APAKAH ATEIS LEGAL DI INDONESIA? BERIKUT JAWABANNYA!





APAKAH ATEIS LEGAL DI INDONESIA? - Kali ini saya pengen ngangkat tema yang agak berat  bin sensitif nih dari bahasan saya sebelum-sebelumnya, yaitu Apakah Ateis Legal di Indonesia?

Yang perlu diketahui terlebih dahulu, Ateis adalah seseorang yang tidak meyakini, meragukan (Agnos), ataupun mempercayai eksistensi dari sesosok yang dianggap maha esa dan kuasa yang dinamakan "Tuhan."

Yap, kamu gak salah denger, itu yang akan kita bahas di thread kali ini. Jadi buat yang belum terbiasa dengan diskusi kek gini jangan ke triggered dulu ya. Biasakan bersikap open minded (pikiran terbuka) dalam artian "Walaupun kita tidak menyetujui atau menyukai suatu hal ya gak usah ngehujat apalagi ngehina mereka-mereka yang pemikirannya jauh berbeda dengan kita. 

So, Without any further ado, langsung aja ya ke pembahasan utamanya.

Ateisme atau tidak beragama di Indonesia adalah hal yang tidak umum dan sangat jarang terjadi pada penduduk Indonesia, terutama karena besarnya stigma sosial yang melekat dengan menjadi seorang ateis di Indonesia.

Islam adalah agama mayoritas di Indonesia. Sulit untuk menghitung jumlah ateis atau agnostik di negara ini karena tidak dihitung secara resmi oleh sensus penduduk, walaupun hingga Januari 2014 sudah ada 961 orang yang mengaku ateis yang mendaftar di sensus ateis yang diadakan oleh Atheist Alliance International. Komunitas ateis Indonesia, seperti yang tergabung dalam komunitas Indonesian Atheists, umumnya berkomunikasi satu sama lainnya melalui Internet.

Ateisme tidak diakui di Indonesia karena sering kali dianggap tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Menurut undang-undang, agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia hanya enam, dan oleh sebab itu dikatakan tidak ada tempat bagi ateisme. Namun, pada 10 Juli 2012, ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat bahwa ateisme tidak dilarang dalam konstitusi dan menyatakan bahwa pelarangan keberadaan ateis merupakan "pelanggaran hak asasi manusia".

ATEISME DI INDONESIA TIDAK DILARANG OLEH HUKUM, setidaknya secara tersurat. Menurut Benjamin Fleming Intan, penulis buku Public Religion and the Pancasila-Based State of Indonesia, agama memainkan peran penting dalam kehidupan rakyat Indonesia. Intan menjelaskan bahwa menurut prinsip-prinsip Pancasila, Indonesia tetap menjadi negara yang berbasis agama. 

Oleh sebab itu, Pancasila sebagai landasan ideologis negara pada sila pertama menyatakan bahwa Indonesia berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, dalam butir pertama sila pertama Pancasila dinyatakan: Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, ini adalah pernyataan umum bahwa secara ideologis bangsa Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan dan memeluk suatu agama.

Penggagas Pancasila dan Presiden pertama Indonesia Sukarno menyatakan bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa sebagai karakteristik dari bangsa inilah yang perlu diakui, bahkan, oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan sekalipun. Menerima Sila Pertama berarti bertoleransi pada keragaman agama di Indonesia, bukan hanya yang beragama bertoleransi kepada yang tidak beragama, tetapi juga meminta toleransi mereka yang tidak beragama pada mereka yang beragama.

Tidak ada hukum ataupun undang-undang Indonesia yang secara tegas melarang ataupun menentukan sanksi bagi seorang ateis. Namun, dengan menjadi ateis akan berdampak terhadap pemenuhan hak-hak dan kewajiban seseorang di mata hukum, misalnya kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk, yang mengharuskan pencantuman agama, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Oleh sebab itu, ateis di Indonesia tetap diwajibkan untuk mencantumkan agama tertentu dalam dokumen kependudukannya untuk memenuhi persyaratan administratif. Juga dalam masalah perkawinan; menurut undang-undang perkawinan di Indonesia, perkawinan hanya sah jika dilakukan menurut hukum dari masing-masing agama yang dianutnya, sehingga seorang ateis kesulitan dalam memperoleh hak yang sama seperti yang dimiliki oleh penduduk yang beragama.

