17 Kumpulan Dongeng Anak Menarik Sebelum Tidur Terbaik Pilihan Untuk Buah Hati Tercinta - Dongeng adalah sebuah sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan (Fiksi) yang dianggap masyarakat suatu hal yang tidak pernah terjadi.
Namun, biasanya bagi orang tua dongeng digunakan untuk mengantar sang buah hati agar bisa tidur. Tak jarang banyak yang menggunakan dongeng sebagai alat pengantar tidur.
Nah buat bunda yang bingung cari dongeng yang menarik untuk sang buah hati saya punya 17 dongeng yang menarik loh. Apa sajakah itu? Ini dia:
1. Dongeng Singa & Tikus
Seekor singa sedang tidur dengan lelap di dalam hutan, dengan kepalanya yang besar bersandar pada telapak kakinya. Seekor tikus kecil secara tidak sengaja berjalan di dekatnya, dan setelah tikus itu sadar bahwa dia berjalan di depan seekor singa yang tertidur, sang Tikus menjadi ketakutan dan berlari dengan cepat, tetapi karena ketakutan, sang Tikus malah berlari di atas hidung sang Singa yang sedang tidur. Sang Singa menjadi terbangun dan dengan sangat marah menangkap makhluk kecil itu dengan cakarnya yang sangat besar.
"Ampuni saya!" kata sang Tikus. "Tolong lepaskan saya dan suatu saat nanti saya akan membalas kebaikanmu."
Singa menjadi tertawa dan merasa lucu saat berpikir bahwa seekor tikus kecil akan dapat membantunya. Tetapi dengan baik hati, akhirnya singa tersebut melepaskan tikus kecil itu.
Suatu hari, ketika sang Singa mengintai mangsanya di dalam hutan, sang Singa tertangkap oleh jala yang ditebarkan oleh pemburu. Karena tidak dapat membebaskan dirinya sendiri, sang Singa mengaum dengan marah ke seluruh hutan. Saat itu sang Tikus yang pernah dilepaskannya mendengarkan auman itu dan dengan cepat menuju ke arah dimana sang Singa terjerat pada jala. Sang Tikus kemudian menemukan sang Singa yang meronta-ronta berusaha membebaskan diri dari jala yang menjeratnya. Sang Tikus kemudian berlari ke tali besar yang menahan jala tersebut, dia lalu menggigit tali tersebut sampai putus hingga akhirnya sang Singa dapat dibebaskan.
"Kamu tertawa ketika saya berkata akan membalas perbuatan baikmu," kata sang Tikus. "Sekarang kamu lihat bahwa walaupun kecil, seekor tikus dapat juga menolong seekor singa."
Kebaikan hati selalu mendapat balasan yang baik
2. Dongeng Ayam Jantan yang Sombong
Di sebuah peternakan, tinggalah dua ekor ayam jantan. Mereka menjadi pejantan untuk semua ayam betina yang ada di peternakan itu. Tapi sayangnya, ayam jantan yang satunya selalu bersikap serakah. Dia ingin menjadi satu-satunya yang menguasai daerah itu. Sedangkan ayam jantan yang ke dua bersikap lebih sabar. Walaupun dia sering di hina, di caci, dan di perlakukan dengan semena-mena oleh ayam jantan yang satunya, dia tak mudah terpancing.
Hingga pada suatu hari, sebuah kejadian tak bisa di elakan. Ketika sedang asik mencari makan di pekarangan peternakan, tiba-tiba ayam jantan ke dua di terjang oeh ayam jantan serakah yang pertama. Untuk membela diri, ayam jantan ke dua pun mencoba malakukan perlawanan sekuat tenaga. Tapi karena sifatnya yang cinta damai dan tak suka berkelahi, ahirnya dia pun lari untuk mengalah dan bersembunyi di balik tumpukan jerami.
Melihat awanya lari tunggang anggang, ayam jantan yang sombong tersebut merasa sangat puas. Apa agi mereka di lihat oleh para ayam betina yang dari tadi mencari makan di sekitar mereka. Hal tersebut membuat ayam jantan yang sombong itu menjadi besar kepala dan semakin membanggakan dirinya. “Tak ada yang bisa mengalahkan aku di sini. Aku adalah ayam terkuat yang patut menguasai dan menjadi raja di sini..cukkurukuuukkk..” katanya sambil berkokok.
Tak puas hanya dengan hal itu, dia berniat mengumumkan kemenanganya agar di ketahui oeh seuruh penghuni peternakan. Dengan sombongnya dia mengepakan sayap dan melompat ke atap. Dari atap peternakan, dia berteriak-teriak menyombongkan diri dan menantang siapa saja yang berani melawanya. Sifat sombong telah membuat dia lupa, bahwa di atas langit masih ada langit. Ternyata secara tak sengaja, ada seekor elang yang sedang mencari mangsa lewat di atas peternakan itu.
Melihat si ayam jago yang berteriak-teriak sombong di atas atap, memberi kesempatan untuk si elang menyambar dan membawa ayam jago itu ke sarangnya menjadi santapan anak-anaknya yang tengah lapar. Berahir sudah riwayat ayam jago yang sombong itu. Sedangkan ayam jago yang satunya kini menjadi ayam jago tunggal yang menguasai daerah peternakan. Sifatnya yang suka mengalah dan cinta damai, ternyata mampu menyelamatkan dia dari bahaya. Dan mendapat ke dudukan yang sebelumya tak pernah dia bayangkan. Dan itu adalah balasan bagi orang-orang yang mau bersabar.
