Serangan ke Pearl Harbour (disebut Operasi Hawaii atau Operasi AI oleh Mabes Umum Kekaisaran Jepang (Operasi Z dalam perencanaannya) dan Pertempuran Pearl Harbour) adalah serangan militer mendadak yang dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap pangkalan AL Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii, pada pagi hari tanggal 7 Desember 1941 (8 Desember di Jepang). Serangan tersebut dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar Armada Pasifik AS tidak ikut campur dalam aksi-aksi militer yang sedang direncanakan Kekaisaran Jepang di Asia Tenggara terhadap wilayah-wilayah jajahan Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat.
Pangkalan tersebut diserang oleh 353 pesawat tempur, pembom dan pesawat torpedo Jepang dalam dua gelombang, yang diluncurkan dari enam kapal induk. Kedelapan kapal perang Angkatan Laut AS rusak, dengan empat di antaranya tenggelam. Dari kedelapan kapal ini, dua diangkat ke permukaan, empat diperbaiki, enam kapal tempur kembali bertugas dalam perang. Pihak Jepang juga menenggelamkan atau merusak tiga kapal penjelajah, tiga kapal perusak, sebuah kapal latih anti-pesawat, dan satu kapal penebar ranjau. 188 pesawat AS dihancurkan; 2.402 orang Amerika tewas dan 1.282 terluka. Gardu listrik, galangan kapal, fasilitas-fasilitas perawatan, penyimpanan bahan bakar dan torpedo, juga dermaga kapal selam dan bangunan markas besar (yang juga merupakan rumah dari seksi intelijen) tidak diserang. Kerugian Jepang adalah ringan: 29 pesawat dan lima kapal selam mini hilang, dan 65 anggota tewas atau terluka. Satu pelaut Jepang ditangkap.
Serangan tersebut menjadi kejutan yang sangat mendalam bagi rakyat Amerika dan menjadi penyebab langsung terjunnya Amerika ke kancah Perang Dunia II di mandala Pasifik dan Eropa. Di hari berikutnya (8 Desember), Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Dukungan terhadap kebijakan isolasionisme Jepang yang tadinya kuat telah menghilang. Dukungan diam-diam bagi Inggris (contohnya Patroli Kenetralan) digantikan oleh persekutuan aktif. Operasi-operasi berikutnya dari AS membuat Jerman dan Italia menyatakan perang terhadap AS pada tanggal 11 Desember yang langsung diladeni oleh AS pada hari itu juga.
Ada banyak preseden bersejarah bagi aksi militer mendadak Jepang tersebut. Bagaimanapun, kurangnya peringatan resmi, terutama ketika negosiasi sedang berlangsung, membuat Presiden Franklin D. Roosevelt menyatakan tanggal 7 Desember 1941 sebagai “tangggal yang akan hidup dalam keburukan”.
Latar belakang konflik
Mengantisipasi perang
Serangan terhadap Pearl Harbour dimaksudkan untuk menetralisir Armada Pasifik AS, dan maka dari itu melindungi gerak maju Jepang ke Malaya dan Hindia Timur Belanda, di mana dia mencari akses ke sumber daya alam seperti minyak dan karet. Perang antara Jepang dan Amerika Serikat telah menjadi suatu kemungkinan yang telah disadari oleh masing-masing bangsa (dan mengembangkan rencana-rencana persiapan untuknya) sejak tahun 1920an, walaupun ketegangan-ketegangan tidak menjadi lebih serius sampai invasi Jepang ke Manchuria pada tahun 1931. Sepanjang dekade berikutnya, Jepang terus melebarkan invasinya ke Cina, yang menyebabkan perang habis-habisan pada tahun 1937. Jepang mengerahkan upaya yang lumayan besar mencoba untuk mengisolasi Cina dan memperolah kemerdekaan sumber daya yang memadai untuk meraih kemenangan di daratan utama; “Operasi Selatan” dirancang untuk membantu upaya-upaya ini.
Sejak bulan Desember 1937, kejadian-kejadian seperti serangan Jepang terhadap USS Panay dan Pembantaian Nanking (lebih dari 200.000 orang tewas dalam pembantaian tanpa pandang bulu tersebut) membuat pandangan masyarakat Barat berbalik tajam terhadap Jepang dan meningkatkan rasa takut akan ekspansi Jepang, yang membuat Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis menyediakan bantuan pinjaman untuk kontrak-kontrak pasokan perang ke Republik Cina.
Pada tahun 1940, Jepang menginvasi Indocina Prancis dalam upaya untuk mengendalikan pasokan-pasokan yang mencapai Cina. Amerika Serikat menghentikan pengiriman pesawat, suku cadang, peralatan perkakas, dan bahan bakar pesawat yang ditangkap Jepang sebagai tindakan tidak bersahabat. AS tidak menghentikan ekspor minyak ke Jepang pada waktu itu sebagian karena sentimen yang berlaku di Washington yang menganggap tindakan seperti itu adalah langkah yang ekstrim dikarenakan ketergantungan Jepang akan minyak dari AS, dan kemungkinan akan dianggap sebagai provokasi oleh Jepang.
Pada awal tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt memindahkan Armada Pasifik ke Hawaii dari pangkalan sebelumnya di San Diego dan memerintahkan peningkatan kekuatan militer di Filipina dengan harapan dapat menggentarkan agresi Jepang di Timur Jauh. Karena komando tinggi Jepang (secara salah) yakin serangan terhadap koloni-koloni Inggris di Asia Tenggara akan melibatkan AS dalam perang, sebuah serangan pencegahan yang menghancurkan terlihat sebagai satu-satunya cara untuk menghindari campur tangan AL AS. Sebuah invasi ke Filipina juga dianggap penting oleh para perencana perang Jepang. Rencana Perang Orange AS telah merencanakan mempertahankan Filipina dengan pasukan elit berkekuatan 40.000 orang. Rencana ini ditentang oleh Douglas MacArthur, yang merasa bahwa ia membutuhkan pasukan yang berjumlah sepuluh kali lipat dari itu, dan tak pernah dilaksanakan. Pada tahun 1941, para perencana AS mengantisipasi untuk meninggalkan Filipina pada saat perang pecah dan perintah-perintah untuk melaksanakannya diberikan pada akhir 1941 untuk Laksamana Thomas Hart, komandan Armada Asiatik.
