Belajar Cara Belajar: Bagaimana Cara Sukses di Sekolah Tanpa Membuang Waktu Untuk Belajar




Belajar Cara Belajar: Bagaimana Cara Sukses di Sekolah Tanpa Membuang Waktu Untuk Belajar - Jadi, kemarin, saya menemukan buku yang bagus sekali.

Judulnya Learning How to Learn: How to Succed in School Without Spending All Your Time Studying (Belajar cara belajar: bagaimana cara sukses di sekolah tanpa membuang waktumu untuk belajar) yang ditulis oleh Barbara Oakley, dibantu oleh Terrence Sejnowski dan Alistair McConville pada 2014 lalu. 

Kebanyakan isi dari buku ini sudah disinggung dari buku yang paling terkenal dari Oakley; A Mind for Number: How to Excel at Math and Science (Even if You Flunked Algebra).

Yang menarik, buku ini memperlakukan dirinya seperti buku-buku paket yang kamu jadikan bahan ajar utama ketika duduk di bangku sekolah; dengan ilustrasi, contoh kasus, what to do, rangkuman (yang disarankan untuk kamu salin dalam buku catatanmu), dan yang paling membuat saya tertawa; pertanyaan di akhir chapter. Seperti ujian. Dan itu membuat saya mesti membaca berulang-ulang agar bisa menjawabnya dengan tepat (ditambah dengan kenyataan bahwa buku ini menggunakan bahasa yang bukan bahasa ibu saya, ada beberapa istilah yang cukup asing juga).

Kedengarannya sangat membosankan sekali, haha. Tetapi, tidak apa-apa. Mari kita kupas secara singkat isi buku yang terdiri dari 16 chapter ini. Cheers! Siapkan kopi jika kamu ingin membacanya sampai tuntas, ini akan sangat panjang dan membosankan.



BAB I – THE PROBLEM WITH PASSION

Bab pengenalan, xixixi.

Bab ini berisi cerita hidup Barbara Oakley, juga tentang bagaimana ia bertemu dua penulis lainnya. Dari seorang gadis yang sangat membenci matematika, sains, dan teknologi (saking bencinya sampai tidak bisa mengoperasikan televisi). Dalam pikirnya, sains seperti penyakit mematikan yang harus ia jauhi mati-matian, pokoknya jauh-jauhlah.

Ini selaras dengan *passion *Oakley yang lebih kepada budaya dan bahasa, yang juga membuatnya masuk ketentaraan untuk belajar bahasa Rusia.

Dia masuk. Tetapi, karena ia bekerja untuk pihak militer, ia tak bisa lepas dari yang namanya teknologi. Ia terjebak.

Maka, ketika dia berusia 26 tahun, dia memutuskan keluar dari militer.

At twenty-six, I left the military. Few people wanted to hire me. My language skills were great, but I didn’t have any other skills that would help me get a job. I realized that by only following my passion, I didn’t have many choices.

Dan menyadari bahwa kemampuan bahasa asing yang mumpuni tanpa keahlian lain tidak akan membantunya mendapat pekerjaan lain, bahwa hanya dengan mengikuti passion tidak akan memberikanmu banyak pilihan.


Jadi, dengan pikiran;

Language and culture will always be important. But today, science, math, and technology are also important. I wanted some of the exciting new opportunities these areas offered! But I’d have to retrain my brain to learn math and science to have a chance.

Dia memutuskan untuk masuk universitas, mulai belajar matematika dari dasar. Mengubah karirnya (dan tetap menggunakan kemampuan bahasa asingnya).

Setelah lulus, ia bekerja di stasiun kutub utara sebagai operator radio. Bertemu suaminya di kutub sana, kemudian mengejar gelar doktoralnya di prodi teknik.


Dan tebak, jadi apa ia sekarang?

Yup, profesor teknik. Ia tidak terlahir pandai dalam sains dan matematika, ia menciptakan dirinya menjadi seperti itu.

Kalimat yang menyentak di bab pembuka ini adalah;

You have a special gift for learning. When you unleash it while you are still young, you will enjoy its effects throughout your life.

It’s easy to believe that you should only concentrate on subjects that come easily for you. But my story reveals that you can do well in subjects you don’t even like. The truth is, it’s okay to follow your passions. But I also found that broadening my passions opened many wonderful opportunities. Learning new subjects I didn’t think I could do turned out to be an adventure!

People find it hard to believe they can be successful learners if they have trouble with a subject. But neuroscience (that’s “brain science”) shows that they’re wrong. Your brain is like an incredible tool kit. Your job is to learn when, and how, to use those tools. After all, you wouldn’t use a hammer to turn a screw.

Pembuka yang sangat-sangat keren. Ini adalah sebuah motivasi bahwa anda bisa belajar dengan baik meskipun pelajarannya bukan passion anda. Asal anda tahu caranya.

Pada bab ini; Now you try (saran yang harus dilakukannya) adalah untuk melakukan picture walk. Dimana ketika belajar dengan textbook atau buku paket, kamu tidak perlu membaca semua kalimatnya. Cukup lihat gambar, kalimat-kalimat yang di-bold, ringkasan, serta soal-soal. Jadi, ketika kamu akan mengerjakan soal, kamu punya gambaran dimana akan menemukannya. Menghemat waktu, hehe.



BAB II – EASY DOES IT - WHY TRYING TOO HARD CAN SOMETIMES BE PART OF THE PROBLEM

Pada bab ini, utamanya berisi dua cara kerja otak menurut neurosaintis*; focused* dan diffuse mode. (Mode fokus dan mode ngelamun)

Dimana,untuk bisa menjadi seorang problem solver yang sukses, anda harus tahu bagaimana cara fokus. Tetapi juga harus tahu, bahwa ada masa dimana suatu permasalahan harus diselesaikan dengan diffuse mode, yang mana kadang-kadang berwujud tidur:)

Ohiya, bagi yang malas membaca, pada bab ini anda bisa tidak membaca keseluruhannya, cukup lompati ke bagian ringkasan. Tetapi, ada pertanyaan, yang mana, untuk menjawabnya, anda harus membaca keseluruhannya, hehe.