Nah, para adik-adik dan kaka’-kaka’ pembaca sekalian, semoga ada hikmah yang dapat kita petik dari kisah dongeng sederhana ini. Kita harus belajar untuk menjadi orang yang baik, dan ebih baik dari pada hari kemarin. Karena kebaikan pasti akan mendapat balasan yang baik pula. Meski sebelum itu kita harus lebih bersabar pada ujian yang datang.
3. Dongeng Keledai dan Garam Muatannya
Keledai dan keranjang sponsSeorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.
Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.
Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.
Cara yang sama tidak cocok digunakan untuk segala situasi.
4. Dongeng Dua Ekor Kambing
Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras.
Sebuah pohon yang jatuh, telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing. Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan.
Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.
Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan.
Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.
Tamat.
Pesan moral darii cerita ini:
Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.
5. Dongeng Semut dan Belalang
Di sebuah ladang yang subur, tinggallah keluarga semut pekerja dan belalang si pemalas. Semut dan belalang adalah dua sahabat yang memiliki sifat berlawanan.
Si semut selalu bekerja keras, mencari makanan sepanjang hari dan menyimpannya di rumah.
Sebaliknya, belalang setiap hari bersenang-senang, bernyanyi, menari dan menikmati hidup. Belalang sangat menikmati hari-harinya dan tidak memiliki rencana ke depan. Hidup mengalir seperti air.
Suatu ketika si belalang bertemu dengan semut: “Hi semut! Kenapa kamu tidak ke tempatku dan bermain bersama aku?”
Jawab si semut: “Aku lagi bekerja keras menyiapkan makanan untuk nanti musim dingin. Pada saat musim dingin tiba, tidak ada tanaman yang bisa tumbuh dan kita akan mati kelaparan jika tidak mulai menyiapkannya.”
Belalang tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban semut dan berkata: “Musim dingin masih lama semut temanku. Kenapa kamu harus khawatir? Masih ada besok kan?”
Kemudian belalang melanjutkan bermain musik dan semut kembali bekerja menyimpan makanan.
Suatu ketika musim dingin datang, semua tanaman mati dan belalang kesulitan untuk mencari makanan. Sebaliknya semut enak-enakan di rumahnya dan makan dari jagung dan biji-bijian yang telah disimpan sejak musim panas. Singkat cerita si belalang meninggal karena kelaparan.
Seekor keledai menemukan sebuah kulit singa yang telah ditinggalkan oleh sang pemburu di dalam hutan. Dia kemudian memakai kulit singa itu dan menghibur dirinya dengan cara bersembuyi di semak-semak dan tiba-tiba meloncat keluar untuk menakut-nakuti binatang yang lewat di tempat itu. Semua binatang yang kebetulan lewat, menjadi takut dan lari dari tempat itu ketika melihat keledai yang mereka kira singa.
Keledai tersebut begitu senang melihat semua binatang lari menjauh darinya, seolah-olah dirinya adalah raja hutan, sehingga karena terlalu bangga dan senangnya, dia mulai mengaum dengan keras, tetapi bukanlah auman singa yang keluar dari mulutnya, melainkan cuma ringkikan keledai yang parau. Seekor rubah yang tadinya ikut lari bersama dengan binatang lainnya, menjadi terhenti ketika mendengar suara itu. Perlahan-lahan dia mendekati keledai itu dan menyadari bahwa yang menakut-nakuti seluruh binatang yang lewat di tempat itu hanyalah seekor keledai yang memakai kulit singa. Rubah itu kemudian berkata sambil tertawa:
"Jika kamu menutup mulutmu, mungkin saya akan berlari ketakutan juga. Tetapi kamu kamu malah mengaum dan mengeluarkan suara ringkikanmu yang parau."
Orang bodoh mungkin bisa menipu dengan pakaian dan penampilannya, tetapi dari perkataanya, orang lain akan segera tahu siapa dirinya sebenarnya.
6. Dongeng Keledai yang Memakai Kulit Singa
Seekor keledai menemukan sebuah kulit singa yang telah ditinggalkan oleh sang pemburu di dalam hutan. Dia kemudian memakai kulit singa itu dan menghibur dirinya dengan cara bersembuyi di semak-semak dan tiba-tiba meloncat keluar untuk menakut-nakuti binatang yang lewat di tempat itu. Semua binatang yang kebetulan lewat, menjadi takut dan lari dari tempat itu ketika melihat keledai yang mereka kira singa.
Keledai tersebut begitu senang melihat semua binatang lari menjauh darinya, seolah-olah dirinya adalah raja hutan, sehingga karena terlalu bangga dan senangnya, dia mulai mengaum dengan keras, tetapi bukanlah auman singa yang keluar dari mulutnya, melainkan cuma ringkikan keledai yang parau. Seekor rubah yang tadinya ikut lari bersama dengan binatang lainnya, menjadi terhenti ketika mendengar suara itu. Perlahan-lahan dia mendekati keledai itu dan menyadari bahwa yang menakut-nakuti seluruh binatang yang lewat di tempat itu hanyalah seekor keledai yang memakai kulit singa. Rubah itu kemudian berkata sambil tertawa:
"Jika kamu menutup mulutmu, mungkin saya akan berlari ketakutan juga. Tetapi kamu kamu malah mengaum dan mengeluarkan suara ringkikanmu yang parau."
Orang bodoh mungkin bisa menipu dengan pakaian dan penampilannya, tetapi dari perkataanya, orang lain akan segera tahu siapa dirinya sebenarnya.
7. Dongeng Kelelawar & Musang
Seekor kelelawar tanpa sengaja masuk ke dalam sarang seekor musang yang dengan cepat menangkapnya. Sang Kelelawar memohon-mohon agar dilepaskan, tetap sang Musang tidak mau mendengarkannya.