AS menghentikan ekspor minyak ke Jepang pada bulan Juli 1941, menyusul ekspansi Jepang ke Indocina Prancis setelah jatuhnya Prancis, sebagian juga dikarenakan pembatasan baru Amerika bagi konsumsi minyak dalam negeri. Hal ini menyebabkan Jepang melanjutkan rencananya untuk merebut Hindia Timur Belanda, sebuah wilayah yang kaya minyak. Jepang dihadapkan dengan pilihan untuk mundur dari Cina dan kehilangan muka atau merebut dan mengamankan sumber-sumber baru bahan mentah di koloni-koloni eropa yang kaya akan sumber daya alam di Asia Tenggara.
Perencanaan awal untuk serangan ke Pearl Harbour untuk melindungi gerakan ke “Kawasan Sumber Daya Selatan” (istilah pihak Jepang untuk Hindia Timur Belanda dan Asia Tenggara pada umumnya) telah mulai sangat awal pada tahun 1941 di bawah persetujuan-persetujuan dari Laksamana Isoroku Yamamoto, yang pada waktu itu mengomandani Armada Gabungan Jepang. Dia memenangkan persetujuan untuk perencanaan dan pelatihan formal untuk sebuah serangan dari staf Umum AL Kekaisaran Jepang hanya setelah banyak adu pendapat dengan Mabes Angkatan Laut, termasuk mengancam akan melepas jabatannya. Perencanaan skala penuh mulai berjalan pada awal musim semi tahun 1941, terutama oleh Kapten Minoru Genda. Para staf perencanaan Jepang mempelajari serangan udara Inggris di tahun 1940 terhadap armada Italia di Taranto secara intensif. Hal ini sangat berguna bagi mereka ketika merencanakan serangan mereka terhadap pasukan laut AS di Pearl Harbor.
Setelah beberapa bulan kemudian, pilot-pilot sudah dilatih, peralatan sudah diadaptasikan, dan data intelijen dikumpulkan. Di luar persiapan ini, rencana serangan tidak di setujui oleh Kaisar Hirohito sampai tanggal 5 November, setelah tiga dari empat Konferensi Kekaisaran meminta untuk mempertimbangkan permasalahan itu. Persetujuan akhir tidak diberikan oleh kaisar sampai tanggal 1 Desember, setelah mayoritas pemimpin-pemimpin Jepang menasehatinya kalau “Catatan Hull” akan “menghancurkan hasil-hasil dari insiden Cina, membahayakan Manchukuo dan merusak kendali Jepang terhadap Korea.”
Pada akhir tahun 1941, banyak pengamat percaya bahwa perang antara AS dan Jepang sudah sangat dekat. Sebuah angket Gallup sesaat sebelum serangan ke Pearl Harbour menemukan bahwa 52% warga Amerika megharapkan perang dengan Jepang, 27% tidak mengharapkan perang, dan 21% tidak tahu. Walaupun sementara itu pangkalan-pangkalan Pasifik AS berkali-kali ditempatkan dalam posisi siaga, para pejabat AS meragukan kalau Pearl Harbour akan menjadi sasaran pertama. Mereka mengharapkan Filipina yang akan diserang duluan. Anggapan ini disebabkan oleh bahwa lanud-lanud di seluruh negeri itu dan pangkalan AL di Manila berada di jalur laut di mana kapal-kapal yang membawa pasokan bagi Jepang dari wilayah selatan melewatinya. Mereka juga salah mengira kalau Jepang tak mampu melakukan lebih dari satu operasi besar maritim sekaligus.
Serangan tersebut memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, dimaksudkan untuk menghancurkan unit-unit penting armada Amerika, dan akan menghalangi Armada Pasifik untuk campur tangan dalam penaklukan Hindia Timur Belanda dan Malaya oleh Jepang. Kedua, diharapkan untuk mengulur waktu bagi Jepang untuk mengkonsolidasi posisinya dan meningkatkan kekuatan AL-nya sebelum pembuatan kapal yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Vinson-Walsh pada tahun 1940 menghapus kesempatan untuk meraih kemenangan. Terakhir, dimaksudkan untuk meruntuhkan semangat warga Amerika, yang akan mengurungkan niat Amerika melakukan peperangan yang menjangkau daerah barat Samudera Pasifik dan Hindia Timur Belanda. Untuk memaksimalkan efek peruntuhan moral itu, kapal-kapal tempur dipilih sebagai sasaran utama, karena mereka adalah kapal-kapal kebanggaan bagi angkatan laut manapun. Maksud keseluruhannya untuk memungkinkan Jepang agar dapat menaklukkan Asia Tenggara.
Menyerang Armada Pasifik yang sedang buang sauh di Pearl Harbour memiliki dua kekurangan yang nyata: kapal-kapal sasaran berada perairan yang sangat dangkal, sehingga mudah untuk diangkat dan diperbaiki bila tenggelam; dan sebagian besar awaknya akan selamat dari serangan, karena banyak dari mereka akan cuti atau diselamatkan oleh rekan di darat. Kekurangan lainnya lagi, tentang waktu, dan diketahui oleh pihak Jepang—adalah absennya ketiga kapal induk Armada Pasifik AS di Pearl Harbour (Enterprise, Lexington, dan Saratoga). Ironisnya, para pemimpin tingkat atas IJN sangat menjiwai doktrin “pertempuran yang menentukan” oleh Laksama Mahan—terutama yang menyinggung tentang menghancurkan sebanyak mungkin kapal tempur—yang di luar kekhawatiran-kekhawatiran ini, Yamamoto memutuskan untuk tetap melanjutkan rencananya.
Jepang percaya akan kemampuan mereka untuk memenangkan perang dalam waktu singkat yang juga berarti sasaran-sasaran lain di pelabuhan, terutama galangan kapal AL, kompleks penyimpanan minyak, dan pangkalan kapal selam, bisa untuk tidak dihiraukan, karena—menurut pikiran mereka—perang akan berakhir pada saat pengaruh fasilitas-fasilitas ini bisa dirasakan.
