Kode Etik Jurnalistik dan Kekuatannya di Mata Hukum

 


Kode Etik Jurnalistik dan Kekuatannya di Mata Hukum - Era digital yang berkembang dengan pesat saat ini, mendorong manusia untuk lebih concern terhadap kebebasan berpendapat atau yang lebih dikenal dengan istilah Freedom of Speech. Kemerdekaan berpendapat, berkumpul, mengeluarkan ekspresi sebebas bebasnya merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh Pancasila, UUD 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. 

Salah satu wujud dari kebebasan berpendapat ini adalah kebebasan pers. Kemerdekaan pers berguna sebagai media masyarakat umum untuk mendapatkan informasi serta sarana komunikasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. 

Untuk mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan juga menyadari adanya tanggung jawab moral dan kepentingan bangsa yang diemban. Sehingga, dalam melaksanakan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang dengan menjunjung tinggi profesionalitas dan bersifat terbuka agar dapat dikontrol oleh masyarakat. Oleh sebab itu, wartawan Indonesia memiliki Kode Etik Jurnalistik yang harus mereka taati.

Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa ternyata dunia jurnalistik memiliki Kode Etik. Contohnya seperti kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu PSSI yang melaporkan program Mata Najwa karena telah melindungi identitas wasit yang menjadi narasumber dalam kasus pengaturan skor. Padahal sudah dijelaskan oleh Najwa Shihab selaku pembawa acara bahwa melindungi identitas narasumber yang tidak ingin diungkapkan juga merupakan salah satu kode etik yang harus ditaati oleh seorang jurnalis.

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa :

Wartawan Indonesia Memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Hak tolak ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh karena itu, hak tolak ini memiliki keabsahan dan kekuatan hukum karena telah diakui secara sah oleh Undang-Undang.

Meskipun demikian, PSSI tetap melaporkan Mata Najwa ke Pengadilan dengan tujuan untuk menggugurkan hak tolak yang dimiliki Mata Najwa. Melalui kasus ini, dapat kita nilai sendiri bahwa masih ada oknum oknum yang berusaha melucuti kebebasan pers yang nantinya akan berdampak pada dikekangnya kebebasan masyarakat untuk mengemukakan pendapat atau mendapatkan informasi yang layak.