"Kamu adalah seekor tikus," katanya, "dan Saya sangat membenci tikus. Setiap tikus yang saya tangkap, akan saya mangsa!"
Kelelawar yang tersesat dan Musang"Tapi saya bukan seekor tikus!" teriak sang Kelelawar. "Lihatlah sayapku, dapatkan seekor tikus terbang?, Saya adalah seekor burung! mohon lepaskanlah saya!"
Sang Musang mengakui bahwa sang Kelelawar bukanlah seekor tikus sehingga melepaskannya pergi. Tetapi beberapa hari kemudian, kelelawar yang malang ini, tersesat lagi ke dalam sarang musang yang lain. Dan kebetulan musang ini bermusuhan dengan burung. Sang Musangpun menangkap dan bersiap untuk memangsa sang Kelelawar.
"Kamu adalah seekor burung," katanya, "dan saya akan memangsa kamu!"
"Apa?" teriak sang Kelelawar, "Saya? adalah burung? Mengapa kamu berkata begitu? semua burung memiliki bulu! Saya tidak memiliki bulu karena saya adalah seekor tikus."
Akhirnya sang Kelelawarpun selamat dari bahaya untuk kedua kalinya.
Tempatkanlah layarmu kemanapun angin bertiup. Sesuaikan dirimu dengan kondisi yang kamu alami.
8. Dongeng Pemburu & Serigala
Dahulu kala, seekor rubah bercerita kepada seekor serigala mengenai kekuatan manusia yang tidak terkalahkan oleh hewan manapun, dan mampu membela dirinya dengan banyak cara.
Serigala pun berkata, "Jika saya memiliki kesempatan untuk bertemu dengan yang dinamakan manusia, saya akan membuktikan bahwa saya lebih kuat dari mereka."
"Aku bisa mempertemukan kamu dengan manusia apabila kamu mau," kata rubah. "Datanglah ke sini pagi-pagi besok, aku akan menunjukkan kepadamu bagaimana yang dinamakan dengan manusia."
Pemburu menembakkan senapannyaSang Serigala pun datang pada pagi hari dan sang rubah membawanya ke suatu jalan di mana ada seorang pemburu yang setiap pagi lewat di jalan tersebut.
Pertama lewatlah seorang tentara tua yang telah pensiun. "Apakah itu yang disebut dengan manusia?" tanya sang Serigala.
"Tidak," jawab sang Rubah.
Setelah itu lewatlah seorang anak kecil yang sedang pergi ke sekolah. "Apakah itu yang dinamakan manusia?"
"Tidak, tapi suatu saat ia akan menjadi manusia."
Akhirnya lewatlah seorang pemburu dengan senapan laras ganda yang disandarkan di punggungnya, dan belati yang digantungkan pada pinggangnya.
Sang Rubah berkata ke serigala, "Lihat, itulah yang disebut dengan manusia, engkau boleh menyerangnya, tetapi tunggu sampai saya telah bersembunyi terlebih dahulu."
Serigala kemudian bergegas menyerang manusia tersebut. Ketika sang Pemburu melihat serigala, ia berkata pada dirinya sendiri,
"Sangat disayangkan senapan saya tidak terisi peluru," ia pun menembak wajah sang Serigala dengan senapannya yang terisi mesiu tetapi tidak terisi peluru. Serigala yang terkejut, menarik wajah yang terasa sakit karena tembakan senapan, tetapi sang Serigala tidak membiarkan dirinya menjadi takut, dan mulai menyerang kembali. Saat itu sang Pemburu menembakkan larasnya yang berikut. Serigala menahan rasa sakitnya, dan bergegas menyerang pemburu kembali. Tetapi sang Pemburu menarik belati yang tergantung di pinggangnya dan memberikan beberapa kali sayatan di kanan dan kiri serigala. Sang Serigala menjadi terluka di sekujur tubuhnya dan akhirnya berlari melolong kembali ke tempat persembunyian sang Rubah.
"Nah, saudara serigala," kata sang Rubah, "bagaimana hasil pertemuanmu dengan manusia?"
"Ah!" Jawab serigala, "Saya tidak pernah bisa membayangkan kekuatan manusia yang sesungguhnya! Pertama, manusia mengambil tongkat dari bahunya, dan meniupnya sehingga saya merasakan sesuatu yang menyakitkan terbang ke wajahku, kemudian dia meniup tongkat tersebut sekali lagi, dan saya merasakan sesuatu yang menyakitkan terbang ke hidung saya seperti petir dan hujan badai; ketika saya cukup dekat dengannya, ia menarik sebuah tulang rusuknya yang berwarna putih dari sisinya, dan dia memukul saya dengan rusuk itu, dan jika saya tidak berlari secepat mungkin, saya pasti akan tergeletak mati di sana."
"Sekarang engkau telah merasakan akibat dari mulut besarmu." kata sang Rubah sambil tertawa.
9. Dongeng Rubah & Burung Gagak
Dari kejauhan, gagak melihat seonggok daging yang sedang dimasak oleh seorang ibu di dekat jendela. Gagak mengamati daging itu sambil menelan air liur. Ia ingin sekali memakannya. Sayang, ia tidak tahu bagaimana caranya. Namun, sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Ibu yang sedang mengolah daging itu pergi, meninggalkan daging di meja, sementara jendela dalam keadaan terbuka.
Gagak terbang ke arah jendela dengan gesit. Ia menggigit daging yang ia idam-idamkan itu dengan paruhnya, lalu membawanya pergi. Ia sangat senang karena sebentar lagi bisa menikmati daging, mengingat sudah lama sekali ia tidak makan makanan seperti itu.