Pada tanggal 26 November 1941, sebuah satuan tugas Jepang (Pasukan Penyerang) yang terdiri dari enam kapal induk (Akagi, Kaga, Sōryū, Hiryū, Shōkaku, dan Zuikaku) berangkat dari Jepang Utara menuju ke posisi di barat laut Hawaii, bermaksud untuk meluncurkan pesawat-pesawat mereka untuk menyerang Pearl Harbour. Keseluruhannya, 408 pesawat akan digunakan: 360 untuk melakukan serangan dalam dua gelombang, 48 untuk patrol tempur, termasuk sembilan pesawat tempur dari gelombang pertama.
Gelombang pertama akan menjadi serangan utama, sementara gelombang kedua bertugas untuk menyelesaikan tugas apapun yang belum sempat diselesaikan oleh gelombang pertama. Gelombang pertama mengandung sebagian besar dari senjata untuk menyerang kapal-kapal perang utama, terutama torpedo Tipe 91 yang dimodifikasi secara khusus yaitu dengan memasang mekanisme anti-terguling dan pemanjangan bilah kemudi yang membuat mereka dapat beroperasi di perairan dangkal. Para penerbang diperintahkan untuk memilih sasaran-sasaran bernilai tertinggi (kapal- tempur dan kapal induk) atau jika tidak ada, kapal-kapal lain yang juga bernilai tinggi (kapal penjelajah dan kapal perusak). Pembom-pembom tukik diperintahkan untuk menyerang sasaran darat. Pesawat tempur diperintahkan untuk memberondong dan menghancurkan sebanyak mungkin pesawat yang sedang diparkir untuk menjamin bahwa mereka tak dapat mengudara untuk membalas serangan pesawat pembom, terutama mereka yang berada di gelombang pertama. Pada saat pesawat tempur mulai kehabisan bahan bakar mereka harus kembali ke kapal induk untuk mengisi bahan bakar dan kembali bertempur. Pesawat tempur juga ditugaskan untuk berpatroli tempur, terutama di atas lapangan-lapangan udara AS.
Sebelum serangan dilaksanakan, dua pesawat pengintai diluncurkan dari kapal-kapal penjelajah dikirim untuk mengintai Oahu dan melaporkan komposisi dan lokasi armada musuh. Empat pesawat pengintai lainnya berpatroli di kawasan antara pasukan kapal induk Jepang (Kido Butai) dan Niihau, untuk menghindari satgas tersebut dari serangan balasan mendadak.
Kapal-kapal selam
Kapal-kapal selam armada I-16, I-18, I-20, I-22, dan I-24 masing-masing membawa kapal selam mini Tipe A untuk dilepas di parairan Oahu. Kelima kapal selam tersebut meninggalkan Distrik AL Kure pada tanggal 25 November 1941, mendekat sampai 10 mil laut (19 km) dari mulut Pearl Harbour dan meluncurkan bawaan mereka pada sekitar pukul 01:00 tanggal 7 Desember. Pada pukul 03:42 Waktu Hawaii, kapal penyapu ranjau USS Condor memergoki periskop sebuah kapal selam mini di barat daya pelampung tanda gerbang masuk ke Pearl Harbour dan memberitahu kapal perusak USS Ward. Kapal selam mini itu kemungkinan telah memasuki Pearl Harbour. Bagaimanapun, Ward menenggelamkan kapal selam mini lainnya pada pukul 06:37 yang merupakan tembakan pertama dari pihak Amerika di Mandala Pasifik. Sebuah kapal selam mini di sisi utara Pulau Ford gagal mengenai kapal pengurus pesawat amfibi Curtiss dengan torpedo pertamanya dan gagal juga untuk mengenai kapal perusak Monaghan yang sedang menyerangnya sebelum ditenggelamkan olah Monaghan pada pukul 08:43.
Kapal selam mini ketiga kandas dua kali, sekali di luar pintu masuk pelabuhan dan sekali lagi di di sisi timur Oahu, dimana ia tertangkap pada tanggal 8 Desember. Letda Kazuo Sakamaki berenang ke pantai dan ditawan, menjadi tawanan perang pertama asal Jepang. Yang keempat telah rusak terkena serangan bom laut dan ditinggalkan awaknya sebelum sempat menembakkan torpedonya. Sebuah analisa foto serangan tersebut yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Institut AL Amerika Serikat mengindikasikan bahwa sebauh kapal selam mini kemungkinan telah berhasil menembakkan torpedonya ke USS West Virginia. Pasukan Jepang menerima sebuah pesan radio dari sebuah kapal selam mini pada pukul 00:41 tanggal 8 Desember yang menyatakan telah merusak satu atau lebih kapal perang besar di dalam Pearl Harbour. Posisi akhir kapal selam tersebut tidak diketahui, tapi ia tidak kembali ke kapal selam induknya. Pada tanggal 7 Desember 2009, harian Los Angeles Times melaporkan bahwa ada bukti berdasarkan keadaan bahwa tiga potongan kapal selam yang ditemukan tiga mil di selatan Pearl Harbour antara tahun 1994 dan 2001 bisa jadi adalah kapal selam yang hilang tersebut. Terbitan tersebut juga melaporkan bahwa ada bukti kuat berdasarkan keadaan kalau kapal selam itu menembakkan dua torpedo ke Battleship Row. Puing-puing yang dibuang di luar pelabuhan sebagai bagian dari upaya untuk menutupi bekas-bekas Bencana West Loch, ledakan amunisi yang terjadi pada tahun 1944 yang menghancurkan enam kapal pendarat tank yang sedang bersiap untuk Operasi Forager, invasi ke kepulauan Mariana.
