Ketika Hak Mempersenjatai Diri Warga Negara AS Menjadi Jaminan Keamanan Di Tengah Kerusuhan




Ketika Hak Mempersenjatai Diri Warga Negara AS Menjadi Jaminan Keamanan Di Tengah Kerusuhan - Pada tanggal 25 Mei 2020, warga negara AS George Perry Floyd Jr. meninggal dunia dalam upaya penangkapan yang dilakukan oleh polisi Minneapolis Derek Chauvin beserta rekan-rekannya. Floyd pada saat itu ditangkap atas laporan petugas sebuah toko yang mencurigai ia berusaha membayar dengan uang palsu, namun karena salah dan berlebihnya metode knee-on-neck yang digunakan Derek Chauvin, Floyd pun tidak dapat bernafas dan akhirnya meninggal dunia.

Muncul gelombang demonstrasi-demonstrasi yang memprotes kematian Floyd mulai dari wilayah Minneapolis–Saint Paul, namun kemudian merebak ke seluruh AS. Meskipun isu spesifik dari insiden Floyd adalah brutalitas polisi di AS, protes yang terjadi kemudian mengungkit-ungkit isu rasisme karena Floyd adalah seorang Afrika-Amerika dan Chauvin adalah seorang kulit putih. Demonstrasi yang terjadi kemudian mengalami eskalasi dan berubah menjadi kerusuhan. 3rd Precinct Building milik polisi Minneapolis dibakar dan polisi dievakuasi dari area tersebut. Tindak vandalisme, pembakaran dan penjarahan merajalela. Polisi sudah tidak berdaya di beberapa wilayah.

Di kala keadaan karut marut dan otoritas sudah tidak dapat diandalkan lagi, banyak pemilik senjata api di AS yang mengambil inisiatif mengamankan usahanya maupun komunitasnya. Warga negara AS memiliki hak untuk mempersenjatai diri berdasarkan konstitusi AS Amandemen Kedua (Second Amendment) yang berbunyi "A well regulated Militia, being necessary to the security of a free State, the right of the people to keep and bear Arms, shall not be infringed." Banyak foto maupun rekaman yang segera beredar yang menunjukkan peran senjata api dan pengguna senjata api yang patuh hukum dalam menjamin keamanan dan ketertiban.

Pemilik-pemilik toko Afrika-Amerika di St. Paul, Minnesota, berjaga dengan senjata di luar toko.


Terlihat penjarah yang akan masuk ke dalam sebuah toko di Rochester, New York berlari ketika pemilik toko datang dan memberi tembakan peringatan dengan shotgun.


Beberapa orang bersenjata di Minneapolis, orang putih dan orang Afrika-Amerika di hari pertama kerusuhan berkeliling dengan senjata untuk membantu pemilik-pemilik usaha mengamankan usahanya. Mereka menyatakan bahwa mereka ingin keadilan untuk Floyd, tetapi tidak menyetujui kerusuhan yang terjadi.


Pemilik usaha Asia-Amerika Hannah Fett membantu komunitasnya menjaga usaha-usaha serta rumah-rumah dari penjarahan dengan senjata api. User IG @davidvudoo juga terlihat berjaga di balkon layaknya Roof Korean saat kerusuhan LA tahun 1992.

https://www.facebook.com/photo.php?
fbid=809652026521548&set=a.100954574057967&type=3&theater


Seorang pemilik toko perhiasan Asia di Georgia melepaskan tembakan peringatan dengan AR-15 untuk mengusir penjarah dari tokonya.


Ketika polisi hilang kendali di kota Dallas, warga sipil bersenjata turun tangan dan membantu mengamankan usaha-usaha serta menjaga ketertiban di kota mereka.


Di Salem, demonstrasi diawasi oleh warga sipil yang memegang senjata. Meskipun terjadi ketegangan, tidak ada kerusuhan.



Di kota Coeur d'Alene, Idaho, ada rumor bahwa demonstrasi disana akan dipanas-panasi instigator yang datang memakai van putih. Akhirnya warga sipil di kota itu pun mempersenjatai diri, menjaga persimpangan-persimbangan serta toko-toko.


Karena terbuktinya keberadaan senjata api yang memang sangat penting untuk menjaga keamanan, banyak orang yang tadinya tidak memiliki senjata api maupun kontra terhadap 2A, kemudian berbondong-bondong membeli senjata api. Dilaporkan bahwa toko-toko senjata api di beberapa wilayah kebanjiran pembeli. Sebuah toko di Long Island, New York State mendapat antrean lebih dari 50 orang dengan waktu tunggu sekitar 4 jam. Sebuah toko favorit di San Diego kehabisan stok karena ada 273 pembeli online dengan waktu tunggu 3 hari. Di tempat-tempat lain antrean mencapai 8 jam.


Sayangnya memang sudah terlambat bagi mereka yang baru terpikir untuk mempersenjatai diri sekarang. Pembelian senjata api di AS prosesnya tidak instan, akan ada waiting period dimana pihak berwenang melakukan background check bagi pembeli sebelum memberikan lampu hijau kepada penjual. Di tempat-tempat dengan hukum kontrol senjata yang ketat seperti New York, waiting period paling lama bisa memakan waktu sebulan.

Selain menjaga keamanan dari perusuh maupun penjarah, keberadaan senjata api juga membuat polisi berpikir dua kali sebelum mengerahkan kekuatan secara berlebih. Misalnya di Salem, dimana keberadaan demonstrasi diawasi ketat oleh para pemilik senjata api. Para pemilik senjata api masih berada di luar ketika sudah lewat jam malam. Polisi mendatangi mereka dan hanya membicarakan baik-baik untuk masuk ke dalam. Sedangkan di wilayah-wilayah dimana warga sipil tidak memegang senjata api secara eksplisit, polisi berani membubarkan dengan gas air mata dan peluru karet.


Sumber tertera di bacaan ya guys.