Gagak hinggap di sebuah dahan pohon untuk beristirahat sejenak. Secara kebetulan, seekor rubah melewati pohon tersebut.
"Hmmm... wanginya enak sekali...," batin rubah sambil memejamkan mata dan menghirup dalam-dalam aroma daging yang ia cium. "Dari mana bau ini berasal?"
Rubah melingak-linguk ke berbagai arah untuk mencari sumber aroma daging itu. Namun, ia tidak berhasil menemukannya. Kemudian ia melihat ke atas, dan dilihatnya seekor gagak yang sedang membawa daging di paruhnya. Betapa senangnya ia. Rubah bertekad untuk merebut daging itu dari gagak.
"Tapi bagaimana caranya, ya?" batin Rubah. Setelah berpikir keras selama beberapa menit, ia berhasil mendapatkan ide cemerlang.
"Gagak adalah burung yang sombong. Aku akan memanfaatkan kesombongannya itu untuk membuatnya Iengah," batin rubah.
"Selamat siang burung yang cantik!" Rubah menyapa gagak dengan ramah. Gagak diam saja. Sebenarnya ia tersanjung mendengar pujian rubah, namun ia merasa gengsi bila menanggapinya.
Rubah kembali melancarkan aksinya. Ia memuji gagak lagi, "Seandainya aku mempunyai bentuk tubuh yang indah seperti engkau, aku pasti akan bersyukur sekali."
Gagak masih tidak menjawab apa-apa. Ia hanya mondar-mandir di dahan dengan sombongnya. Sesekali ia melebarkan sayapnya, seperti hendak terbang, namun hanya sekadar memamerkan keelokan kedua sayapnya saja.
"Betapa indahnya lehermu. Matamu juga sangat cemerlang. Kau benar-benar luar biasa!" seru rubah dengan sikap seolah-olah ia sangat mengagumi gagak.
Gagak masih tidak berkata-kata. Ia hanya menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menunjukkan sikap angkuhnya.
Pasti banyak burung lain yang iri kepadamu," lanjut rubah lagi. Gagak hanya meliriknya, namun tetap tidak menjawab sanjungannya. Karena puji-pujiannya tidak berhasil, akhirnya rubah pun mengganti strategi. Ia berkata kepada gagak dengan nada mengejek, "Andai saja suaramu sebagus bulu-bulumu, pasti kau akan menjadi raja burung yang disegani oleh seluruh hewan di hutan ini. Tapi sayang sekali, kau tidak bisa bersuara."
Gagak marah mendengar ejekan rubah. Lantas ia mengeluarkan suara keras untuk membuktikan bahwa ucapan rubah tidaklah benar, "Kaaaak!"
Tatkala gagak mengeluarkan suara itu, paruhnya terbuka sehingga daging yang dijepit di paruhnya pun jatuh. Rubah dengan tangkas langsung menangkapnya, lalu berlari menjauh. Ia gembira sekali karena strateginya berhasil. Sementara itu, gagak hanya bisa terpekur menyesali kebodohannya. Seandainya tadi ia tidak terlena oleh pujian rubah dan tidak langsung marah mendengar ejekan rubah, pasti ia bisa menikmati daging itu dengan puas.
Pesan moral dari Contoh Dongeng Cerita Rakyat : Fabel Rubah dan Gagak adalah Mendapatkan pujian memang menyenangkan, tapi hendaknya kita jangan sampai terlena. Sebab, orang yang terlena mudah terkena tipu daya. Jika mendapatkan pujian, maka tanggapilah dengan sewajarnya, tidak perlu berlebihan
10. Dongeng Rubah & Buah Anggur
Seekor rubah suatu hari melihat sekumpulan buah anggur yang ranum bergantungan dari pohon anggur di sepanjang cabangnya. Buah anggur itu terlihat begitu ranum, kelihatan sangat lezat dan berisi penuh, dan mulut sang Rubah menjadi terbuka serta meneteskan air liur saat menatap buah anggur yang bergantungan.
Buah anggur itu tergantung pada dahan yang cukup tinggi, dan sang Rubah harus melompat untuk mencapainya. Saat pertama kali melompat untuk mengambil buah tersebut, sang Rubah tidak dapat mencapainya karena buah itu tergantung cukup tinggi. Kemudian sang Rubah mengambil ancang-ancang dan berlari sambil melompat, tetapi kali ini sang Rubah masih juga tidak dapat mencapai buah anggur tersebut. Sang Rubah mencoba untuk melompat terus, tetapi semua usaha yang dilakukannya sia-sia belaka.
Sekarang dia lalu duduk dan memandang buah anggur itu dengan rasa penasaran.
"Betapa bodohnya saya," katanya. "Disini saya terus mencoba untuk mengambil buah anggur yang kelihatannya tidak enak untuk dimakan."
Kemudian sang Rubah lalu berjalan pergi dengan perasaan yang sangat kesal.
Banyak orang yang berpura-pura mengacuhkan dan memperkecil arti sesuatu yang tidak dapat mereka capai
11. Dongeng Anjing & Bayangannya
Anjing dan bayangan dirinyaSeekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.
Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.
Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah
12. Dongeng Ayam Jantan yang Cerdik & Rubah
Seekor anjing dan seekor ayam jantan yang berteman akrab, berharap bahwa satu saat mereka akan dapat berkeliling dunia dan menemukan petualangan baru. Sehingga mereka kemudian memutuskan untuk meninggalkan tanah pertanian dan melakukan perjalanan keliling dunia melalului sebuah jalan yang menuju ke hutan. Kedua sahabat itu berjalan bersama dengan semangat dan tidak bertemu dengan petualangan yang mereka sering bicarakan.