Pernyataan perang Jepang
Serangan tersebut terjadi sebelum ada pernyatan perang resmi apapun oleh Jepang, tapi ini bukan yang dimaksudkan oleh Laksamana Yamamoto. Dia telah menekankan bahwa serangan tidak boleh dilaksanakan sampai tiga puluh menit setelah Jepang memberitahu Amerika Serikat bahwa negosiasi perdamaian telah berakhir.Jepang mencoba untuk menegakkan konvensi perang sambil tetap memegang unsur kejutan, tapi serangan dimulai sebelum pemberitahuan tersebut dapat diantarkan. Tokyo mengirimkan pemberitahuan yang terdiri dari 5.000 kata tersebut (biasa disebut sebagai “Pesan 14 Bagian”) dalam dua blok ke Kedutaan Jepang di Washington, tapi proses penerjemahan pesan tersebut terlalu lama sehingga duta besar Jepang tidak dapat mengantarkannya tepat waktu. (Nyatanya, para pemecah kode AS telah memecahkan dan menerjemahkan sebagian besar pesan tersebut berjam-jam sebelum saatnya untuk diantar.) Bagian akhir dari “Pesan 14 Bagian” tersebut kadag-kadang digambarkan sebagai pernyataan perang. Sementara pesan itu bukan merupakan pernyataan perang maupun pemutusan hubungan diplomatik, tapi yang terlihat di mata sejumlah pejabat pemerintahan dan militer senior AS adalah indikasi kuat bahwa negosiasi akan dihentikan dan perang dapat pecah kapanpun. Sebuah pernyataan perang dicetak di halaman depan Koran-koran Jepang edisi petang tanggal 8 Desember, tapi tidak disampaikan ke pemerintah AS sampai sehari setelah serangan.
Selama puluhan tahun, orang menganggap bahwa Jepang menyerang tanpa peringatan pemutusan hubungan secara resmi hanya karena kecelakaan dan gosip terlambatnya pengiriman surat pernyataan perang ke Washington. Pada tahun 1999, bagaimanapun, Takeo Iguchi, seorang professor bidang hukum dan hubungan internasional di Universitas Kristen Internasional di Tokyo, menemukan dokumen-dokumen yang menunjukkan debat kusir di dalam pemerintahan tentang bagaimana cara untuk, dan tentu saja apakah harus, memberitahu Washington tentang niat Jepang untuk menghentikan negosiasi dan memulai perang, termasuk sebuah masukan di buku harian perang tertanggal 7 Desember yang berkata, “diplomasi kami yang penuh muslihat mulai menunjukkan keberhasilan.” Tentang ini, Iguchi berkata, “Buku harian tersebut menunjukkan bahwa Angkatan Darat dan Laut tidak ingin memberikan pernyataan perang yang layak, atau pemberitahuan awal akan dihentikannya negosiasi … dan mereka tentu saja berhasil.”
Komposisi gelombang pertama
Gelombang serangan pertama yang terdiri dari 183 pesawat diluncurkan dari utara Oahu, dipimpin oleh Letkol Mitsuo Fuchida. Termasuk di dalamnya:
Grup 1 (Sasaran: kapal-kapal tempur dan kapal-kapal induk)
50 pembom Nakajima B5N Kate yang membawa bom penembus baja seberat 800 kg, diorganisasikan dalam empat seksi 40 pembom B5N yang membawa torpedo Type 91, juga dalam empat seksi
Grup 2 – (sasaran: Pulau Ford dan Lapangan Wheeler)
54 pembom tukik Aichi D3A Val yang membawa bom 249 kg
Grup 3 – (sasaran: pesawat-pesawat di Pulau Ford, Lapangan hickam, Lapangna Wheeler, Barber’s Point, Kaneohe)
45 pesawat tempur Mitsubishi A6M Zeke untuk kendali udara dan pemberondongan (strafing). Enam pesawat gagal meluncur dikarenakan kesulitan teknis.
Ketika gelombang pertama mendekati Oahu, sebuah radar SCR-270 milik AD AS di Opana Point dekat ujung utara pulau tersebut (belum operasional dan sedang dalam mode latihan selama berbulan-bulan) mendeteksi mereka dan membunyikan peringatan. Radar telah digunakan dalam mode latihan oleh Departemen Hawaii AD AS untuk beberapa saat, tapi tidak beroperasi penuh. Walaupun para operatornya, Prajurit George Elliot Jr. dan Joseph Lockard, melaporkan sebuah sasaran, seorang perwira yang baru saja ditugaskan di Pusat Pencegatan yang hampir semua personelnya sedang tidak bertugas, Letnan Kermit A. Tyler, menganggap itu adalah rombongan yang terdiri dari enam pembom B-17 yang memang dijadwalkan datang pada pagi itu. Arah dari mana pesawat tersebut datang memang dekat (kedua arah datang tersebut hanya terpisah beberapa derajat), sementara para operator belum pernah melihat formasi sebesar itu di radar; mereka lupa memberitahu Tyler akan ukurannya, sementara Tyler, dengan alasan keamanan, tak dapat memberitahu mereka kalau rombongan B-17 tersebut sudah mendarat (walaupun semua orang sudah tahu akan hal itu).
Beberapa pesawat AS ditembak jatuh ketika gelombang pertama mendekati daratan, dan satu di antaranya menyiarkan peringatan yang sepertinya ‘nggak nyambung’. Peringatan-peringatan lain dari kapal-kapal di luar pintu masuk pelabuhan juga sedang diproses atau menunggu konfirmasi ketika pesawat-pesawat penyerang memulai pemboman dan pemberondongan. Bagaimanapun, tidak jelas apakah peringatan seperti apapun akan berpengaruh walaupun diterjemahkan dengan tepat dan segera. Hasil-hasil yang dicapai Jepang di Filipina secara esensial sama seperti di Pearl Harbour, walaupun MacArthur telah mendapatkan peringatan selama sembilan jam bahwa Jepang telah menyerang di Pearl Harbour.
Serangan udara terhadap Pearl Harbour dimulai pada pukul 07:48. Waktu Hawaii. (03:18 8 Desember Waktu Standar Jepang, seperti yang dicatat oleh kapal-kapal Kido Butai), dengan serangan terhadap Kaneohe. Total 353 pesawat Jepang dalam dua gelombang mencapai Oahu. Pembom-pembom torpedo yang lamban dan rentan memimpin gelombang pertama, memanfaatkan momentum kejutan awal untuk menyerang kapal-kapal penting (kapal-kapal tempur), sementara pembom-pembom tukik menyerang pangkalan-pangkalan udara AS di Oahu , mulai dari Lapangan Hickam Field, yang terbesar, dan Lapangan Wheeler, pangkalan utama pesawat tempur Korps Udara AD AS. Ke-171 pesawat di gelombang kedua menyerang Lapangan Bellows milik Korps Udara di dekat Kaneohe di sisi pulau yang menghadap angin, dan Pulau Ford. Satu-satunya perlawanan udara dilakukan oleh segelintir P-36 Hawk, P-40 Warhawk dan beberapa pembom tukik SBD Dauntless dari kapal induk USS Enterprise.