BAB III – I’LL DO IT LATER, HONEST!

Procrastination is a major problem. We have so many distractions. I always think, “Before I start my homework, I’ll play a video game.” Before I realize it, I have wasted an hour. I need to find a way to focus on my homework. I should not be waiting until the last minute to do everything.


—A math student

Translate bebas;

Prokrastinasi (penundaan) adalah masalah utama. Kita memiliki sangat banyak distraksi (gangguan). Aku selalu berpikir, “Sebelum mulai mengerjakan PR-ku, aku akan bermain video game.” Sebelum aku menyadarinya, aku telah membuang waktu selama satu jam. Aku perlu menemukan cara untuk fokus terhadap PR-ku. Aku tidak seharusnya menunggu sampai menit-menit terakhir untuk melakukan segala hal.


–Seorang pelajar matematika, yang juga masalah semua pelajar di dunia.

Ini ditandai; kutipan ini. Yang langsung membuat saya; Benerrrrr.

Pada bab ini, selain ilustrasi awal tentang arsenik, dibahas tentang bagaimana otak menghadirkan rasa sakit (seperti bagaimana sakit perut menghantam persis setelah kamu menelan makanan basi) ketika otak memikirkan tentang hal-hal yang tidak kita sukai, seperti belajar.

Dan, cara yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut oleh buku ini adalah; Tomat.

Yang dalam bahasa Italia, disebut sebagai Podomoro, hehe. Pasti familiar. Dimana anda harus fokus hanya melakukan hal-hal yang tidak anda sukai itu selama 25 menit setelah menyingkirkan semua pengalih perhatian (Tv, ponsel, lagu, etc), dan setelahnya, berikan diri anda *reward *atas keberhasilan anda menyelesaikan 25 menit pertama dengan istirahat 5 menit. Entah itu nyanyi keras-keras, joget-joget sepuasnya, apa saja yang membuat anda bahagia. Kemudian lanjutkan lagi belajar anda selama 25 menit lagi. Anda bisa melakukan ini selama empat sesi jeda, kemudian istirahat lebih lama.


Great.
And, that’s it.
Pada sub-bab selanjutnya, kita akan berkenalan dengan zombie.

Zombie, dalam buku ini bukanlah si makhluk menjijikkan antagonis yang suka memakan tanaman. Dia adalah habit atau kebiasaan. Kita semua memilikinya, hanya berbeda jenisnya. Sebuah yang kita lakukan secara otomatis sebab kita terlalu sering melakukannya.

Katakanlah, seperti melemparkan sepatu tepat setelah kamu mencapai pintu ketika kembali dari sekolah, tidak melepaskan seragam dan langsung memainkan ponsel, atau bahkan langsung melemparkan diri ke kasur untuk tidur tanpa bahkan melepaskan tasmu?


Tidak usah dipikirkan. Itu adalah zombie modemu.

Yang buruk.

Tetapi, kabar baiknya, kamu bisa melatih zombie baikmu dengan melakukan beberapa cara; mensenyapkan ponsel, mematikannya, atau menaruhnya di ruangan lain. Sementara itu, kamu bisa belajar sebentar (tapi fokus) dengan teknik podomoro, melakukan picture walk, kemudian mencatat hal-hal penting di buku catatanmu. Dan setelah itu selesai, kamu bisa menggunakan ponsel sepuasmu, yeay.
Meskipun seharusnya kamu menguranginya, sih.

Dan itu saja.

Sub-bab terakhir dari bab ini adalah pemakan arsenik, yang berhubungan dengan subbab pertama sebelum si pelajar matematika, yang tidak saya tulis, saya ingin menyatukannya.

Pada 1800-an, para pembunuh senang dengan racun bernama arsenik. Arsenik ini bisa membunuh orang yang memakannya dalam waktu satu hari, dan sangat menyakitkan.

Dan pada 1875, dua orang pria memakan arsenik ini di depan khalayak ramai. Orang-orang berpikir mereka akan mati. Tapi keesokan harinya, mereka masih hidup, dan baik-baik saja.


Orang-orang bertanya-tanya; kok bisa?

Seperti yang kamu duga, mereka telah memakan arsenik sedikit demi sedikit setiap harinya. Mereka melatih tubuh mereka kebal, membangun sebuah sistem imun yang kuat.

Mereka pikir ini bagus, sebab tak ada rasa sakit.

Tetapi, efek jangka panjangnya, tubuh mereka akan rusak; entah kanker atau kerusakan organ dalam. Jangan makan arsenik!

Dan, inilah yang digunakan analogi untuk menyebut orang-orang yang mengatakan; “Tidak apa-apa memainkan sosmed pas belajar kalau sebentar, cuma bales chat, nggak ada efek buruknya.”

Salah, zeyeng.

Yang sedikit itu justru akan menjadikan belajarmu tidak efektif.

Kamu pikir kamu belajar dengan baik, tapi hasilnya akan berbeda jauh saat kamu tidak melakukan hal-hal tersebut meskipun porsinya sedikit.

And, that’s it.

Baru tiga bab. Tetapi sepertinya sudah terlalu banyak poin yang mesti dicerna.

Saya akan kembali kapan-kapan saya punya mood untuk melanjutkan 13 bab sisanya.

Cheers!

p.s : Saya bermasalah dengan persona, bentar-bentar anda, bentar-bentar kamu. Srry.