Pada malam hari, ayam jantan, mencari tempat untuk bertengger seperti kebiasaannya, dia melihat sebuah pohon yang berlubang dan dipikirnya pohon tersebut sangat baik untuk dijadikan tempat menginap. Sang anjing dapat menyelinap ke dalam lubang pohon tersebut dan sang ayam dapat terbang ke atas salah satu dahan pohon tersebut. Keduanya lalu tertidur dengan nyenyak di pohon tersebut.
Disaat fajar mulai menyingsing, ayam jantan tersebut terbangun dan sejenak dia lupa dimana dia berada. Dia mengira dirinya masih di tanah pertanian dimana tugasnya adalah membangunkan seisi rumah pada pagi hari. Sekarang dengan berdiri diatas jari kakinya, dia mengepakkan sayapnya dan berkokok dengan semangat. Tetapi bukannya petani yang terbangun mendengar dia berkokok melainkan dia membangunkan seekor rubah yang tidur tidak jauh dari pohon tersebut. Rubah tersebut dengan cepat melihat ke arah ayam tersebut dan berpikir bahwa dia mendapatkan sarapan pagi yang sangat lezat. Dengan cepat dia mendekati pohon dimana ayam jantan bertengger, dan berkata dengan sopan:
"Selamat datang di hutan kami, tuanku yang agung. Saya tidak dapat berbicara bagaimana senangnya saya bertemu dengan anda di tempat ini. Saya merasa yakin bahwa kita akan menjadi teman baik."
"Saya merasa tersanjung, tuan yang baik." kata ayam jantan tersebut dengan malu-malu. "Jika kamu memang mau, pergilah ke pintu rumahku di bawah pohon ini, pelayanku akan membiarkan kamu masuk."
Rubah yang sedang lapar itu tidak mencurigai apapun, berjalan ke arah lubang dibawah pohon tersebut seperti yang disuruhkan, dan dalam sekejap mata anjing yang tadinya tidur di dalam lubang pohon itu menyergapnya.
Siapa yang akan menipu, akan menerima akibatnya sendiri
13. Dongeng Rahasia Breno
Rangga melepaskan Lili kelinci dari kandang mungil yang dibawanya. Lili kelinci langsung melompat lincah. Ia gembira melompat ke sana kemari di halaman belakang rumah Rangga yang luas.
"Hai! Penghuni baru, ya?" tanya seekor ayam kate.
"Iya. Kenalkan, aku Lili kelinci.
Rangga baru saja membeliku di pasar hewan,"jawab Lili kelinci.
"Namaku Keti,"'balas si ayam Kate. Mereka bersalaman.
Tidak berapa lama, datang Pati si burung merpati, Kili si kura-kura, dan Kitt si kucing anggora. Mereka ikut berkenalan dengan Lili.
"Eh, siapa yang sedang tiduran di teras itu?" tanya Lili.
"Oh, itu Breno,"jawab Pati. "Dia sombong."
Keti lalu bercerita. Breno adalah anjing kesayangan Tuan Rudi, papa Rangga. Breno dipercaya menjaga rumah. Sudah berkali-kali Breno berhasil mengusir maling.
"Hanya Breno yang bebas keluar masuk rumah. Kandangnya paling bagus. Makanannya juga mahal-mahal, dibeli di supermarket,"cerita Keti.
"Enggak seperti makanan kita, yang dibeli di pasar,"timpal Kitti sedih.
Suatu pagi, Lili tidak sengaja bertemu Breno yang bermalas-malasan di samping kolam ikan.
"Hai, Breno! Sedang apa?" Lili langsung menyapa Breno.
Breno membuka sebelah matanya. "Kenapa nanya-nanya?" jawab Breno galak.
"Jangan galak-galak, Breno! Aku cuma ingin berteman."
Breno menyalak keras sekali sambil memamerkan gigi-gigi taringnya yang tajam. Telinga Lili jadi sakit.
"Kenapa, sih, kamu tidak mau berteman dengan yang lainnya?"
"Kalian tidak punya keahlian. Beda dengan aku. Aku bisa berlari kencang, menangkap bola, menangkap pencuri, dan menjaga rumah. Penciumanku juga tajam."
"Kamu juga punya kekurangan, Breno."
"COba tunjukkan!" tantang Breno.
Lili mengambil bola Rangga yang berwarna merah dan biru. "Coba tebak, apa warna bola ini?" tanya Lili. Breno kebingungan.
"Aku tahu, semua anjing buta warna," tukas Lili.
"Tetapi, aku pernah menangkap pencuri,"bela Breno.
"Kamu hanya mengandalkan penciumanmu!"jawab Lili.
Breno menjadi malu. Lili tahu kekurangan dirinya.
"Kita semua punya kekurangan, Breno, supaya bisa saling membantu,"jelas Lili.
"Lili, maukah kamu menjaga rahasiaku?" tanya Breno lirih.
"Tentu saja. Asal kamu berjanji untuk rendah hati."
Breno terdiam. Namun ia lalu mengangguk sambil mengulurkan sebelah kaki depannya. Lili juga mengulurkan sebelah kaki depannya. Mereka saling tos, tanda persahabatan
14. Dongeng Jorinde & Joringel
Dahulu kala, ada sebuah kastil tua yang terletak di tengah hutan besar yang lebat, di mana di dalam kastil itu seorang wanita penyihir tua berdiam seorang diri. Pada siang hari, dia mengubah dirinya menjadi seekor kucing atau burung hantu, dan di malam hari dia berubah bentuk kembali menjadi manusia.
