4 Faktor Alasan Korupsi di Indonesia Mustahil Untuk Musnah




 4 Faktor Alasan Korupsi di Indonesia Mustahil Untuk Musnah - ๐‘ป๐’‚๐’‰๐’–๐’Œ๐’‚๐’‰ ๐’Œ๐’Š๐’•๐’‚, 

๐‘ด๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’‘๐’‚ ๐’Œ๐’๐’“๐’–๐’‘๐’”๐’Š ๐’…๐’Š ๐‘ฐ๐’๐’…๐’๐’๐’†๐’”๐’Š๐’‚ ๐’Š๐’๐’Š ๐’•๐’Š๐’…๐’‚๐’Œ ๐’‘๐’†๐’“๐’๐’‚๐’‰ ๐’‘๐’–๐’๐’‚๐’‰ ๐’‚๐’•๐’‚๐’– ๐’‰๐’Š๐’๐’‚๐’๐’ˆ,?

๐‘ซ๐’‚๐’ ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’‘๐’‚ ๐‘ฒ๐‘ท๐‘ฒ ๐’•๐’Š๐’…๐’‚๐’Œ ๐’ƒ๐’Š๐’”๐’‚ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’•๐’Š๐’๐’…๐’‚๐’Œ ๐’”๐’†๐’ƒ๐’‚๐’Š๐’Ž๐’‚๐’๐’‚ ๐’Ž๐’†๐’”๐’•๐’Š๐’๐’š๐’‚, ๐’š๐’‚๐’Š๐’•๐’– ๐’Ž๐’†๐’๐’‚๐’Œ๐’–๐’Œ๐’‚๐’ ๐’•๐’–๐’ˆ๐’‚๐’”๐’๐’š๐’‚ ๐’…๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’‚๐’Š๐’Œ?

Seperti yang kita ketahui bahwa korupsi  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Di Indonesia sendiri tercatat telah masuk 10 besar daftar kasus korupsi di dunia dan bahkan bisa masuk 5 besar di dunia.

Nah, kejadian korupsi atau tindakan korupsi itu sendiri memiliki beberapa faktor yang menjadi penunjang terjadinya korupsi antara lain:

1. Faktor Politik

Politik adalah salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bagkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan.


2. Faktor Hukum

Faktor hukum bisa dilihat dari aspek undang-undang dan sisi lain lemahnya penegakan hukum.

Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas dan tegas sehingga multi tafsir, kontradiksi, dan overlappingdengan peraturan lain.


3. Faktor Ekonomi

Salah satu penyebab korupsi yakni terjadinya korupsi. Hal ini karena pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.


4. Faktor Organisasi

Organisasi yang menjadi korban korupsi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka pelungan atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Apabila organisasi tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi.

Pada kesempatan ini, kita bahas dari sisi faktor hukum, mengapa kita bahas faktor hukum karena hukum adalah hal yang natural sehingga bisa menjadi tombak untuk memberantas korupsi.Di dalam faktor hukum, itu tidak lepas dari yang namanya KPK (komisi pemberantasan korupsi), fungsi KPK tidak lain dan tidak bukan adalah memberantas korupsi di sebuah negara dan pada kenyataannya KPK sudah melenceng dari pemberantasan menjadi penyelidikan (revisi kedua UU KPK)

Pada tahun 2014 UU KPK itu sendiri mencakup : KPK sebagai lembaga negara independen tidak berada dibawah pemerintah.(kontak informasi 2014)

Pada Jakarta 06 Oktober 2015, KPK di Indonesia kembali' di uji dengan tujuan melakukan revisi UU KPK dengan tujuan melemahkan sistem KPK dan ini dilakukan oleh politisi.

Di samping itu juga adanya pro dan kontra antar pelaku korupsi dan KPK, bahwa KPK lebih di setujui , menjadi komisi pencegahan korupsi dan bukan lagi pemberantasan, dan ini menjadi pelemahan KPK dalam melaksanakan tugasnya.(pernyataan pers Indonesia) dan ini menjadi mekanisme yang sah melalui proses legislatif dengan cara melakukan revisi UU KPK.

Nah terkait pertanyaan di atas, ๐™ˆ๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฅ๐™– ๐™ ๐™ค๐™ง๐™ช๐™ฅ๐™จ๐™ž ๐™™๐™ž ๐™„๐™ฃ๐™™๐™ค๐™ฃ๐™š๐™จ๐™ž๐™– ๐™ž๐™ฃ๐™ž ๐™ฉ๐™ž๐™™๐™–๐™  ๐™ฅ๐™š๐™ง๐™ฃ๐™–๐™ ๐™ฅ๐™ช๐™ฃ๐™–๐™ ๐™–๐™ฉ๐™–๐™ช ๐™๐™ž๐™ก๐™–๐™ฃ๐™œ,? 


Itu di karena kan hasil revisi UU KPK yang ke empat : KPK hanya menangani perkara korupsi dengan kerugian negara 50 miliar ke atas, jika di bawah 50 miliar maka KPK wajib menyerahkan kasus penyelidikan kepada kepolisian dan kejaksaan, padahal pada nomor 30 tahun 2002 tentang KPK  yang berlaku sekarang, negara mengalami kerugian 1-2 miliar saja itu sudah terbilang (grand corruption)

Juga karena hasil revisi UU KPK sehingga melemahkan sistem dari UU KPK untuk melaksanakan tugasnya, 

pertanyaan berikut , ๐˜ฟ๐™–๐™ฃ ๐™ข๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฅ๐™– ๐™†๐™‹๐™† ๐™ฉ๐™ž๐™™๐™–๐™  ๐™—๐™ž๐™จ๐™– ๐™—๐™š๐™ง๐™ฉ๐™ž๐™ฃ๐™™๐™–๐™  ๐™จ๐™š๐™—๐™–๐™ž๐™ข๐™–๐™ฃ๐™– ๐™ข๐™š๐™จ๐™ฉ๐™ž๐™ฃ๐™ฎ๐™–, ๐™ฎ๐™–๐™ž๐™ฉ๐™ช ๐™ข๐™š๐™ก๐™–๐™ ๐™ช๐™ ๐™–๐™ฃ ๐™ฉ๐™ช๐™œ๐™–๐™จ๐™ฃ๐™ฎ๐™– ๐™™๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฃ ๐™—๐™–๐™ž๐™ ?


Itu di karena kan dalam UU KPK revisi ke 2 bahwa : KPK tidak lagi memiliki tugas dan kewenangan melakukan penuntutan. Revisi tersebut menghapuskan tugas dan kewenangan di bidang penuntutan. Tugas KPK di bidang penindakan hanya melakukan penyelidikan dan penyelidikan sedangkan penuntutan di kembalikan kepada kejaksaan agung dalam revisi ini juga di sebutkan bahwa yang berhak menuntut adalah jaksa penuntut umum dari kejaksaan agung  yang sebagia mana di atur dalam KUHAP. Hal ini juga tercantum dalam pasal 53 revisi UU KPK.


Sumber : dalam buku KPK & KORUPSI KEKUASAAN (Jupri SH.,MH)