabat menjadi presiden, beliau langsung melakukan langkah penstabilan ekonomi, pembukaan  ruang kritik,  dan pembangunan yang transformatif. Ini semua menyusul tuntutan rakyat yang digaungkan oleh mahasiswa melalui beberapa aksi yang tak cukup dibayar dengan argumen namun juga nyawa.

Hingga era saat ini, reformasi hanya terasa diawal namun terulang kembali  rasa pembungkaman dan neo-KKN.

Dimulai dari kasus kematian pejuang HAM Munir Said Thalib akibat diracun didalam pesawat. Penetapan tersangka hanya sebatas pilot dan Dirut Garuda yang kemudian tidak ada korelasi antara pekerjaan yang Munir dalami dengan kedua tersangka tersebut. 

Sehingga dapat dipetik benang merah, hadirnya aktor intelegent dan penguasa pada masa itu ikut campur dalam pembungkaman dan kematian Munir.

Disambung kasus Proyek Hambalang yang menelan kerugian 463 Miliar memberikan efek shock pada rakyat. Kasus Jiwasraya yang menelan kerugian hingga 16,81 Triliun dan kasus E- KTP dengan kerugian senilai 2,3 Triliun. Seakan para pemegang kekuasaan mengganggap uang rakyat sebagai aset pribadi. 

Banyak aktor petinggi partai maupun anggota dewan terseret kasus ini. Itu membuktikan bahwa, reformasi benar benar dikorupsi.

Pembungkaman narasi - narasi yang bersebrangan dengan lawan politik juga menjadi senjata para penguasa seperti kasus pembungkaman diskusi di FH UGM oleh para oknum dibawah para penguasa atas dasar rawan makar.

 Banyak juga mahasiswa yang melakukan aksi ditangkap oleh aparat karena tuduhan melakukan tindakan krimina. Ruang untuk kritis mulai mengalami pembatasan karena mereka para penguasa takut akan terungkapnya beberapa hal yang memang menjadi borok kebrobokan sistem pemerintahan.

Hukum juga mengintimidasi para lawan politik dan golongan sosial kelas bawah. Seperti kasus nenek Asyani yang mencuri kayu bakar dan divonis 1 tahun, penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan hingga drama penangkapan bertahun - tahun seakan akan ditutupi berujung hanya 1 tahun tuntutan pada tersangka penyiraman.

Ranah politik juga didasari atas golongan dan partai yang punya kepentingan masing - masing. Seperti saling olok antar koalisi karena mahar politik yang tak sesuai hingga cemoohan jendral kardus dan lain - lain bertebaran. 

Seolah - olah Negara hanya milik elite politik dan partai yang saling serang dibumbui kepentingan rakyat yang mereka gaungkan sedangkan tidak ada rakyat yang merasa haknya  diperjuangkan.

Mahar menjadi modal utama untuk memerintah, jajaran menteri yang tak diisi oleh ahli dibidangnya menandakan uang lebih utama dari kesejahteraan rakyat. Para wakil rakyat yang duduk di legislatif membuat peraturan yanh terkadang memberi efek kejut kepada rakyat karena ketidak berpihakanya. 

Sebut saja aksi yang digelar oleh aliansi mahasiswa tahun lalu untuk membatalkan RUU yang dianggap karet dan sedikitnya edukasi oleh DPR.

Setidaknya atas kegaduhan dan gagalnya reformasi yang diinginkan rakyat, menjadikan Indonesia menjadi terhambat dalam percepatan perbaikan ekonomi. Karena neo - KKN menyebabkan kemiskinan yang terstruktural dan berangsur - angsur selama beberapa dekade.

Bukan tidak mungkin Reformasi kembali digaungkan dengan lebih masif dan represif. Jika tidak ada pembenahan lebih lanjut atas sistem sosial - politik yang ada.

Lebih baik menjadi singa satu hari, daripada harus menjadi kambing untuk selamanya.


Sc : Kompas, CNN, dan lainya.