Dia bisa memancing hewan liar dan burung untuk datang kepadanya, lalu kemudian ditangkapkapnya untuk kemudian dimangsanya. Jika ada orang yang mendekat dalam jarak seratus langkah dari kastilnya, orang tersebut tidak bisa bergerak lagi hingga si Penyihir itulah yang melepaskannya untuk dibawa ke kastilnya. Setiap kali ada gadis yang masuk ke dalam lingkaran kastilnya, dia akan mengubahnya menjadi seekor burung dan mengurungnya dalam sangkar, lalu kurungan itu akan disimpan di dalam sebuah ruangan bersama sekitar tujuh ribu sangkar burung langka lainnya.

Suatu saat, ada seorang gadis yang bernama Jorinda, yang merupakan gadis tercantik yang pernah ada di dusun sekitar tempat tinggal si Penyihir itu. Gadis itu paling cantik bila dibandingkan gadis-gadis cantik lainnya di sekitar kastil penyihir tua tersebut. Sebelumnya, dia dan seorang pemuda tampan bernama Joringel telah berjanji untuk menikah. Mereka masih dalam masa pertunangan dan mereka senantiasa berjalan bersama-sama.
Suatu hari mereka pergi berjalan-jalan di hutan. Sesaat Jorinda teringat sesuatu dan berkata kepada Joringel, "Hati-hati, jangan berjalan terlalu dekat dengan kastil di hutan."
Sore itu adalah hari yang indah, matahari bersinar terang di antara dahan-dahan pepohonan yang terlihat berwarna hijau gelap, tetapi saat itu merpati di hutan menyanyikan lagu yang sedih.
Jorinda terharu dan menangis mendengar nyanyian tersebut, dan duduk di bawah sinar matahari sambil bersedih. Joringel ikut menjadi sedih. Kemudian saat mereka tersadar dan memandang sekeliling mereka, mereka menjadi bingung, karena mereka tidak tahu ke mana arah untuk pulang. Sementara matahari perlahan-lahan mulai terbenam.
Joringel melihat sekeliling, dan melalui semak-semak dilihatnya dinding tua kastil yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka duduk. Dia menjadi terkejut dan ketakutan. Saat itu Jorinda menyanyi:
"Burung kecilku, dengan leher berwarna merah,
Menyanyi sedih, sedih, sedih,
Dia menyanyi seolah-olah bersedih bersama Merpati,
Menyanyi lagu sedih...."
Saat Joringel melihat ke arah Jorinda, Jorinda telah berubah menjadi seekor burung bulbul dan bernyanyi, "Jug, jug, jug."
Seekor burung hantu dengan mata yang menyala, terbang mengelilingi burung bulbul tersebut dan berteriak tiga kali, "To-whoo, to-whoo, to-whoo!"
Joringel tidak dapat bergerak, dia berdiri di sana seperti sebuah batu, juga tidak bisa menangis ataupun berbicara, ataupun menggerakkan kaki dan tangannya. sementara itu, matahari sudah terbenam. Burung hantu itu sekarang terbang menuju ke semak-semak, dan setelah itu keluar dari semak-semak dalam bentuk seorang wanita tua yang bongkok, berkulit kuning dan bertubuh kurus, dengan mata berwarna merah dan besar serta berhidung bengkok, yang ujungnya hampir mencapai dagunya.
Dia bergumam kepada dirinya sendiri, lalu menangkap burung bulbul, dan membawanya pergi dalam genggaman tangannya. Joringel hanya terpaku dan diam di tempatnya, tidak bisa berbicara atau bergerak dari tempat tersebut.
Akan tetapi, akhirnya wanita tua itu datang kembali, dan berkata, "Saat bulan menyinari sangkar burung, biarkanlah dia bebas."
Tidak lama kemudian, Joringel pun terbebas. Dia jatuh berlutut dan memohon kepada wanita tua itu untuk melepaskan Jorinda, tetapi wanita tua itu mengatakan bahwa Joringel tidak akan pernah bertemu lagi dengan Jorinda, dan dia pun berlalu serta pergi meninggalkannya.
Joringel memanggil, menangis, dan meratap, tetapi semua sia-sia, "Ah, apa yang harus kulakukan?"
Joringel kemudian meninggalkan tempat itu, dan akhirnya tiba di sebuah desa. Di sanalah dia bekerja sebagai gembala domba dalam waktu yang cukup lama. Dia masih sering berjalan dan berkunjung ke sekitar kastil, tetapi tetap menjaga jarak dengan kastil.
Akhirnya suatu malam dia bermimpi bahwa dia menemukan bunga berwarna merah darah, di tengah-tengahnya terdapat sebuah mutiara yang besar dan indah. Dia bermimpi mengambil bunga tersebut dan membawanya ke kastil, dan dalam mimpinya segala sesuatu yang disentuh dengan bunganya, akan terbebas dari sihir. Dia juga bermimpi bahwa dengan cara itulah dia bisa membebaskan Jorinda.
Di pagi hari, ketika dia terbangun, dia mulai mencari bunga seperti dalam mimpinya tersebut di atas bukit dan di bawah lembah. Dia terus mencari, hingga pada hari kesembilan, pada pagi harinya, dia menemukan bunga yang berwarna merah darah. Di tengah-tengah bunga tersebut, terdapat sebuah tetesan embun yang besar, sama seperti bunga dalam mimpinya.
