PPN Sembako: Pemulihan Ekonomi atau Memeras Rakyat? - Akhir-akhir ini, jagat dunia maya sedang dihebohkan dengan langkah pemerintah yang dianggap mementingkan satu pihak saja. Tentu kalian sudah tahu, ya langkah itu adalah dinaikan dan dikenakannya tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN bahan kebutuhan pokok (sembako). Jadi, apa itu PPN? Dan apa saja permasalahannya? Mari kita bahas.
Pengertian PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya oleh produsen ke konsumen. Pada dasarnya, semua barang dan jasa termasuk dalam BKP (barang kena pajak) dan JKP (jasa kena pajak). Adapun penjelasannya adalah BKP termasuk pada barang yang bergerak atau tidak bergerak/berwujud yang di dalamnya dikenai pajak, begitupula pada JKP. Contoh jasa yang dikenai pajak adalah jasa hiburan, pendidikan, asuransi kesehatan dan sebagainya.
PPN barang dan jasa telah diatur pada UU PPN Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pertambahan Pajak Barang dan Jasa juga Penjualan atas Barang Mewah. Ditegaskan pula yang harus menanggung pajak adalah konsumen akhir atau pembeli. Dari sini, kita harus menyadari bahwa struk pembayaran itu penting untuk bukti-bukti dalam pembayaran, karena kita adalah pembeli.
Dampak kebijakan PPN Sembako
Adapun kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% dapat berdampak pada kenaikan harga. Seperti yang dituturkan oleh Benny Soetrisno selaku Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
"Kalau PPN ini naik, akan menimbulkan efek kenaikan harga."
Dampak dari kenaikan harga ini yaitu inflasi, seperti yang terjadi di Arab Saudi. Negara tersebut menaikkan biaya PPN dari 5% menjadi 15%, tarif tersebut naik hingga 3x lipat! Apa efeknya? Arab saudi mengalami inflasi pada Juni 2020 - April lalu di level 5%. Dan pertanyaannya, apakah Indonesia akan mengalami hal serupa? Jawabannya adalah bisa iya bisa juga tidak. Hal ini didasari atas kemampuan pemerintah dalam mengendalikan angka inflasi bersama Bank Indonesia dengan mengatur gejolak harga supaya angka inflasi tetap stabil.
Dilihat dari beberapa tahun belakangan, pemerintah dan BI terbilang cukup "mampu" dalam mengendalikan nilai inflasi sehingga nilainya akan tetap terkendali sesuai target pemerintah untuk tahun 2022 mendatang.
Berdasarkan Undang-Undang PPN Pasal 7, pemerintah dapat mengatur atau menaikkan perubahan tarif PPN minimal 5% dan paling tinggi 15%. Di tahun 2021, tarif PPN masih sebesar 10%. Selain inflasi, apa dampak lainnya jika harga-harga naik? Adalah menurunnya daya beli masyarakat. Masyarakat akan berpikir dua kali jika harga suatu barang naik, maka ini akan menimbulkan penurunan daya beli. Jika begini, laju ekonomi juga akan ikut melambat, perlu diingat masyarakat termasuk konsumen terbesar dalam pasar perdagangan.
Sebetulnya, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan pun merasa heran bagaimana dokumen tentang PPN sembako dan sekolah ini bisa bocor ke publik. Seharusnya, dokumen ini diserahkan terlebih dahulu ke DPR baru mereka akan membahasnya bersama-sama. Atas bocornya dokumen rencana pemerintah tentang PPN membuat Sri Mulyani kebingungan ketika menjelaskan kepada DPR.
"Oleh karena itu, situasinya jadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita yang keluar sepotong-potong," kata wanita yang menjabat sebagai Menteri Keuangan tersebut dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI.
Jenis barang yang dikenakan pajak
Rencana dikenakannya pajak untuk kebutuhan pokok ini jelas membuat khalayak
ramai dan kebingungan, sekejam itukah pemerintah? Perlu diketahui, sembako sebelumnya adalah barang yang tidak dikenai pajak, seperti yang tertuang dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang menyatakan:
Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang seperti hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, makanan dan minuman yang disajikan di tempat di mana barang tersebut dijual serta uang, emas batangan dan surat berharga.
