4 Sejarah Aksi Spionase yang Pernah Terjadi di Indonesia

 



4 Sejarah Aksi Spionase yang Pernah Terjadi di Indonesia - Aksi spionase asing di Indonesia bukan hanya penyadapan oleh badan intelijen Australia. Sebelumnya banyak aksi spionase asing yang menggegerkan.

Posisi strategis secara geopolitik membuat semua informasi tentang Indonesia diburu oleh pihak asing. Apalagi Indonesia kaya dengan sumber daya alam. Aksi intel asing ini penuh risiko karena pihak asing menyadari betapa pentingnya Indonesia di mata mereka.

Aksi-aksi spionase ini berbeda misinya satu sama lain. Setelah terungkap, berbeda pula perlakuan yang ditunjukkan pemerintah.


1. Aksi Allan Pope

Allen Lawrence Pope adalah seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi. Salah satu misinya di Indonesia membantu pemberontakan PRRI/Permesta. Dia tertangkap oleh TNI ketika usahanya mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat pembom B-26 Invader AUREV. Pesawatnya ditembak jatuh oleh P-51 Mustang milik Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto.

Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi CIA. Allen Pope menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.

Tertangkapnya Pope membuat Amerika menjadi baik pada Soekarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno dihentikan sementara.

Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan. Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope hingga kemudian dia dilepas. Menurut Soekarno, dia tidak tega terhadap tangis istri Pope. Rumor menyebutkan, Pope ditukar dengan 10 pesawat Hercules. Rumor lain menyebutkan Pope ditukar dengan bantuan pembangunan jalan by pass.


2. Intel Uni Soviet

Jaringan intelijen Uni Soviet pernah beraksi di Jakarta pada 1982. Seorang perwira tinggi TNI Letkol Soesdarjanto membocorkan dokumen data-data kelautan Indonesia kepada Alexandre Finenko, intel yang mengepalai kantor cabang maskapai Aeroflot di Jakarta.

Soesdarjanto ditangkap di sebuah rumah makan saat menyerahkan dokumen kepada atase militer Soviet, Sergei Egorov.

Finenko ditangkap 6 Februari 1982, mogok makan hingga dideportasi pada 13 Februari. Sejak saat itu, operasi Aeroflot di Indonesia ditutup oleh pemerintah Orde Baru.

Sosok yang berperan dalam pengungkapan kasus spionase ini adalah Mayjen Norman Sasono, saat itu menjabat Pelaksana Khusus Panglima Kopkamtib Daerah Jakarta. Kini, anak Norman Sasono, Marciano Norman menjabat sebagai Kepala BIN.



3. Penyadapan Intel Australia

Dinas intelijen Australia empat tahun lalu pernah berupaya menyadap telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Ani Yudhoyono. Informasi ini terungkap dalam dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dibocorkan Edward Snowden.

Sasaran lain penyadapan adalah Wakil Presiden Boediono serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dan mantan Duta Besar Indonesia buat Amerika Dino Patti Djalal.

Dokumen berupa bahan presentasi bertajuk sangat rahasia ini milik Departemen Pertahanan Australia dan Badan Intelijen Australia (DSD), seperti dilansir ABC, Senin (18/11). Dokumen ini menyebutkan jenis telepon seluler dipakai target. SBY dan Ani Yudhoyono menggunakan Nokia E-90-1. Boediono memakai BlackBerry Bold 9000.



4. Pengakuan Philip Dorling

Menurut mantan diplomat Philip Dorling, Australia sudah lama mengintai tindak tanduk tetangganya Indonesia. Soal ini diungkap Dorling dalam kolomnya di Sydney Morning Herald belum lama ini.

Kedutaan Besar Australia di Jakarta adalah lokasi pertama operasi badan intelijen Australia di luar negeri.

Sebuah catatan harian salah satu diplomat senior Australia yang tidak terpublikasikan menyebutkan bahwa badan intelijen Australia (DSD) rutin menyadap hubungan kawat diplomatik Indonesia sejak pertengahan 1950-an.

Aksi Australia memata-matai Indonesia bermula dari kerja sama dengan unit intelijen Inggris MI6 dan lebih jauh lagi kerja sama dengan badan intelijen Amerika Serikat (CIA). Salah satu aksi spionase yang dilakukan Australia adalah dengan mengamati tindak tanduk militer Indonesia sebelum dan sesudah jajak pendapat Timor Timur.