13. Mengenal Tradisi Unik Masyarakat Indonesia dalam Menyambut Bulan Ramadhan - Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ke-9 dari kalender Hijriah tersebut menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam, salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan. Selama bulan Ramadan berlangsung, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan merayakan kemenangannya pada perayaan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tentunya bulan puasa selalu disambut dengan begitu meriah oleh berbagai masyarakat di penjuru Nusantara. Perbedaan ragam suku dan budaya tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan datangnya bulan suci dengan keunikannya masing-masing, layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna ‘berbeda-beda, tapi tetap satu’.
1. Balimau, Minangkabau
Balimau adalah tradisi unik yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau, yakni melakukan pemandian dengan jeruk nipis untuk membersihkan diri secara lahir batin sebelum memasuki bulan suci. Tradisi ini dilakukan satu atau dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan dan dilaksanakan di kawasan yang dialiri oleh sungai ataupun memiliki tempat pemandian.
2. Meugang, Aceh
Meugang menjadi salah satu tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh sebelum memasuki bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Tradisi ini lahir pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi.
Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya. Alhasil, tradisi ini pun mulai mengakar di antara masyarakat dan dilaksanakan dalam menyambut hari-hari besar umat Islam hingga saat ini.
Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu. Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
3. Pacu Jalur, Riau
Pacu Jalur merupakan salah satu tradisi unik yang digelar oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau menjelang bulan Ramadan dengan perayaan serupa pesta rakyat. Tradisi ini sendiri dilakukan dalam bentuk perlombaan mendayung perahu yang terbuat dari kayu pohon. Istilah Pacu Jalur sendiri datang dari kata Jalur yang berarti perahu dalam bahasa penduduk setempat.
Tradisi ini dilakukan tiap tahunnya di Sungai Batang Kuantan, yang telah digunakan sebagai jalur pelayaran sejak abad ke-17. Perlombaan yang selalu digelar dengan sangat meriah ini dipercaya sebagai puncak dari seluruh kegiatan, upaya, dan keringat yang dikerahkan oleh penduduk setempat dan dilakukan sebagai penghibur dari rutinitas sehari-sehari sebelum memasuki bulan Ramadan.
4. Ziarah Kubro, Palembang
Tradisi Ziarah Kubro sudah menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Muslim Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, khususnya bagi komunitas Arab di sekitarnya. Tradisi yang diartikan sebagai ziarah kubur tersebut merupakan kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam atau ‘waliyullah’ secara massal. Meski dilaksanakan secara massal, tradisi ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki
Kegiatan ziarah ini biasanya diisi dengan para peziarah yang mengenakan pakaian serba putih dan melakukan pawai menuju sejumlah titik ziarah di Palembang. Tradisi ini pun berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan kerap kali diikuti oleh peziarah yang datang dari kota-kota lain, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, dan kota-kota Jawa Timur. Momen ini juga digunakan sebagai waktu bagi peziarah untuk melakukan silaturahmi dengan sanak saudara dan sesama umat Muslim
5. Padusan, Boyolali
Tradisi Padusan sudah ada di Boyolali sejak zaman Wali Songo dan telah dilakukan secara turun-temurun untuk membersihkan diri dalam menyambut datangnya bulan penuh berkah. Awalnya, tradisi ini dilakukan dengan mendekati sumber mata air yang dipercaya oleh warganya bisa mendatangkan berkat dan rejeki, lalu masyarakat akan membersihkan diri di mata air tersebut
Perbedaan dari Padusan dengan tradisi-tradisi pemandian lainnya adalah Padusan harus dilakukan seorang diri, sehingga orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau. Dengan ini, masyarakat Boyolali percaya dapat memasuki bulan Ramadan dengan niat yang lurus dan jiwa yang bersih
6. Kirab Dandangan, Kudus
Kirab Dandangan merupakan kirab (festival) yang dilakukan oleh masyarakat Kudus untuk menandai dimulainya ibadah puasa. Istilah dandangan atau dhandhangan diambil dari lantunan suara bedug masjid yang ditabuh ketika memasuki awal bulan Ramadan.
Awalnya, tradisi ini dilakukan oleh para santri yang menunggu pengumuman puasa oleh Sunan Kudus di Masjid Menara Kudus. Kesempatan tersebut pun akhirnya dimanfaatkan oleh para pedagang untuk ikut berjualan di sekitar masjid, sehingga kini kirab pun dijadikan momen warga untuk berkumpul sebelum memasuki bulan puasa
Selama kirab berlangsung, desa-desa yang ada di Kudus akan menampilkan kehebatan desa mereka dengan mengarak kerajinan yang mereka buat dari Jalan Kiai Telingsing menuju Masjid Menara Kudus. Puncak dari tradisi Kirab Dandangan adalah pementasan teatrikal sejarah perayaan Dandangan yang diisi oleh warga Kudus.