Para awak di atas kapal-kapal AS terbangun karena bunyi alarm, bom-bom yang meledak dan suara tembakan membuat mereka yang masih setengah sadar segera berpakaian sambil bergegas menuju stasiun tempur mereka. (Pesan terkenal, “Serangan udara Pearl Harbour. Ini bukan latihan.”, dikirim dari mabes Wing Patroli Dua, komando senior Hawaii yang pertama merespon) Mereka yang bertahan berada dalam keadaan sangat tidak siap. Tempat penyimpanan amunisi terkunci, pesawat-pesawat terparkir rapat di tempat terbuka untuk mencegah sabotase, meriam-meriam tidak diawaki (tak ada satu pun meriam 5″/38 milik AL yang beraksi, hanya seperempat dari senapan mesin mereka, dan hanya empat dari 31 meriam AD yang beraksi). Walaupun diserang secara mendadak, banyak personel militer Amerika merespon secara efektif selama pertempuran. Letda Joe Taussig, Jr., satu-satunya perwira di atas USS Nevada, berhasil melayarkan kapal tersebut selama pertempuran tapi kehilangan kakinya. Kapal tersebut dikandaskan di pelabuhan oleh Mualim 1 nya. Salah satu dari kapal perusak, USS Aylwin, berlayar dengan hanya empat perwira, semuanya Letnan Dua, dan tak satu pun memiliki pengalaman di laut lebih dari setahun; dia beroperasi di laut selama 36 jam sebelum komandannya berhasil naik. Kapten Mervyn Bennion, yang mengomandani USS West Virginia, memimpin anak buahnya sampai dia terkena pecahan bom yang mengenai USS Tennessee, yang tertambat di sebelahnya.
Komposisi gelombang kedua
Gelombang kedua terdiri dari 171 pesawat: 54 B5N, 81 D3A, dan 36 A6M, dipimpin oleh Mayor Shigekazu Shimazaki. Empat pesawat gagal meluncur disebabkan oleh kesulitan teknis. Gelombang ini dan sasarannya terdiri dari:
Group 1 – 54 B5N yang membawa bom 249 kg dan 60 kg
27 B5N – pesawat dan hangar di Kaneohe, Pulau Ford, dan Barber’s Point
27 B5N – pesawat dan hangar di Lapangan Hickam
Grup 2 (sasaran: kapal-kapal induk dan penjelajah)
81 D3A yang membawa bom 249 kg, terbagi dalam empat seksi
Grup 3 – (sasaran: pesawat di Pulau Ford, Lapangan Hickam, Lapangan Wheeler, Barber’s Point, Kaneohe)
36 A6M untuk pertahanan dan pemberondongan
Gelombang kedua dibagi menjadi tiga grup. Satu ditugaskan untu menyerang Kaneohe, dan sisanya menyerang seluruh Pearl Harbour. Seksi-seksi yang terpisah tersebut tiba di titik penyerangan hampir bersamaan dari beberapa arah.
Sembilan puluh menit setelah dimulai akhirnya serangan tersebut berakhir. 2.386 personel Amerika gugur (55 diantaranya warga sipil, sebagian besar tewas karena tertimpa peluru meriam anti-pesawat Amerika yang tidak meledak dan terjatuh di wilayah warga sipil), 1.139 orang terluka. Delapan belas kapal karam atau kandas, termasuk lima kapal tempur.
Dari seluruh korban jiwa di pihak Amerika, hampir separuhnya (1.177) disebabkan oleh ledakan gudang mesiu bagian depan Arizona setalah terkena peluru meriam 400mm yang dimodifikasi menjadi bom.
Setelah terkena torpedo dan terbakar, Nevada mencoba keluar dari pelabuhan. Dia diserang oleh banyak pembom Jepang sembari berlayar dan mendapatkan lebih banyak kerusakan dari bom-bom 113 kg, yang membuat kebakarannya meluas. Akhirnya dia dikandaskan dengan sengaja agar tidak menghalangi pintu masuk pelabuhan.
California terkena oleh dua bom dan dua torpedo. Para awaknya sebenarnya dapat membuatnya tetap mengapung tetapi mereka diperintahkan untuk meninggalkan kapal ketika mereka baru akan menyalakan pompa. Minyak yang terbakar yang berasal dari Arizona dan West Virginia menjalar ke arahnya dan kemungkinan membuat situasinya terlihat lebih parah dari yang sebenarnya. Kapal untuk sasaran latihan menembak yang sudah dilucuti persenjataannya, Utah, dihantam dua torpedo. West Virginia dihantam tujuh torpedo, torpedo ketujuh merobek bilah kemudinya. Oklahoma dihantam empat torpedo, dua torpedo terakhir mengenainya di atas lapis baja sampingnya yang menyebabkannya terguling. Maryland dihantam dua peluru 400mm tapi tak satupun menyebabkan kerusakan serius.
Walaupun Jepang berkonsentrasi ke kapal-kapal tempur (kapal-kapal terbesar yang ada di Pearl Harbor), tapi mereka tidak mengabaikan sasaran lainnya. Kapal penjelajah ringan Helena ditorpedo, dan getaran dari ledakannya menggulingkan kapal penebar ranjau Oglala yang tertambat di sebelahnya. Dua kapal perusak di dok kering, Cassin dan Downes hancur ketika bom mengenai bunker bahan bakar mereka. Bahan bakar yang bocor terbakar; membanjiri dok kering dalam usaha memadamkan api malah membuat minyak yang terbakar naik ke atas dan membakar kedua kapal tersebut. Cassin tergelincir dari balok penahan lunasnya dan terguling ke arah Downes. Kapal penjelajah ringan Raleigh dilubangi oleh sebuah torpedo. Kapal penjelajah ringan Honolulu rusak tapi tetap dapat bertugas. Kapal perbaikan Vestal, yang ditambatkan di sisi Arizona, rusak berat dan kandas. Kapal pengangkut pesawat amfibi Curtiss juga rusak. Kapal perusak Shaw rusak parah ketika dua bom mengenai gudang mesiu bagian depannya.