Meskipun seseorang tidak dikenakan sanksi atau hukuman karena menjadi seorang ateis, penyebar ateisme di Indonesia dapat dikenakan sanksi pidana, sesuai dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun bagi barang siapa yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa."

Indonesian Atheists adalah sebuah komunitas yang menjadi wadah aspirasi bagi para ateis di Indonesia. Komunitas ini bertujuan untuk mendukung dan menghibur ateis Indonesia yang terdiskriminasi dalam dunia nyata.

Indonesian Atheist didirikan pada bulan Oktober 2008 melalui situs jejaring sosial Facebook dan hingga Januari 2013 tercatat sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 900 ateis Indonesia, yang bisa dipantau melalui sebuah situs web.

Pada bulan Februari 2012, seorang pegawai negeri Indonesia bernama Alexander Aan menulis sebuah komentar di akun Facebook khusus kelompok ateis yang mengatasnamakan masyarakat Minang dengan menyatakan bahwa "Tuhan itu tidak ada" serta mengunggah gambar tentang Nabi Muhammad yang dinilai menghina Islam. Ia ditangkap dan dituduh telah melakukan penistaan agama.

Pada tanggal 14 Juni, Alexander dinyatakan bersalah karena menyebarkan kebencian agama dan dijatuhi hukuman penjara selama dua setengah tahun dan denda sebesar seratus juta rupiah. Peristiwa ini menimbulkan perdebatan terkait dengan legalitas ateisme dan kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan kasusnya ini ditanggapi oleh Amnesty International, yang menganggap bahwa ia telah dijadikan "tahanan keyakinan".

Pada bulan Juli 2012, Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Mahfud MD, dilaporkan telah melegalkan ateisme di Indonesia menyusul pernyataannya yang menyebut "keberadaan penganut ateis dan komunis di Indonesia diperbolehkan. Hal tersebut mengacu pada konstitusi bahwa kebebasan harus dianggap setara." Mahfud bagaimanapun juga membantah hal ini, tetapi mengungkapkan bahwa jika seseorang atau kelompok mengaku komunis atau ateis, mereka tidak bisa dihukum, karena yang dilarang oleh negara adalah menyebarkan ajaran komunis dan paham ateis, sebab bertentangan dengan Pancasila.

Pada bulan Desember 2013, menyusul direvisinya undang-undang kependudukan Indonesia, diputuskan bahwa kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) boleh dikosongkan jika seseorang menganut selain enam agama yang diakui di Indonesia. 

Meskipun tidak menyinggung mengenai ateis, Menteri Agama Indonesia, Suryadharma Ali, menyetujui hal ini, menilai bahwa jika seorang ateis mencantumkan agamanya pada kartu tanda penduduk, maka hal itu akan menjadi pembohongan publik. Di sisi lain, usulan ini ditentang oleh Wakil Menteri Agama, yang berpendapat bahwa pencantuman agama pada Kartu Tanda Penduduk dapat memaksimalkan fungsi pelayanan pemerintah dan mencegah perkawinan campuran beda agama.

Jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2010 membuktikan bahwa 30% penduduk Indonesia setuju dengan penerapan hukuman mati bagi siapapun yang keluar dari Islam.

Jadi bagaimana nih sobat semua? Udah taukan bahwa ateisme sama sekali tidak dilarang di Indonesia, tapi kalau dipikir-pikir apakah menurut kalian orang ateis sudah lama terdiskriminasi di negeri ini? Salah satu contohnya seperti setiap ateis wajib memilih salah satu agama yang resmi di Indonesia walau tidak menganut/mengimaninya, lalu orang ateis dianggap melanggar norma sosial karena tidak punya Tuhan ataupun agama yang mereka (Theis) anut. Ditambah lagi adanya pelarangan paham ateisme oleh sebagian pihak yang beragama.

Apakah mungkin kedepannya paham ini diakui secara legal (resmi) di Indonesia dengan mengakui eksistensi mereka yang mungkin takut mempublikasikan identitas mereka yang sebenarnya alias banyak yang ngebunglon dipaksa beragama baik oleh pemerintah maupun keluarga dan atau lingkungannya karena bisa-bisa dihujat dan dikucilkan masyarakat. 

Gimana nih menurut kalian?