Ahok hari ini bebas. Ia memulai kehidupan yang baru. Saya yakin banyak teman-teman berucap syukur atas kebebasannya. Ada kegembiraan. Ada eforia juga.
Yang perlu dipahami, suasana politik saat Ahok terpeleset sampai akhirnya menginap di Mako Brimob, sampai sekarang belum berubah jauh. Waktu itu Pilkada Jakarta. Agama dijadikan tameng untuk memporak porandakan ibukota.
Sekarang suasananya Pilpres. Orang-orang yang dulu berhadapan dengan Ahok, kini berdiri di barisan lawan Jokowi. Mereka akan memanfaatkan setiap celah untuk kembali lagi membakar suasana dengan isu agama.
Posisi Ahok, serba salah. Apalagi jika kita masukkan persoalan pribadinya dengan istri barunya. Isu itu akan digoreng habis-habisan seperti bawang. Sekarang sudah mulai diangkat. Gak jauh. Isunya agama lagi.
Isu tersebut dimanfaatkan untuk ditembakkan kepada Jokowi. Sama seperti saat Pilkada kemarin. Aksi 212 diarahkan untuk menembak istana.
Kadang-kadang eforia kita jugalah yang membuat lelaki seperti Ahok tersiksa. Ia terhalang untuk tampil otentik. Terhalang untuk bisa menikmati kebahagiaan bersama orang-orang terdekatnya. Karena kita selalu menguntitnya. Selalu kepo dengan apa yang akan dilakukan Ahok.
Ia ada di tengah-tengah masyarakat yang gumunan. Masyarakat yang heboh dengan ego dan isi kepalanya sendiri. Masyarakat yang sedang demam politik elektoral. Sekaligus ia hidup di tengah para srigala pengasong agama yang sedang mencari celah untuk melahap mangsanya.
Sudah saatnya kita bebaskan Ahok sekarang. Ia memang telah kekuar dari Mako Brimob. Menghabiskan masa tahannya. Tapi, sebaiknya kita jangan lagi mengkerangkengnya dengan keinginan-keinginan kita terhadap Ahok. Kita jangan memenjarakannya dengan keinginan kita dia harus begini, harus begitu.
Dia mau nikah, kek. Mau pindah agama. Atau istrinya yang pindah agama. Biarlah itu menjadi wilayah personalnya. Bukan urusan kita.
Ahok menjadi 'kita' selama ia menjadi pejabat publik. Tapi sebagai pribadi, sebaiknya kita biarkan ia menjadi dirinya sendiri. Dengan harapan dan mimpinya sendiri. Dengan kebahagiaan dan kesedihannya sendiri.
Biarkan Ahok bebas. Biarkan ia menikmati kebahagiaan dengan keluarganya dan orang-orang yang dicintainya. Biarkan ia berjalan dengan pilihan hidupnya yang baru.
Tahanlah diri untuk menjadikan apa saja tentang Ahok menjadi konsumsi publik. Kita mau Ahok bebas dari penjara. Tapi terkadang, sikap dan kekepoan kita malah membuat penjara baru buat dirinya.
"Mas, kalau Rizieq bebas apa gak?," ujar Abu Kumkum.
Sumber: Eko Kuntadhi