Dari 402 pesawat Amerika di Hawaii, 188 hancur dan 159 rusak, 155 diantaranya diserang di darat. Hampir tak ada yang memang siap untuk lepas landas untuk mempertahankan pangkalan. Para pilot Korps Udara AD 8 berhasil mengudara selama pertempuran dan enam diantaranya tercatat menjatuhkan paling tidak satu pesawat Jepang selama serangan berlangsung, Lettu Lewis M. Sanders, Letda Philip M. Rasmussen, Letda Kenneth M. Taylor, Letda George S. Welch, Letda Harry W. Brown, dan Letda Gordon H. Sterling Jr. Sterling tertembak jatuh dan gugur oleh tembakan kawan sendiri ketika sedang kembali ke pangkalan. Dari 33 PBY di Hawaii, 24 hancur dan enam lainnya rusak parah. (Tiga lagi yang sedang berpatroli kembali tanpa cacat) Tembakan kawan sendiri menjatuhkan beberapa pesawat AS termasuk diantaranya lima yang sedang menuju Pearl Harbour dari Enterprise. Serangan Jepang ke barak-barak menewaskan lebih banyak lagi personel.
Lima puluh lima penerbang Jepang dan sembilan awak kapal selam gugur dalam tugas dan satu orang ditawan. Dari 414 pesawat milik Jepang, 29 hilang dalam pertempuran (sembilan dari gelombang pertama, 20 dari gelombang kedua), dengan 74 lainnya rusak terkena tembakan senjata anti-pesawat dari darat.
Kemungkinan adanya gelombang ketiga
Beberapa perwira muda Jepang, termasuk Mitsuo Fuchida dan Minoru Genda, arsitek utama serangan tersebut, mendesak Nagumo untuk melaksanakan gelombang serangan ketiga untuk menghancurkan sebanyak mungkin persediaan bahan bakar dan torpedo, fasilitas-fasilitas perawatan dan dok kering di Pearl Harbour; dan para kapten dari kelima kapal induk dalam formasinya melaporkan bahwa mereka bersedia dan siap untuk melaksanakan serangan ketiga. Para sejarawan militer telah beranggapan bahwa bila serangan ketiga tersebut jadi dilaksanakan maka akan melumpuhkan Armada Pasifik AS lebih dari sekedar kehilangan kapal kapal tempurnya. Jika hal itu terjadi, “Operasi-operasi serius [Amerika] di Pasifik akan tertunda lebih dari setahun”; menurut Laksamana Amerika Chester Nimitz, yang kemudian menjadi komandan Armada Pasifik, “Hal itu akan memperpanjang perang selama dua tahun.” Nagumo, bagaimanapun, memutuskan untuk mundur dengan beberapa alasan:
Kinerja baterai anti-pesawat Amerika sangat meningkat selama serangan kedua, dan dua pertiga kerugian Jepang terjadi selama serangan kedua. Nagumo merasa jika ia melancarkan serangan ketiga, dia akan mempertaruhkan tiga perempat dari kekuatan Armada Gabungan untuk menghabisi sasaran yang tersisa (yang termasuk diantaranya fasilitas-fasilitas tersebut) dengan menderita kerugian pesawat yang lebih tinggi.
Lokasi dari kapal-kapal induk Amerika tetap tidak diketahui. Sebagai tambahan, sang laksamana khawatir karena sekarang posisi pasukannya berada dalam jangkauan pembom-pembom Amerika yang berpangkalan di darat. Nagumo tidak yakin apakah AS memiliki cukup pesawat tersisa di Hawai untuk melancarkan serangan terhadap kapal-kapal induknya.
Gelombang ketiga akan membutuhkan persiapan yang matang dan waktu perputaran yang cukup, dan berarti pesawat-pesawat yang kembali harus mendarat pada malam hari. Pada waktu itu, hanya AL Kerajaan Inggris yang telah mengembangkan teknik operasi kapal induk malam hari, sehingga ini adalah resiko yang besar.
Persediaan bahan bakar gugus tugas tidak mengizinkannya untuk lebih lama berada di perairan utara Pearl Harbour, karena dia benar-benar berada di batas dukungan logistik. Untuk melakukan serangan ketiga berarti merisikokan kehabisan bahan bakar bahkan mungkin harus meninggalkan kapal-kapal perusaknya di jalan pulang.
Dia yakin serangan kedua telah memenuhi tujuan utama misinya—netralisasi Armada Pasifik—dan tidak ingin mengalami kerugian lagi. Lagipula, adalah praktek AL Jepang untuk menghemat tenaga daripada menghancurkan musuh secara total.
Pada konferensi di atas Yamato pagi berikutnya, Yamamoto pada awalnya mendukung Nagumo. Dalam kenangannya, menyisakan galangan-galangan yang vital, bengkel-bengkel perawatan, dan depot-depot minyak berarti AS dan merespon dengan segera akan kegiatan-kegiatan Jepang di Pasifik. Yamamoto kemudian menyesali keputusan Nagumo untuk mundur dan menyatakan adalah kesalahan besar untuk tidak memerintahkan serangan ketiga.
Kapal-kapal yang karam atau rusak
Kapal Tempur
Arizona: Meledak;
Jumlah korban. 1.177 tewas.
Oklahoma: Terbalik, 429 tewas. Diapungkan kembali pada bulan November 1943; terbalik dan karam ketika sedang ditarik ke daratan utama pada bulan Mei 1947
West Virginia: terkena dua bom, tujuh torpedo, karam; ditugaskan kembali pada bulan Juli 1944. 106 tewas.
California: terkena dua bom, dua torpedo, karam; ditugaskan kembali pada bulan Januari 1944. 100 tewas.
Nevada: terkena enam bom, satu torpedo, kandas; ditugaskan kembali pada bulan Oktober 1942. 60 tewas.
Tennessee: terkena dua bom; ditugaskan kembali pada bulan Februari 1942. 5 tewas.
