Pantaskah Pelaku Kekerasan Sksual Mendapat Panggung dan Tampil di TV?

 

Saipul Jamil Saat Disambut di TV

Pantaskah Pelaku Kekerasan Sksual Mendapat Panggung dan Tampil di TV? - “Cuma di negeri ini, eks narapidana diarak dengan mobil mewah dan dikalungi bunga layaknya pemenang emas olimpiade. Sedangkan atlet olimpiade kemarin saat pulang malah dibully body shamming,” celetuk salah satu netizen.

Data menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia masih sangat tinggi

Pada paruh pertama tahun 2020 kemarin, angka kekersan sksual pada anak di Indonesia masih terbilang tinggi. Periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mencatat sekitar 4.116 kasus kekerasan pada anak. Data tersebut baru mengacu pada sebagian kecil kasus yang berhasil dilaporkan dan ditangani oleh pihak berwenang.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simofoni PPA) per 1 Januari sampai 31 Juli 2020, terjadi 3.296 kasus kekerasan terhadap anak perempuan dan 1.319 kasus kekerasan terhadap anak laki-laki. Sedangkan per tanggal 23 Juli 2021, tercatat sebanyak 5.436 kasus kekerasan terhadap anak.


Masih ingat dengan Saipul Jamil? Mantan narapidana p*ncabulan anak di bawah umur dinyatakan bebas dari penjara

Belakangan ini, kita disuguhkan dengan pemberitaan mengenai dirinya yang baru saja dinyatakan bebas dari penjara. Pemberitaan tersebut mewarnai sejumlah headline berita di berbagai media, salah satunya televisi. Saipul Jamil dijemput bak pahlawan, lengkap dengan kalung bunga di leher dan diarak menggunakan mobil Porsche merah.

Momen tersebut kemudian menjadi perbincangan, banyak masyarakat yang menyayangkan aksi penyambutan Saipul Jamil yang terkesan meriah untuk seorang mantan narapidana pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur.

Tak hanya itu, keinginan dirinya untuk kembali berkarir di dunia hiburan menimbulkan reaksi pro dan kontra dari berbagai pihak. Ya, mengingat kasus yang sempat menjeratnya merupakan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Maka, sangat tidak etis jika dirinya (pelaku) muncul wara-wiri di televisi, sedangkan korban harus hidup dalam belenggu trauma.

Lantas, bagaimana jika pelaku kekerasan sksual yang kebetulan seorang “publik figur” kembali muncul di televisi? Pantaskah?

Kemunculan Saipul Jamil di beberapa stasiun televisi, menuai kecaman dari sejumlah kalangan masyarakat. Pro dan kontra mengenai kemunculannya di televisi ramai diperbincangkan. Bahkan, salah satu petisi untuk memboikot Saipul Jamil sudah ditandatangani lebih dari 521.000 kali.

Tak hanya itu, pakar seksolog kenamaan, Zoya Arimin juga turut mengecam pelaku kekerasan sksual untuk tampil di televisi. Zoya mengaku geram ketika melihat Saipul Jamil justru disambut baik untuk tampil lagi di televisi. Terlebih, Saipul Jamil menyebutkan kasus hukumnya sebagai sebuah cobaan hidup.

"Siapalah saya ngatur-ngatur TV Nasional yah? Mendampingi korban kekerasan seksual (dewasa atau anak dibawah umur), saya sedih dan marah melihat pelaku-pelaku yang sudah merebut rasa aman seseorang malah diberi ruang yang dapat memicu kembali trauma korban secara berulang-ulang," pungkasnya.

Berbeda dengan Zoya Arimin, sutradara kondang Angga Sasongko mengambil langkah tegas, menyikapi hadirnya Saipul Jamil di televisi. Lewat akun Twitter-nya, Angga Sasongko menyampaikan untuk memberhentikan semua percakapan mengenai kesepakatan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara dengan stasiun televisi terkait.

