Maraknya Drama 'PRANK' Ojek Online Dalam Konteks Masyarakat Kapitalisme!



Maraknya Drama 'PRANK' Ojek Online Dalam Konteks Masyarakat Kapitalisme! - Akhir-akhir ini konten YouTube tengah marak dan trending dengan video prank terhadap pengemudi ojek online alias ojol. Prank sendiri merupakan salah satu jenis konten yang tengah naik daun ditambah lagi dengan tingginya animo masyarakat khususnya dari golongan remaja maupun anak-anak yang menyukai konten tersebut. Konten prank sendiri memiliki tujuan untuk membuat target menjadi kaget dan diakhir video sang eksekutor akan menghampiri korban prank dengan meminta maaf dan menjelaskan bahwa hal tersebut hanyalah lelucon semata.

Adapun, modus yang dilakukan oleh para YouTuber prank ini yaitu dengan cara memesan makanan yang tentunya dengan harga jutaan. Ketika barang atau makanan tersebut sampai, si YouTuber yang memesan tadi akan mengatakan bahwa ia tidak memesan dan itu hanya salah kirim saja, si YouTuber tersebut tanpa merasa bersalah lalu meninggalkan begitu saja, sedangkan temannya tentunya asyik merekam di tempat tersembunyi untuk melihat reaksi dari pengemudi ojol tersebut. Ketika korban prank tersebut telah menangis maka si YouTuber tadi akan menghampiri lalu meminta maaf dan menjelaskan bahwa hal tersebut hanyalah prank saja, lalu ia akan memberi uang kepada korban prank tersebut.

Prank-prank tersebut lahir karena adanya keinginan dari para conten creator untuk mendapatkan banyak penghasilan lewat YouTube akan tetapi cara mereka amatlah salah karena harus mengorbankan kepentingan orang lain.

Para content creator seperti itu hanya berpikiran menambah pundi-pundi rupiah saja tanpa memikirkan nasib orang lain padahal menurut Immanuel Kant dalam konsep pemikirannya yang bernama Imperatif Kategoris bahwa manusia rasional tidak boleh menggunakan manusia yang lain hanya untuk memenuhi tujuan pribadinya. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kasus yang saya angkat ini.

Ketika video tersebut menjadi video yang trending artinya bahwa video tersebut banyak ditonton maka hal tersebut akan menghasilkan keuntungan bagi content creator tersebut dari bentuk AdSense. YouTube telah diibaratkan seperti pasar, saya umpamakan bahwa seorang content creator sebagai produsen dan penonton sebagai konsumen yang membeli atau menonton hasil produksi si produsen. Meraup keuntungan yang banyak merupakan sifat seorang Kapitalis, karena keuntungan merupakan aspek penting dalam seluruh sistem Kapitalisme, mustahil Kapitalisme dapat hidup dan berkembang apabila tidak ada keuntungan.

Dalam Kapitalisme sendiri dikenal dengan teori tentang Self Interest yang ditulis oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations. Self Interest artinya yaitu kepentingan pribadi maksudnya ialah ketika kita ingin memenuhi kepentingan pribadi kita maka secara tidak langsung kita juga memenuhi kepentingan orang lain. Apabila kita melihat teori Adam Smith tersebut dalam tulisan ini dapatlah kiranya diambil suatu kesimpulan yaitu pertama, antara penonton YouTube dengan content creator, penonton tentunya ingin mendapatkan hiburan dari YouTube agar bisa menghibur mereka ketika tengah penat dan di satu sisi sang content creator membuat dan mengupload video ke YouTube untuk mendapatkan keuntungan dari hasil banyaknya penonton yang menonton videonya. Semakin banyak yang menonton maka akan semakin banyak pula keuntungan yang didapatkan.

Sistem Kapitalisme memaksa kita untuk memperlakukan sesama manusia lain sebagai sarana dan kita menjadi teralienasi dari diri kita sendiri. Dalam On The Jewis Question, Karl Marx mengatakan:
“Uang merupakan nilai yang bersifat universal dan ada dengan sendirinya pada semua hal. Karena itu, uang telah merampok seluruh dunia, baik dunia manusia maupun alam, dari nilai yang selayaknya. Uang adalah esensi yang mengasingkan dalam pekerjaan manusia dan kehidupannya. Celakanya, esensi asing ini menguasai hidup manusia, karena manusia memujanya.”

Kemiskinan selalu menjadi olahan berharga di tangan-tangan para kapitalis. Tangisan mereka dibeli dengan harga puluhan juta namun disamarkan dalam bentuk bantuan. Kemudian ditayangkan pada kanal besar dan mendapatkan keuntungan yang sangat banyak.

Membedah drama prank ojol ini dengan gagasan-gagasan kajian budaya akan kita temukan sebuah kekerasan bersifat subtil (halus) terhadap masyarakat miskin. Namun drama prank ojol ini telah dibangun suatu gagasan tentang hidup, yaitu hidup adalah tentang "memiliki". Gagasan ini diambil dari pemikiran Karl Marx tentang kapital dan borjuis sebagai suatu kesadaran hidup yang dapat meniadakan kesadaran hidup orang lain. Terdapat slogan yang segaris dengan gagasan Marx yang telah dikembangkan oleh teoritis lain, “Saya belanja maka saya ada” (Emo Ergo).

Jadi diri manusia kini dilihat dari kepemilikan atas kapital, dengan adanya kapital atau modal kita dapat mengkonsumsi barang atau jasa. Konsumsi barang atau jasa juga merupakan mengkonsumsi identitas, bahwa dengan konsumsi kita membentuk diri.

Hampir semua konten yang bertajuk prank ojol dikemas dalam bentuk bantuan. Pendekatan yang digunakan dalam bentuk social experiment. Kemudian para content creator akan berdalih bahwa tayangan tersebut diunggah untuk mengedukasi orang-orang.

Begitulah, ternyata di dunia yang makin rumit ini, kemiskinan, kesedihan, kesusahan, kemelaratan merupakan komoditi yang laku dijual. Untuk menyamarkan maksud jualan tersebut, tutupi dengan judul "memberi bantuan."

Penonton akan tertipu hanya karena uang jutaan yang diberikan secara cuma-cuma. Penonton menilai acaranya sangat berkesan dan inspiratif, padahal di balik layar, ada uang ratusan juta yang akan didapatkan si content creator dari hasil memeras air mata dan penderitaan orang lain tersebut.

Haruskah niat membantu seseorang malah mengintimidasi terlebih dahulu?