Maryland: terkena dua bom; ditugaskan kembali pada bulan Februari 1942. 4 tewas (termasuk pilot pesawat apungnya yang tertembak jatuh).
Pennsylvania: (Kapal bendera Kimmel): di dok kering bersama dengan Cassin dan Downes, terkena satu bom dan reruntuhan dari USS Cassin; tetap bertugas. 9 tewas.
Kapal tempur bekas (sasaran/Kapal latih anti serangan udara)
Utah: Terbalik; Korban. 58 tewas.
Kapal Penjelajah
Helena: Terkena satu torpedo; kemabli bertugas pada bulan Januari 1942. 20 tewas.
Raleigh: Terkena satu torpedo; tetap bertugas.
Honolulu: Terkena dampak ledakan, rusak ringan; tetap bertugas.
Kapal Perusak
Cassin: di dok kering bersama dengan Downes dan Pennsylvania, terkena satu bom, terbakar; kembali bertugas pada bulan Februari 1944.
Downes: di dok kering bersama dengan Cassin dan Pennsylvania, tersambar api dari Cassin, terbakar; kembali bertugas pada bulan November 1943.
Shaw: Terkena tiga bom; kembali bertugas pada bulan Juni 1942.
Lain-lain
Oglala (kapal penebar ranjau): Rusak terkena dampak ledakan torpedo yang mengenai Helena, terbalik; kembali bertugas (sebagai kapal perbaikan mesin) pada bulan Februari 1944.
Vestal (kapal perbaikan): Terkena dua bom, ledakan dan api dari Arizona, kandas; kembali bertugas pada bulan Agustus 1942.
Curtiss (kapal pengangkut pesawat amfibi): terkena satu bom, tertabrak oleh satu pesawat Jepang; kembali bertugas pada bulan Januari 1942. 19 tewas.
Setelah pencarian korban selamat secara sistematis, operasi pengangkatan kembali secara resmi dimulai. Kapten Homer N. Wallin, Perwira Material untuk Komandan Pasukan Tempur Armada Pasifik AS, segera diperintahkan untuk memimpin operasi pengangkatan kembali tersebut. “Dalam waktu singkat saya dibebaskan dari tugas-tugas lainnya dan diperintahkan untuk menjadi Perwira Pengangkatan Kembali Armada secara penuh”.
Di sekitar Pearl Harbour, para penyelam dari AL (pantai dan pemasok), Galangan Kapal AL, dan kontraktor sipil (Pacific Bridge dan lainnya) mulai mengerjakan kapal-kapal yang dapat diapungkan kembali. Mereka menambal lubang-lubang, menyingkirkan reruntuhan, dan memompa air keluar dari kapal. Para penyelam AL bekerja di dalam kapal-kapal yang rusak. Dalam enam bulan, lima kapal tempur dan dua kapal penjelajah ditambal atau diapungkan kembali sehingga mereka dapat dikirim ke galangan kapal di Pearl Harbour dan daratan utama untuk perbaikan lebih lanjut.
Operasi pengangkatan kembali yang intensif berlangsung sampai tahun berikutnya, dengan total jam kerja sebanyak 20.000 jam di bawah air. Oklahoma, walaupun berhasil diangkat, tak pernah diperbaiki, dan terbalik ketika sedang ditarik ke daratan utama pada tahun 1947. Arizona dan kapal sasaran Utah rusak terlalu parah untuk diangkat kembali, tapi banyak dari persenjataan dan perlengkapan mereka diambil dan digunakan di kapal-kapal lain. Pada saat ini, kedua bangkai kapal tersebut tetap berada di tempat mereka karam, dengan Arizona menjadi monumen peringatan.
Setelah serangan, 15 Medal of Honor, 51 Navy Cross, 53 Silver Star, empat medali Navy dan Marine Corps, satu Distinguished Flying Cross, empat Distinguished Service Cross, satu medali Distinguished Service, dan tiga medali Bronze Star dianugerahkan kepada para prajurit Amerika yang pengabdiannya menonjol dalam pertempuran di Pearl Harbour. Sebagai tambahan, sebuah penghargaan militer khusus, Medali Peringatan Pearl Harbour (Pearl Harbour Commemorative Medal), diberikan kepada semua veteran serangan Pearl Harbour.
Sehari setelah serangan tersebut, Roosevelt membacakan Pidato Kelaknatannya yang terkenal kepada Sesi Gabungan Kongres, meminta izin untuk menyatakan perang secara resmi kepada Kekaisaran Jepang. Kongres mengizinkannya kurang dari sejam kemudian. Pada tanggal 11 Desember Jerman dan Italia, menghormati komitmen mereka dalam Pakta Tripartit, menyatakan perang terhadap Amerika Serikat.
Pakta Tripartit adalah persetujuan antara Jerman, Italia dan Jepang yang tujuan utamanya adalah untuk membatasi campur tangan AS dalam konflik apapun yang melibatkan ketiga bangsa tersebut. Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jerman dan Italia pada hari yang sama. Inggris sebenarnya telah menyatakan perang terhadap Jepang sembilan jam sebelum AS, sebagian disebabkan oleh serangan Jepang terhadap Malaya, Singapura dan Hong Kong, dan sebagian lagi karena janji Winston Churchill untuk menyatakan perang “bertepatan” dengan serangan Jepang ke Amerika Serikat.
Serangan tersebut merupakan kejutan awal bagi semua Sekutu di Mandala Pasifik. Kerugian lebih lanjut membuat kemunduran mereka semakin menjadi. Jepang menyerang Filipina beberapa jam kemudian (karena perbedaan zona waktu, pada saat itu masih tanggal 8 Desember di Filipina). Hanya tiga hari setelah serangan ke Pearl Harbour, Prince of Wales dan Repulse karam di lepas pantai Malaya, menyebabkan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill mengenangnya seperti berikut “Dalam semua perang belum pernah aku menerima berita yang sebegitu mengejutkan. Aku tak bisa tidur dengan tenang dikarenakan kengerian berita itu. Tak ada kapal-kapal utama Inggris ataupun Amerika di Samudera Hindia atau di Samudera Pasifik kecuali korban selamat Amerika yang sedang tergesa kembali ke California. Di perairan yang sangat luas ini Jepang berjaya dan dimana-mana kita lemah dan telanjang”. Sepanjang perang, Pearl Harbour sering digunakan dalam propaganda Amerika.