7. Munggahan, Jawa Barat
Tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Jawa Barat ini berasal dari bahasa Sunda, yang berarti “sampai ke”. Masyarakat Jawa Barat memaknai tradisi Munggahan sebagai sampainya mereka di bulan Ramadan. Oleh karena itu, Munggahan kerap dilakukan pada akhir bulan Syakban atau beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadan
Tradisi yang sudah ada sejak masuknya ajaran Islam di tanah Sunda tersebut dilaksanakan dengan botram atau makan bersama, saling meminta maaf, bersilahturahmi ke rumah keluarga serta kerabat, dan melakukan bebersih di tempat ibadah dan makam keluarga. Munggahan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah serta untuk upaya membersihkan diri dari hal-hal buruk sebelum memasuki bulan suci Ramadan
8. Apeman, Yogyakarta
Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Sebagai kota destinasi wisata kelas dunia, tradisi yang mulanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa ini juga digelar di Jalan Malioboro dan Jalan Sosrowijayan untuk menjadi daya tarik wisatawan
Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat, yang dimulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan, kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem. Tradisi Apeman dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya
9. Dugderan, Semarang
Tradisi Dugderan kini tidak hanya menjadi tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di Semarang menjelang bulan puasa saja, namun telah menjadi sebuah festival tahunan yang menjadi ciri khas kota Semarang. Festival ini pun dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang tinggal di kota Semarang dan dilakukan untuk merayakan keanekaragaman etnis, budaya, kuliner, dan seni yang ada di Semarang.
Istilah Dugderan berasal dari kata “dug” yang merupakan suara dari bedug dan deran yang berarti suara mercon, sebagaimana perayaan tersebut identik dengan arak-arakan yang diwarnai oleh suara bedug dan mercon. Tradisi yang telah bergulir di Semarang sejak tahun 1882 tersebut dimeriahkan dengan Karnaval Warak Ngendog yang merupakan simbol hewan menyerupai kambing dan berkepala naga. Karnaval yang berawal dari halaman Kantor Balai Kota sampai Masjid Agung Semarang tersebut nantinya akan dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqah dan penabuhan bedug.
10. Nyorog, Betawi
Tradisi Betawi yang disebut dengan Nyorog dilakukan dengan membagikan bingkisan kepada saudara-saudara sebelum memasuki bulan puasa dan juga sebelum Idulfitri. Tradisi yang dilakukan oleh warga Betawi di Jakarta ini umumnya berawal dari anggota keluarga termuda yang mengunjungi saudara-saudaranya yang lebih tua dan orang yang dituakan di kampungnya, lalu membagikan bingkisan berupa sembako dan makanan khas Betawi.
Dahulu, bingkisan yang dibagikan ketika melakukan Nyorog diletakkan di dalam rantang yang terbuat dari anyaman daun pandan. Namun, seiring perkembangan zaman, kini masyarakat betawi menggunakan rantang besi atau kotak makan untuk membagikan bingkisan Nyorog. Makanan khas Betawi yang sering dibagikan saat tradisi Nyorog di antaranya adalah sayur gabus pucung, ikan bandeng, dan olahan daging kerbau
11. Nyadran, Jawa Tengah
Nyadran merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, tradisi ini dijadikan momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta. Tradisi yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan, dari mulai membersihkan makam keluarga, membawa sadranan atau makanan hasil bumi, lalu makan bersama (kenduri) ini diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa.
Nyadran kerap kali dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah yang berada di daerah Magelang, Temanggung, dan Kendal. Yang unik dari tradisi ini adalah acara makan bersama (kenduri) yang dilakukan bersama-sama dengan hidangan hasil tani dan ternak warga, serta disajikan di atas daun pisang. Tradisi Nyadran dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual pembersihan diri menjelang bulan suci, serta bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan memanjatkan doa dan membersihkan makam.
12. Megengan, Jawa Timur
Nama Megengan memiliki arti “menahan”, yang dimaknai oleh warga Jawa Timur sebagai tradisi untuk menahan hawa nafsu sebagai persiapan menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini sendiri umumnya ditandai dengan selamatan yang diadakan di masjid maupun mushola dan dihadiri oleh warga di sekitarnya. Dalam Megengan, seorang ustadz akan memimpin doa untuk memohon keselamatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa.
Ketika Megengan, warga yang hadir ke selamatan akan membawa nasi yang kerap disebut sego berkat, yang berisi sayur, lauk pauk, dan kue khas Jawa Timur. Setelah pembacaan doa, setiap orang yang hadir dapat mengambil sego berkat milik siapa saja dan menyantapnya. Tradisi ini pun dipercaya membawa nilai-nilai kebaikan seperti membawa rezeki, menanamkan sifat ikhlas, dan memupuk kebersamaan antar sesama umat Muslim
13. Nyadran, Jawa Tengah
Nyadran merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, tradisi ini dijadikan momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta. Tradisi yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan, dari mulai membersihkan makam keluarga, membawa sadranan atau makanan hasil bumi, lalu makan bersama (kenduri) ini diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa. Nyadran kerap kali dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah yang berada di daerah Magelang, Temanggung, dan Kendal.
Yang unik dari tradisi ini adalah acara makan bersama (kenduri) yang dilakukan bersama-sama dengan hidangan hasil tani dan ternak warga, serta disajikan di atas daun pisang. Tradisi Nyadran dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual pembersihan diri menjelang bulan suci, serta bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan memanjatkan doa dan membersihkan makam.
Sumber:
- https://travel*wego*com/berita/tradisi-di-indonesia-menyambut-bulan-ramadan/
- https://www*google*com/amp/s/m.solopos.com/6-tradisi-ramadan-unik-di-indonesia-1057946/amp