"Menyikapi hadirnya Saiful Jamil di televisi dengan cara yang tidak menghormati korban, maka kami memberhentikan semua percakapan kesepakatan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara dengan stasiun televisi terkait karena tidak berbagi nilai yang sama dengan karya kami yang ramah anak," cuitan Angga di akun twitternya.

Walaupun sudah banyak yang mengecam Saipul Jamil untuk tidak muncul di televisi. Namun, masih ada saja stasiun televisi yang mengundang Saipul Jamil sebagai bintang tamu. Lantas, apa yang sebenarnya dicari oleh stasiun televisi ini, ratingkah? Lalu, bagaimana dengan nasib dan trauma korban? Adakah yang peduli?


TV hanya mengejar rating? Lalu, apalah arti trauma bagi korban!

Seperti yang kita ketahui, kebanyakan media televisi sekarang hanya mementingkan soal rating. Sehingga, mereka berlomba-lomba membuat berbagai acara televisi tanpa memperhitungkan dampaknya. Istilahnya, selagi mendapat rating tinggi, mau mendidik atau tidak yang penting bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Sama halnya dengan mengundang Saipul Jamil ke televisi. Dia jelas-jelas adalah seorang mantan narapidana pelaku pencabulan anak di bawah umur, kemudian dibiarkan tampil di TV. Ada apa dengan pertelevisian kita?

Bayangkan, trauma yang dialami korban sedang dalam proses sembuh, yang kemudian terpicu kembali ketika melihat pelaku muncul di televisi. Kira-kira bagaimana perasaan korban?

Korban akan kembali mengingat kejadian yang pernah menimpanya. Tak hanya itu, akan muncul rasa tertekan, depresi, merasa tidak aman, merasa rendah diri, kotor dan hina, bahkan bisa muncul keinginan untuk melukai diri atau b*nuh diri.

Apakah karena dia artis, maka kejahatannya tidak menjadi masalah? Ataukah karena media seperti televisi hanya mementingkan nilai "jual" sang pelaku yang kebetulan "artis", tanpa mementingkan bagaimana keadaan korban yang sedang bergumul melawan traumanya.

Ingat, trauma yang dialami oleh korban kekerasan seksual tidak dapat hilang atau sembuh total. Tetapi, dengan adanya support system dan berkonsultasi ke psikolog secara berkala, maka sang korban bisa hidup berdaya dan bermakna sambil terus berproses menyembuhkan traumanya.


Yang menjadi pertanyaan adalah kemana KPI?

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas untuk mengatur segala hal mengenai penyiaran di Indonesia, mulai dipertanyakan keberadaannya. Lantas, bagaimana tanggapan KPI?

Agung Suprio sebagai Ketua KPI kemudian memberikan tanggapannya perihal larangan Saipul Jamil untuk kembali tampil di televisi. Berdasarkan peraturan, tidak ada larangan bagi artis untuk tampil di televisi karena kesalahan masa lalunya, termasuk Saipul Jamil.

"KPI memiliki Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang mengatur tayangan di televisi maupun radio. P3SPS tidak melarang artis ataupun orang yang karena masa lalunya pernah dipenjara, untuk tidak boleh tampil di layar kaca. Jadi sekali lagi saya tegaskan, tidak ada larangan untuk artis yang punya masalah, pernah dipenjara," ucap Agung Suprio.

Wah! Keren ya, seorang pelaku kekerasan seksual diberi panggung untuk berlalu-lalang di televisi. Sehatkah?

Dengan memberikan panggung bagi pelaku, hal tersebut berpotensi menimbulkan asumsi publik bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak merupakan hal yang lumrah. Pemberian panggung atau glorifikasi pada Saipul Jamil, bisa memberi ruang bagi pelaku lain. Jadi, jika masih ada pembiaran begini, maka jangan heran jika kasus-kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia masih tinggi.

Maka dari itu, siapa pun pelaku kekerasan seksual dan apapun jenis pekerjaannya. Entah dia artis, tokoh politik, pengusaha, pejabat, dan lain sebagainya, sangat TIDAK LAYAK mendapat panggung untuk berlalu-lalang dengan bahagia di televisi, sementara korbannya masih terus merasakan trauma.