Dia lalu melakukan perjalanan siang dan malam dengan membawa bunga itu menuju ke kastil. Ketika dia berada dalam jarak seratus langkah, dia tidak menjadi patung tetapi dapat terus berjalan sampai ke pintu. Joringel menjadi sangat senang, dia menyentuh pintu dengan bunganya, yang dengan segera terbuka setelah tersentuh bunga. Dia berjalan melalui halaman, mengikuti suara kicauan burung-burung. Akhirnya dia menemukan ruang di mana kicauan tersebut berasal, dan di ruang tersebut dilihatnya penyihir sedang memberi makan burung-burung di tujuh ribu sangkar.
Namun si Penyihir itu amat marah ketika melihat Joringel yang datang. Dia murka, marah dan marah serta menyemburkan ludah beracun terhadap Joringel. Tetapi racun tersebut tidak bisa mengenainya dan terhenti sekitar dua langkah dari tubuhnya. Joringel tidak mempedulikan penyihir itu, dan memeriksa sangkar yang berisikan burung-burung untuk membebaskan Jorinda. Namun Joringel bingung, ada ratusan sangkar yang berisi burung bulbul, bagaimana dia bisa menemukan Jorinda?
Sesaat kemudian, dia melihat wanita tua itu diam-diam mengambil sangkar yang berisikan seekor burung bulbul di dalamnya, dan pergi menuju sebuah pintu. Dengan cepat Joringel melompat ke arahnya, menyentuhkan bunga yang dibawanya ke sangkar yang dibawa oleh si Penyihir itu. Bunga itu pun disentuhkan terhadap tubuh wanita tua yang jahat itu.
Saat itulah sihir wanita tua seketika sirna. Sekarang, dia tidak bisa lagi menyihir. Jorinda yang telah berwujud seorang gadis cantik lagi, berdiri tidak jauh dari Joringel.
Setelah itu, Joringel pun menyentuhkan bunganya ke semua burung yang ada dalam ruangan itu. Tidak lama kemudian, semua burung telah berwujud menjadi manusia. Setelah kejadian itu, Joringel pun menggandeng Jorinda untuk pulang dan kembali ke dusun mereka. Di sana, mereka akhirnya hidup bahagia bersama.
15. Dongeng Asal Mula Rumah Siput
Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana. Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon. Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh. Siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk. Tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur. Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya. Tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru.
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku, siput bersorak senang. Aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak akan ada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan. Karena lelah dan kedinginan, siput masuk ke dalam cangkang itu. Siput merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku. Aku akan membawa rumah ini bersamaku kemanapun aku perg
16. Dongeng Nyamuk Pertama
Pada zaman dahulu hiduplah seorang petani sederhana bersama istrinya yang cantik. Petani itu selalu bekerja keras, tetapi istrinya hanya bersolek dan tidak mempedulikan rumah tangganya. Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dan hidup dari hasil pertanian sebagaimana layaknya keluarga petani.
Sang istri yang cantik itu tidak puas dengan keadaan mereka. Dia merasa, sudah selayaknya jika suaminya berpenghasilan lebih besar supaya dia bisa merawat kecantikannya. Untuk memenuhi tuntutan istrinya, petani itu bekerja lebih keras. Namun, sekeras apa pun kerja si petani, dia tak mampu memenuhi tuntutan istrinya. Selain minta dibelikan obat-obatan yang dapat menjaga kecantikanya, istrinya juga suka minta dibelikan pakaian yang bagus-bagus --yang tentunya sangat mahal.
“Bagaimana bisa kelihatan cantik kalau pakaianku buruk,” kata sang istri. Karena hanya sibuk mengurusi penampilan, istri yang cantik itu tidak memperhatikan kesehatannya. Dia jatuh sakit. Sakitnya makin parah hingga akhirnya meninggal dunia. Suaminya begitu sedih. Sepanjang hari dia menangisi istrinya yang kini terbujur tanpa daya. Karena tak ingin kehilangan, petani itu tak mau mengubur tubuh istrinya yang amat dicintainya itu. Dia ingin menghidupkan kembali istrinya.
Esok harinya suami yang malang itu menjual semua miliknya dan membeli sebuah sampan. Dengan sampan itu dia membawa jasad istrinya menyusuri sungai menuju tempat yang diyakini sebagai persemayaman para dewa. Dewa tentu mau menghidupkan kembali istriku, begitu pikirnya. Meskipun tak tahu persis tempat persemayaman para dewa, petani itu terus mengayuh sampannya. Dia mengayuh dan mengayuh tak kenal lelah. Suatu hari, kabut tebal menghalangi pandangannya sehingga sampannya tersangkut. Ketika kabut menguap, di hadapannya berdiri sebuah gunung yang amat tinggi, yang puncaknya menembus awan. Di sinilah tempat tinggal para dewa, pikir Petani. Dia lalu mendaki gunung itu sambil membawa jasad istrinya
Dalam perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki tua.
“Kau pasti dewa penghuni kayangan ini,” seru si petani dengan gembira.
Dikatakannya maksud kedatangannya ke tempat itu.
Laki-laki tua itu tersenyum.
“Sungguh kau suami yang baik. Tapi, apa gunanya menghidupkan kembali istrimu?”
“Dia sangat berarti bagiku. Dialah yang membuat aku bersemangat. Maka hidupkanlah dia kembali,” kata si petani.
Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya.
“Baiklah kalau begitu. Akan kuturuti permintaanmu. Sebagai balasan atas kebaikan dan kerja kerasmu selama ini, aku akan memberimu rahasia bagaimana cara menghidupkan kembali istrimu. Tusuk ujung jarimu, lalu percikkan tiga tetes darah ke mulutnya. Niscaya dia akan hidup kembali. Jika setelah itu istrimu macam-macam, ingatkan bahwa dia hidup dari tiga tetes darahmu.
Petani itu segera melaksanakan pesan dewa itu. Ajaib, istrinya benar-benar hidup kembali.