Salah satu konsekuensi dari serangan ke Pearl Harbour dan kesudahannya (yang paling terkenal adalah Insiden Niihau) adalah para warga keturunan Jepang dipindahkan ke kamp-kamp internir bagi keturunan Jepang. Dalam jam-jam pertama setelah serangan, ratusan pemimpin keturunan Jepang dikumpulkan dan dibawa ke kamp-kamp berkeamanan ketat seperti Sand Island di mulut pelabuhan Honolulu dan Kamp Militer Kilauea di pulau Hawaii. Kemudian, lebih dari 110.000 orang keturunan Jepang, termasuk yang sudah menjadi warganegara Amerika Serikat, ditarik dari rumah mereka dan dipindahkan ke kamp-kamp internir di California, Idaho, Utah, Arizona, Wyoming, Colorado, dan Arkansas.
Insiden Niihau
Para perencana Jepang telah menentukan bahwa dibutuhkan suatu cara untuk menyelamatkan penerbang yang pesawatnya rusak terlalu parah untuk kembali ke kapal induk. Pulau Niihau, hanya 30 menit penerbangan dari Pearl Harbour, dijadikan titik penyelamatan.
Pesawat Zero yang diterbangkan oleh Sersan Shigenori Nishikaichi dari kapal induk Hiryu rusak dalam serangan ke Wheeler, dan dia terbang ke titik penyelamatan di Niihau. Pesawat tersebut menjadi tambah rusak dalam pendaratan, dan Nishikaichi ditolong keluar dari bangkai pesawat oleh salah satu penduduk asli. Para penduduk pulau tersebut tidak memiliki telepon atau radio dan sama sekali tidak mengetahui tentang serangan di Pearl Harbour. Peta dan dokumen lainnya milik sang pilot telah disimpan oleh penyelamatnya, dan ketika Nishikaichi menyadari hal ini dia meminta pertolongan dari dua warga pulau yang keturunan Jepang untuk mencoba mengambil kembali dokumen-dokumen tersebut. Dalam perkelahian yang menyusul, Nishikaichi terbunuh, sang warga bunuh diri.
Implikasi Strategis
Laksamana Hara Tadaichi merangkum hasil dari serangan tersebut dengan mengatakan, “Kami menang secara taktis di Pearl Harbour dan disebabkan oleh itu menjadi kalah perang.” Sementara serangan tersebut berhasil menuntaskan tujuan utamanya, tapi ternyata itu sangat tidak diperlukan. Tidak diketahui oleh Yamamoto, yang melahirkan rencana aslinya, AL AS telah memutuskan sejak tahun 1935 untuk tidak ‘menyeruduk’ menyeberangi Pasifik ke arah Filipina sebagai tanggapan pecahnya perang (dalam konteks seiring dengan evolusi Plan Orange). Malahan AS mengadopsi ”Plan Dog” pada tahun 1940, yang menekankan untuk menjauhkan AL Kekaisaran Jepang dari Pasifik Timur dan dari jalur perkapalan ke Australia sementara AS berkonsentrasi untuk mengalahkan Nazi Jerman.
Untungnya bagi Amerika Serikat, kapal-kapal induk mereka tidak terkena serangan Jepang, kalau tidak kemampuan Armada Pasifik untuk melakukan operasi-operasi ofensif akan lumpuh selama sekitar setahun (bila tidak dibantu oleh Armada Atlantik). Sehingga, kehilangan kapal tempur membuat AL AS tidak punya pilihan lain selain bergantung kepada kapal induk dan kapal selamnya – senjata yang membuat AL AS menang dan akhirnya membalikkan gerak maju Jepang. Sementara enam dari delapan kapal perang sedang diperbaiki dan kembali bertugas, kecepatan mereka yang lumayan lambat membatasi pengerahan mereka dan mereka terutama bertugas untuk melakukan bombardir pantai. Cacat utama dalam pemikiran strategis Jepang adalah kepercayaan bahwa pertempuran puncak di Pasifik akan dilakukan dengan kapal tempur, yang sesuai dengan doktrin Kapten Alfred Thayer Mahan. Alhasil, Yamamoto (dan penerus-penerusnya) menimbun kapal tempur untuk “pertempuran penentuan” yang tak pernah terjadi.
Pada puncaknya, sasaran-sasaran yang tidak termasuk dalam daftar agenda, seperti pangkalan kapal selam dan gedung mabes lama, terbukti lebih penting daripada kapal tempur apapun. Kapal selamlah yang melumpuhkan kapal-kapal berat AL Jepang dan membuat roda perekonomian Jepang terhenti dengan melumpuhkan transportasi minyak dan bahan mentah: impor bahan mentah turun sampai setengahnya pada akhir tahun 1942, “sampai sekitar sepuluh juta ton”, sementara impor minyak “Hampir berhenti total”. Juga, ruang bawah tanah Gedung Administrasi Lama menjadi rumah bagi unit kriptoanalitik yang memberikan sumbangsih penting pada penyergapan di Midway dan keberhasilan Pasukan Kapal Selam.
Saat ini, USS Arizona Memorial di pulau Oahu menghormati korban tewas pada hari terjadinya serangan. Para pengunjung memorial mencapainya dengan perahu-perahu dari pangkalan AL di Peral Harbour. Alfred Preis adalah arsitek yang bertanggung jawab akan rancangan memorial tersebut. Struktur tersebut memiliki bagian tengh yang mengendur dan ujung-ujungnya kuat dan kokoh. Itu melambangkan “kekalahan awal dan kemenangan akhir” bagi korban tewas pada tanggal 7 Desember 1941. Walaupun tanggal 7 Desember dikenal sebagai Hari Pearl Harbour, tapi tidak dianggap sebagai hari libur umum di Amerika Serikat. Bagaimanapun bangsa ini tetap berziarah dan mengenang mereka yang tewas dan terluka ketika diserang oleh Jepang pada tahun 1941. Sekolah-sekolah dan tempat-tempat lainnya di seluruh negeri mengibarkan bendera Amerika setengah tiang.
Sumber : Sejarah lengkap dan berbagai sumber