Sedangkan dalam draf RUU KUP, Pasal 4A isinya dirubah menjadi terhapusnya keterangan non-pajak terhadap hasil pertambangan dan pengeboran serta kebutuhan pokok. Lalu, apakah kalian sudah mengetahui bahan pokok apa saja yang akan dikenai PPN? Di antaranya adalah:
1. Beras
2. Gabah
3. Jagung
4. Sagu
5. Kedelai
6. Garam (baik yang beryodium atau tidak)
7. Daging (daging segar yang belum diolah tetapi sudah dipotong, dikuliti, didinginkan, dikemas maupun tidak, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan atau direbus)
8. Telur (belum diolah, termasuk yang dibersihkan, diasinkan atau dikemas)
9. Susu (susu yang diperah yang melalui proses pengawetan; didinginkan atau dipanaskan dan tidak mengandung tambahan gula dan/atau dikemas maupun tidak)
10. Buah-buahan (buah segar yang dipetik yang melalui proses pembersihan, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading dan/atau dikemas maupun tidak)
11. Sayur-sayuran (sayur segar yang dipetik, dibersihkan, ditiriskan dan disimpan di suhu yang rendah)
Ke-11 bahan pokok tersebut rencananya akan dikenakan pajak, seperti yang tertulis dalam draf RUU KUP.
Menurut pandangan saya, kenaikan PPN dan dikenakannya sembako atas pajak akan sangat berguna untuk menaikkan infrastruktur negara jika penggunaan dan penyaluran dana tersebut juga benar, dalam artian dana-dana hasil pemungutan pajak dipegang oleh orang yang tepat tanpa adanya penyalahgunaan.
Masyarakat menggangap pemerintah tidak adil dalam kebijakan ini, di mana pajak pembelian mobil baru mendapatkan relaksasi dan justru bahan pokok yang menjadi sasaran pemungutan, padahal tingkat kemiskinan di Indonesia terbilang masih cukup tinggi yang hampir 70% penghasilannya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Kesimpulan
Namun, perlu saya tegaskan kembali, kenaikan PPN dan dikenakannya sembako atas pajak masih dalam tahap wacana saja, sehingga isi dan hasilnya bisa berubah sewaktu-waktu.
Kementerian Keuangan dan pihak yang terlibat atas kebijakan ini tentu akan benar-benar membahasnya secara detail, baik dalam pandangan masyarakat, pelaku ekonomi, pengusaha, pejabat dan DPR sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya tolong pintarlah dalam memilah dan memilih informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jangan meneriakkan ujaran kebencian terhadap pihak yang terkait karena info yang tersebar masih hanya berupa potongan dari isi draf KUP saat ini.
Kemenkeu sendiri mengatakan jika pihaknya akan membahas rancangan ini dengan rinci hingga dapat ditemukan titik temu kesimpulannya. Pemerintah akan membahas timing yang tepat, dampak, dan faktor-faktor yang dapat muncul bila kebijakan ini diterapkan dan juga mendiskusikan apakah langkah ini layak untuk dipublikasikan.
Pemerintah tentunya akan tetap menyeleksi kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak layak untuk kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan PPN ini tentunya akan bermanfaat bila digunakan semaksimal mungkin, walaupun juga akan berdampak pada kegiatan ekonomi di Indonesia khususnya bagi masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang akan merasa tertekan dengan berbagai kenaikan harga bahan pokok jika kebijakan ini benar-benar direalisasikan tahun depan. Pemerintah juga membuka kritik dan saran untuk kebijakan ini supaya dapat menjadi kebijakan yang benar-benar tepat.
Referensi:
[1] Wibowo, Eko Ari. 2021. "Poin-poin Penjelasan Sri Mulyani Soal PPN Sembako." Diakses dari https://bisnis,tempo,co/read/1471232/poin-poin-penjelasan-sri-mulyani-soal-ppn-sembako. Diakses pada 12 Juni 2021.
[2] N.N. 2021. "Sembako kena PPN: 'Tidak Cerminkan Keadilan' Bahan Kebutuhan Pokok Dikenai Pajak, Beli Mobil Baru dapat Relaksasi." Diakses dari https://www,bbc,com/indonesia/indonesia-57430689. Diakses pada 12 Juni 2021.
[3] Gautama, Wakoz Reza. 2021. "INDEF Paparkan Dampak berantai Terapkan PPN Sembako." Diakses dari https://www,google,com/amp/s/lampung,suara,com/amp/read/2021/06/11/181000/indef-paparkan-dampak-berantai-penerapan-ppn-sembako. Diakses pada 12 Juni 2021.
[4] N.N 2021. "Pajak Pertambahan Nilai/VAT (Value Added Tax)" Diakses dari https://www,kemenkeu,go,id/page/pengembalian-ppn. Diakes pada 12 Juni 2021.