Tanpa pikir panjang, suami yang bahagia itu pun membawa pulang istrinya. Tapi, sang istri tahu, selain sampan yang dinaiki mereka, kini suaminya tak punya apa-apa lagi. Lalu, dengan apa dia merawat kecantikannya?
Suatu hari, sampailah suami-istri itu di sebuah pelabuhan yang sangat ramai. Petani turun dari sampan dan pergi ke pasar untuk membeli bekal perjalanan dan meninggalkan istrinya sendirian di sampan. Kebetulan, di sebelah sampan mereka bersandar sebuah perahu yang sangat indah milik seorang saudagar kaya yang sedang singgah di tempat itu. Melihat kecantkan istri si petani, pemiliik perahu itu jatuh cinta dan membujuk perempuan cantik itu untuk ikut bersamanya.
“Kalau kau mau ikut denganku, akan aku belikan apa saja yang kau minta,” kata sang saudagar.
Sang istri petani tergoda. Dia lalu pergi dengan saudagar itu.
Pulang dari pasar Petani terkejut karena istrinya tak ada lagi di sampannya. Dia mencari ke sana-kemari, tetapi sia-sia. Setahun kemudian, bertemulah dia dengan istrinya, tetapi istrinya menolak kembali kepadanya. Petani lalu teringat kepada dewa yang memberinya rahasia menghidupkan kembali istrinya.
“Sungguh kau tak tahu berterima kasih. Asal tahu saja, kau hidup kembali karena minum tiga tetes darahku.”
Istrinya tertawa mengejek.
“Jadi, aku harus mengembalikan tiga tetes darahmu? Baiklah…”
Sang istri pun menusuk salah satu jarinya dengan maksud memberi tiga tetes darahnya kepada suaminya. Namun, begitu tetes darah ketiga menitik dari jarinya, wajahnya memucat, tubuhnya lemas, makin lemas, hingga akhirnya jatuh tak berdaya. Mati.
Setelah mati, dia menjelma menjadi nyamuk. Sejak itu, setiap malam nyamuk jelmaan wanita cantik itu berusaha menghisap darah manusia agar dapat kembali ke ujudnya semula.
Orangtua Sering Ditinggalkan, Bertemu Hanya Ketika Dibutuhkan
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk
membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa
mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. ” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon
apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.
Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah .”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi
datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak
lelaki itu.”Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan
sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. ” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Pohon apel itu adalah orang tua kita.Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
17. Dongeng Kakek Pasto Pandai Berhitung
Rubel adalah rubah belang malas yang tinggal di Desa Hijau. Pekerjaannya hanya tidur, tidur, dan tidur. Kalau lapar ia akan meminta makanan dari teman-temannya. Kalau tak ada lagi yang mau memberinya makan, Rubel akan mencuri makanan dari rumah-rumah penghuni desa. Suatu hari, Boni si Kuda Nil memergokinya mencuri kue di rumah Nenek Ladia, seekor sapi tua yang pelupa.
"Aku akan laporkan ini pada Nenek Ladia, kata Boni.
"Silakan saja. Nenek Ladia tak akan percaya padamu," jawab Rubel, yakin.
Ternyata Rubel benar. Jangankan menghitung kue yang ia buat, Nenek Ladia pun lupa kalau ia sudah membuat kue. Rubel tertawa-tawa senang. Setelah itu ia tertidur pulas karena kekenyangan. "Suatu hari pasti ia akan ketahuan kalau suka mencuri," kata Boni, geram.
Suatu hari, Desa Hijau kedatangan warga baru. Namanya Kakek Pasto, Beruang yang sudah lanjut usia. Kakek Pasto adalah pembuat pasta terkenal. Pasta buatannya sangat nikmat tak terkira. Sejak hari pertama ia datang. Rubel sudah mengincar pasta-pasta buatannya.
"Hmmm, aku sudah tidak sabar," gumam Rubel sambil mengintip dari balik pohon. Ketika Kakek Pasto sedang tertidur lelap, Rubel masuk dari jendela yang terbuka. Diambilnya kue-kue buatan kakek Pasto. Aha! Ada tiga sepiring spaghetti di mejanya. Diambilnya satu piring saja. Rubel lalu pergi diam-diam lewat jendela, sebelum Kakek Pasto terbangun.
Keesokan harinya Rubel mengulangi hal yang sama. Kali ini Kakek Pasto sedang pergi ke suatu tempat.
"Wah, wah, tentu Kakek Pasto tak pernah menghitung berapa banyak spaghetti buatannya," Rubel tertawa-tawa senang.
Tiba-tiba Kakek Pasto muncul dari balik pintu. "Siapa bilang?" hardiknya.
"Kemarin aku sudah membuat 155 kue bulan. Ketika bangun tidur, kuhitung tinggal 98. Jadi ada 57 yang hilang. Aku juga memasak spaghetti. Ada 900 lembar spaghetti terbagi dalam tiga piring. Kemarin tinggal dua piring."
Rubel gelagapan. Kakek Pasto tak hanya pintar memasak, ia juga pintar berhitung! Rubel tak bisa berkilah lagi. Kakek Pasto sudah memergokinya mencuri makanannya.
Kabar itu menyebar ke seluruh desa. Rubel sekarang punya julukan baru, 'Si Pencuri Makanan'. Kini untuk mendapatkan makanan, Rubel harus bekerja keras. Ia harus menggiling adonan pasta menjadi lembaran-lembaran spaghetti. Setiap hari ia harus menghasilkan 1500 lembar spaghetti, tak boleh kurang. Karena Kakek Pasto benar-benar menghitungnya.